Beberapa waktu lalu saya membaca sebuah thread di X (dulu Twitter), yang mengusik hati saya cukup dalam. Salah satu pernyataannya:
"Kalau kamu PNS, satu kakimu sudah di penjara."
Saya tercenung. Tak hanya karena ngeri, tapi juga karena... mungkin, ada benarnya.
Lalu apa yang harus kita lakukan?
Diam?
Main aman?
Jalanin saja seolah semua baik-baik saja, sambil sesekali bersyukur karena di luar sana yang ingin di posisi kita 'mengantre' begitu panjang?
Ketika Ruang Kerja Tak Lagi Memberi Teladan
Seseorang yang menyatakan dirinya CPNS juga menulis di X. Di ruangan kerjanya, ia sendirian menghadapi tumpukan pekerjaan dari A sampai Z.
Rekan-rekan satu ruangan---mayoritas generasi X dan boomer dengan gaji 5 jutaan dan tunjangan ada yang mencapai 19 jutaan setiap bulan, menghabiskan waktu dengan merokok, membuka YouTube dangdut, dan bercanda.
Laporkan ke siapa? Kabid pun tak jauh beda. Begitu kira-kira yang dia tulis.
Saya tercenung. Apakah benar sudah tak ada lagi PNS senior yang merasa punya tanggung jawab moral untuk memberi contoh bagi generasi penerus?
Kalau begitu keadaannya, lalu siapa yang akan menjaga api integritas tetap menyala?
Nilai Itu Menyakitkan, Tapi Juga Satu-satunya Pegangan
Saya sering bilang dalam berbagai kesempatan:
Yang membedakan kita dengan orang lain adalah nilai.
Bukan jabatan. Bukan gelar. Bukan siapa yang paling viral.
Namun saya juga tak naif. Saya tahu, menyimpan nilai itu melelahkan.
Namun sejarah juga mencatat:
Ada orang-orang yang bertahan. Yang menolak kompromi.
Dan yang akhirnya dikenang bukan karena jabatan, tapi karena nilai yang mereka bela sampai akhir.
Bung Hatta, misalnya.
Ia pensiun  dengan kondisi sangat sederhana. Tapi ia menolak korupsi, dan bahkan tak rela anaknya menumpang mobil dinas saat dia masih menjabat. "Beliau kan memang diberi mobil dinas selaku Wakil Presiden ... Anakanak pun tidak bisa ikut menumpang."
--- Meutia Hatta, putri Bung Hatta, mengenang sikap ayahnya dalam program Mata Najwa.
Namun hingga sekarang, nilainya tetap utuh, meski sudah meninggalkan dunia ini.
Â
Apakah Nilai Masih Relevan?
Saya juga mulai bertanya-tanya.
Beberapa teman diskusi saya di masa muda, yang dulu semangat bicara etika dan integritas, kini sudah berubah.
"Zaman sudah berubah," kata mereka.
"Semua butuh uang."
"Jangan terlalu idealis."
Dan saya mulai bertanya dalam hati.
Apakah saya masih bisa begitu percaya pada nilai, karena saya tahu anak-anak saya (sejauh ini) masih bisa saya bantu?
Bagaimana kalau nanti mereka benar-benar harus hidup sendiri, bekerja sendiri, berjuang sendiri?
Apakah ajaran saya tentang nilai benar-benar akan membuat mereka sanggup bertahan?
Saya tak punya jawabannya hari ini.
Tapi saya tahu satu hal:
Kalau saya berhenti percaya pada nilai, lalu apa yang bisa saya wariskan ke anak-anak saya, selain harta yang bisa habis?
Â
Pesan untuk Anak-anak Kita
Dunia hari ini memuja kekuasaan, kekayaan, dan popularitas.
Namun justru karena itu, anak-anak kita butuh satu suara yang tetap berani berkata:
"Kamu tak harus menang dari semua orang. Tapi kamu tak boleh kalah dari nuranimu sendiri."
Dan untuk para PNS yang hari ini masih percaya bahwa integritas bukan barang usang, saya tahu kalian lelah. Namun percayalah, dalam dunia yang penuh kompromi, orang yang menjaga nilai akan selalu jadi cahaya. Mungkin kecil, tapi penting.
Karena yang membedakan kita dengan yang lain...
adalah nilai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI