Mohon tunggu...
Syamsurijal Ijhal Thamaona
Syamsurijal Ijhal Thamaona Mohon Tunggu... Penulis - Demikianlah profil saya yg sebenarnya

Subaltern Harus Melawan Meski Lewat Tulisan Entah Esok dengan Gerakan Fb : Syamsurijal Ad'han

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Doa yang Mengancam Itu!

23 Februari 2019   21:26 Diperbarui: 23 Februari 2019   22:07 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertengahan Maret 624 Masehi. Dalam udara gurun yang panas menerjang. Di hadapan ribuan musuh yang berbanjar rapi dengan senjata lengkap siap di tangan. Di tengah segelintir (319 orang) kaum muslim yang baru berbilang hari memeluk Islam. Sementara di tangan kaum muslimin itu hanya tergenggam senjata seadanya; sebagian berpedang, bertombak dan memiliki panah, namun sebagian besarnya hanya bersenjata kayu atau lembing.  Siapa pun ahli strategi perang, pasti sama sepakat, pasukan muslim hanya menghitung waktu akan dilumat oleh tentara kafir Quraisy.

Saat itulah, seorang manusia mulia, bernama Nabi Muhammad SAW. Rasul yang ditunjuk Allah membawa ajaran Islam, duduk bersimpuh menghadap ke kiblat. Munajat dengan penuh kerendahhatian dilontarkan ke langit. Mengetuk pintu Arasy, memohon pertolongan Allah.

"Ya Allah tunaikan apa yang telah Engkah janjikan kepada kami, ya Allah datangkan apa yang Engkau janjikan kepada kami, jika pasukan muslim yang sedikit ini kalah, Engkau tak akan lagi disembah di muka bumi".

Doa itu terekam dalam sahih Bukhari dan Muslim. Doa yang menunjukkan kepasrahan Nabi pada Allah  serta rasa khawatirnya atas nasib umat Islam yang segelintir.  Nabi tentulah lebih paham dari kita, bahwa Allah tak bakal kehilangan kekuasaan jika umat Islam hari itu sirna. Walau tak satu pun umat manusia yang menyembahnya, tak akan mengurangi bobot kekuasaan Yang Maha Kuasa itu. Nabi tahu betul itu. Doa itu hanyalah rasa khawatir dari hitungan logis seorang manusia (walaupun ia berstatus Nabi) melihat perbandingan jumlah dan kekuatan senjata antara kaum kafir dan umat Islam dalam perang di Badar tersebut.

Tahun 2019, 21 Februari, saat malam mulai runtuh ke bumi. Di atas panggung munajat 212, di hadapan ribuan pendukung. Ya...hanya di depan para pendukung, sebab di seberang sana tak satu pun musuh yang tegak berdiri. Seorang perempuan, sedang berpuisi atau berdoa, entahlah.  Boleh jadi berpuisi tapi isinya terasa seperti berdoa.  Sang perempuan berdiri tegar. Tangannya terkepal. Dalam titik-titik air matanya, kepalanya mendongak ke langit. Suaranya serak menggemuruh, seakan memerintahkan selaksa petir meruntuhkan gunung.

"Jangan.. jangan kau tinggalkan kami
dan menangkan kami
karena jika Engkau tidak menangkan,
kami Khawatir ya Allah.. kami khawatir ya Allah..
Tak ada lagi yang menyembahmu.. Ya Allah..."

Doanya ada mirip-miripnya dengan doa Nabi. Tapi jika Nabi bermunajat dalam duduknya yang takzim dan itu menunjukkan bahwa Nabi sedang bermohon, doa perempuan dalam berdiri dan suara yang menderu-deru itu, lebih terlihat seperti perintah. Bukan...! Lebih terasa seperti mengancam. Jika Anda pernah menonton film Aming dengan judul "Doa Yang Mengancam", maka doa Neno Warisman mirip dengan doa si Aming itu.

Yang membuat kita semakin bingung,  siapa sebenarnya musuh yang sedang menjadi lawannya? Jika pada zaman Nabi, umat Islam sedang bertempur dengan kaum kafir dalam perang badar, kini, kami dalam doa perempuan  itu sedang berhadapan dengan siapa? Apakah yang dimaksud adalah menang melawan kelompok politik lainnya ? 

Ini hanyalah kontestasi politik kawan. Tenang sajalah.  Yang bertarung sesama anak bangsa, jadi santai sajalah.  Sama-sama umat Islam, karena kedua kubu mayoritas pendukungnya umat Islam. Ini bukan dan tentu tidak sama dengan pertempuran umat Islam berhadapan Kafir Quraisy pada perang badar. Insyaallah tidak akan ada umat Islam yang punah, tidak ada masjid yang akan diruntuhkan, dan akan tetap ada yang menyembah.  Siapa pun pemenangnya.

Jangan menggiring bangsa ini pada perkubuan yang ekstrem dengan doa yang seakan meminjam doa Nabi!   Cara itu malah akan menghancurkan umat Islam. Jangan kibuli rakyat Indonesia, seakan saat ini sedang terjadi pertarungan orang kafir dan orang muslim. Sekali lagi ini hanya soal pilihan politik, tak ada sangkut pautnya dengan agama.

Bagi kita rakyat Indonesia, jangan pernah mau dibodohi dengan politisi yang meminjam tangan agama. Mereka itu ada di mana-mana. Sebab percayalah, tetanggamu yang berbeda pilihan politik adalah orang Indonesia juga, bahkan seagamamu, temanmu, mungkin juga saudaramu.  Merekalah yang akan menolongmu pertama kali jika ditimpa masalah, bukan para politisi yang meracuni pikiranmu itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun