Mohon tunggu...
Iin Nadliroh
Iin Nadliroh Mohon Tunggu... Mahasiswa Pendidikan (Fakultas Tarbiyah) -

Mahasiswa Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Hyper Parenting" Tidak Akan Membuat Anak Bahagia

14 Maret 2018   11:55 Diperbarui: 14 Maret 2018   12:00 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hybridparenting.org

Semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Orang tua akan selalu mengusahakan/melakukan apapun agar anak dapat tumbuh menjadi seseorang yang sukses, cerdas dan menjadi pribadi yang menyenangkan untuk lingkungannya. Orang tua pasti ingin anak-anaknya dapat hidup bahagia, memiliki masa depan yang cerah dan juga mempunya perilaku yang menyenangkan.

Tapi tahukah Anda bahwa setiap anak memiliki kepribadian, karakter dan cita-cita yang berbeda-beda. Sehingga orang tua tidak bisa memaksakan kehendaknya dengan menerapkan pola pengasuhan yang sama antara anak satu dan anak yang lain. Dan menganggap bahwa pola asuh yang diterapkan pada anak ini akan berhasil pada anak yang lain.

Orang tua seringkali memaksakan kehendak dan keinginannya pada anak tanpa mempertimbangkan kemampuan dan perasaan anak. Para orang tua selalu beralasan bahwa mereka ingin anak-anaknya mendapatkan yang terbaik untuk kehidupannya ke depan. Inilah kenyataan yang terjadi pada orang tua yang menerapkan pola asuh Hyper-parenting.

Apa itu pola asuh Hyper-parenting?

Hyper-parenting merupakan pola pengasuhan orang tua dilakukan dengan pola kontrol yang berlebihan. Dalam pola pengasuhan ini orang tua memiliki kontrol yang mutlak dan tinggi terhadap anak-anaknya. Orang tua selalu berusaha keras untuk mencermati apapun yang dilakukan oleh anak dan segala hal yang akan diberikan kepada anaknya. Hal ini dilakukan orang tua untuk mengantisipasi terjadinya permasalahan pada anak baik untuk saat ini maupun untuk kehidupan ke depan nantinya.

Tujuan dari orang tua itu sendiri menerapkan pola pengasuhan hyper parenting karena dilandasi oleh rasa sayang dan cinta kasih kepada anak-anaknya. Umumnya pola pengasuhan ini dipengaruhi karena orang tua merasa tidak puas dengan pola pengasuhan yang dulu sewaktu kecil ia rasakan. Bisa jadi orang tua tidak puas terhadap pencapaian karir atau kehidupannya sekarang. Sehingga orang tua terobsesi agar anaknya menjadi yang terbaik tidak seperti orang tuanya sekarang.
 Sebenarnya wajar saja jika semua orang tua mengharapkan anak-anaknya dapat mewujudkan semua keinginan dan cita-citanya. Akan tetapi perlu Anda tahu bahwa memaksakan kehendak bukanlah jalan keluar yang terbaik untuk menyelesaikan masalah.

Pasti ada dampak buruknya dari penerapan pola asuh hyper parenting tersebut salah satunya afalah menghambat pertumbuhan dan juga menimbulkan kemarahan yang berlebihan karena anak merasa tidak bebas. Selain hal yang disebutkan di atas, masih ada beberapa dampak buruk dari penerapan pola asuh hyper parenting. Apa sajakah itu?

1. Membuat anak menjadi cemas

Orang tua yang menerapkan pola pengasuhan hyper parenting akan membuat anak cenderung menjadi tidak tenang. Karena orang tua menerapkan pola peraturan yang berlebihan dan pola mendidik yang terus-menerus, dan akhirnya membuat anak merasa cemas. Akibatnya anak jadi kurang percaya diri dan kurang bebas untuk mengekspresikan keinginannya karena orang tua yang selalu mengawasinya.

2. Emosi anak yang mudah meledak

Umumnya dalam hal ini orang tua seringkali memaksa anak, memberikan anak banyak perintah dan meminta anak untuk dapat memenuhi keinginan orang tuanya. Hal ini akan membuat anak cenderung bersikap kaku. Tak jarang sekali dua kali anak mendapat tekanan, apalagi jika perintah dan keinginan orang tua tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Anak akan merasa tidak suka karena dipaksa dan akhirnya akan membuat emosi anak cepat meledak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun