"Komunikasi publik yang baik adalah pertahanan pertama pemerintah dalam menjaga kepercayaan, dan gerbang utama untuk mengajak masyarakat ikut serta."
--- Komisi Informasi Pusat
Hari ini kami menggelar rapat penting bersama narasumber ahli. Agendanya bukan sekadar rapat teknis biasa, tapi menyusun Strategi Komunikasi Pemerintah, dokumen arah komunikasi resmi yang bertujuan mendukung penyebarluasan visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur periode saat ini kepada masyarakat luas.
Rapat ini sebenarnya merupakan bagian dari mandat regulatif. Dalam Permenkominfo Nomor 4 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Konkuren Bidang Komunikasi dan Informatika. Sub-Urusan Komunikasi Publik, secara tegas disebutkan bahwa penyusunan strategi komunikasi pemerintah daerah merupakan bagian dari sub-kegiatan yang wajib difasilitasi oleh Diskominfo.
Namun sayangnya, rapat yang harusnya menjadi awal penyatuan arah komunikasi daerah ini berlangsung nyaris seperti kerja sukarela. Tak tercantum dalam agenda resmi dinas, nyaris tak diketahui pimpinan, dan tidak dianggap sebagai kerja prioritas. Ketika koneksi Zoom kami mendadak terputus karena WiFi kantor mati, -yang belakangan kami tahu ternyata akibat korsleting listirk di kantor-, yang muncul di grup WhatsApp bukan permintaan maaf atau bantuan teknis, melainkan stiker sinis dari salah satu pejabat.
Momen itu menyadarkan saya bahwa sebagian orang di birokrasi ini benar-benar belum memahami bahwa komunikasi bukan pelengkap, tapi penggerak. Mereka mengira narasi publik adalah urusan "konten", bukan strategi. Bahwa bicara soal komunikasi dianggap "curhat" atau "terlalu halus". Padahal justru di sanalah letak kekuatan pemerintah untuk hadir secara bermakna di tengah masyarakat.
Padahal apa yang sedang kami susun bukan hal remeh. Strategi komunikasi ini merupakan peta jalan komunikasi pemerintah daerah yang akan menjabarkan visi kepala daerah menjadi pesan-pesan yang bisa dipahami, dimiliki, dan dipercaya oleh warga. Tidak semua orang membaca dokumen RPJMD. Tapi masyarakat berhak tahu arah daerahnya lewat kanal yang mereka akrabi: media sosial, siaran lokal, forum warga, sampai obrolan WhatsApp RT.
Tiga dokumen yang kami siapkan hari ini: konsep awal strategi, latar belakang dan harapan atas penyusunan strategi, dan pertanyaan elaborasi, bukan hanya berisi daftar isi dan target-target normatif. Di dalamnya kami usulkan sejumlah elemen substantif yang penting untuk menghidupkan strategi ini. Misalnya, bagaimana visi "tidak korupsi" perlu dibingkai dengan narasi keberpihakan terhadap pelayanan publik yang transparan. Bagaimana ASN harus diajak untuk menjadi bagian dari mesin komunikasi internal, bukan hanya pelaksana pasif. Bagaimana strategi komunikasi bisa memiliki mekanisme krisis untuk menghadapi disinformasi dan hoaks.
Kami mengusulkan program-program ikonik seperti "Jumat Klarifikasi" (ruang untuk menjawab hoaks), "ASN Storyteller" (cerita perubahan dari dalam), dan "Daerah 3 Menit" (video mingguan progres konkret). Kami ajukan juga segmentasi audiens berbasis psikografis dan geospasial agar pesan pemerintah tidak hanya menjangkau, tapi juga nyambung.
Semua itu kami kerjakan bukan karena ingin terlihat sibuk, tapi karena kami tahu bahwa legitimasi pemerintah tidak cukup hanya dari program yang berjalan, tapi dari cerita yang bisa dipercaya. Komunikasi bukan soal seberapa banyak media yang meliput, tapi seberapa dalam warga merasa dilibatkan.
Tapi ya, kadang mereka yang belum pernah membaca strategi akan menganggap orang yang menyusunnya terlalu ribet. Mereka yang terbiasa copy-paste akan mencibir mereka yang mencoba berpikir sistematis. Dan mereka yang hanya melihat komunikasi sebagai poster, akan merasa risih saat kita bicara soal perubahan budaya komunikasi.
Saya sempat ingin menyerah. Tapi kemudian saya ingat---saya bukan bagian dari mereka yang puas dengan sistem yang berjalan seadanya. Saya tidak ingin jadi bagian dari barisan diam yang menerima sinisme sebagai budaya. Saya masih percaya bahwa kerja sunyi hari ini akan menjadi bekal bagi narasi besar yang akan lahir lima tahun ke depan.