Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Membenci Anjing?

28 Februari 2021   20:32 Diperbarui: 28 Februari 2021   21:17 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kutabrak juga seekor anjing, enggak tahu punya siapa. Dia lari pincang kakinya. Kalau kambing masih saya rem, tapi kulihat anjing, najis kutembak satu yang paling depan."

Begitulah pengakuan seorang Yahya Waloni, sebelum memulai ceramahnya. Parasnya terlihat begitu bersemangat mengucapkan kata demi kata. Tentu saja hal itu disampaikannya bukan karena menyesalinya, tetapi jelas menyiratkan satu kebanggaan. Seakan-akan dengan menabrak anjing, jihad telah ditunaikan. Dengan merampas nyawa hewan tersebut, musuh telah ditumpas.

Konon pula peristiwa menabrak anjing itu dilakukannya dalam perjalanan menuju lokasi berdakwah. Entahlah, apakah menabrak anjing itu dianggapnya sebagai bagian dari dakwah pula.

Tetapi benarkah tindakan itu adalah bagian dari sikap seorang pendakwah? Atau jangan-jangan malah karakter seorang pembenci? Apa pun yang berkenaan dengan agama orang lain atau identik agama tertentu, seakan musuh yang harus dihancurkan, bahkan pun jika itu hanya seekor anjing.

Jika alasannya anjing adalah makhluk yang najis, khususnya air liurnya, manusia pun punya kotoran. Fikih menyebut itu juga najis. Jika menganggap bahwa anjing adalah binatang yang haram disantap dagingnya, manusia pun tidak boleh dimakan dagingnya. Tetapi, apakah karena kotoran manusia itu najis dan dagingnya juga haram dimakan, lantas kita bisa saja seenaknya menabraknya di jalan?

"Mikir dong....mikir...!" kata Cak Lontong.

Anjing adalah makhluk Tuhan juga. Tidak ada yang berhak mencabut nyawanya, kecuali Sang Pencipta itu sendiri. Karena itu seorang sopir di kampung saya, akan mempertaruhkan keterampilannya mengemudikan mobil demi menghindari menabrak seekor anjing. Sang sopir tidak berpendidikan tinggi, tetapi dia sadar sepenuhnya bahwa selembar nyawa anjing juga sangat berharga. Nyawa itu pemberian Tuhan dan tidak boleh seseorang sewenang-wenang merampasnya.

Andaikan Waloni tahu bahwa Kiai Mutamakkin dulu memelihara dua ekor anjing, diberi nama Abdul Qahar dan Qamaruddin pula, mungkinkah ia masih tega dengan sengaja menabrak seekor anjing? Andai juga dia tahu bahwa anjing ternyata bisa masuk surga, contohnya anjingnya Ashabul Kahfi, mungkin dia tidak akan melakukan tindakan yang tidak masuk akal itu? Tetapi, sayangnya, jangankan anjingnya, siapa Kiai Mutamakkin dan siapa Ashabul Kahfi, boleh jadi dia tidak tahu.

Surat kepada Anjing Hitam

Tergelitik rasanya diri ini ingin bercerita kepadanya, tentang kisah "Surat pada seekor anjing hitam?" Kisah itu berkenaan dengan biografi dan karomah Syaichona Cholil Bangkalan. Kisah ini diceritakan ulang oleh Saifur Rahman dalam buku "Surat kepada Anjing Hitam."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun