Mohon tunggu...
Iin Indriyani
Iin Indriyani Mohon Tunggu... Novelis - Penikmat Keheningan

Penulis dan Buruh Migran Taiwan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wanita dan Perjuangan

1 Desember 2019   21:53 Diperbarui: 1 Desember 2019   21:48 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

April 2008, ketika teman-teman masih memakai seragam putih abu-abu, aku sudah menginjakkan kaki sebagai Foreign Domestic Worker (Pekerja Rumah Tangga Asing) dengan job menjaga lansia yang setiap pagi keluar untuk berkumpul dengan teman-teman beliau di sekitar kompleks perumahan yang terletak di wilayah Bukit Batok Central. 

Dari situlah aku banyak mengenal masyarakat sekitar yang berasal dari berbagai ras dan agama. Aura keislaman di negara ini masih sangat kental, apalagi memasuki bulan ramadhan dan idul fitri. 

Orang-orang Melayu, Arab dan India merayakan dengan suka cita. Bahkan, aku yang pendatang begitu merasakan kentalnya ukhuwah islamiyah yang mereka taburkan lewat cinta dan kasih sayang untuk sesama. Memang, bukankah kemuliaan dalam diri manusia itu bermula dari bagaimana kita bersikap memanusiakan manusia itu sendiri?

"Fabiayyi 'aalaa'i Rabbikumaa tukadzdziibaan..."

Walaupun di dalam rumah majikan aku tidak diperkenankan untuk salat, tetapi ada saja celah untuk melakukan ibadah jika terbesit adanya niat. Bahkan setiap malam, aku berpura-pura duduk dengan sehelai kain penutup kepala sembari menemani pasienku menonton Tv, padahal saat itu aku sedang membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an yang kemudian aku rekam ke ponsel butut untuk kuputar ulang menjelang tidur. Jangan aneh, mengadu nasib di negara orang tak semudah kita leluasa beribadah di negara sendiri. 

Perjuangan para buruh migran dalam menegakkan kewajiban jauh lebih berat karena memberontak ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh majikan. Walau jika dipikirkan, semua larangan itu sangat tidak masuk akal alias egoisme mereka saja. 

Karena tidur satu kamar dengan dua pasien yang kurawat, aku sering membalut tubuhku dengan selimut hingga ke ujung kepala. Tujuanku hanya ingin mendengarkan murrotal ayat-ayat suci yang aku rekam sebelumnya. 

Ah, jika diuraikan ke dalam sebuah tulisan, momen-momen menegangkan itu takkan cukup tertuang ke dalam lembar-demi lembar saja. Yang pasti, Allah Swt Maha Tahu apa yang sedang diperjuangkan oleh hamba-hamba-Nya. Asalkan kita tidak pernah lupa untuk mengingat-Nya.

***

April 2010, kaki wanita muslim yang nista ini kembali berpijak di negeri beton, Hongkong. Hongkong tak jauh berbeda dengan Singapura. Pertama kali aku diberi kesempatan untuk berlibur adalah di hari ulang tahunku pada 4 Agustus 2010 saat itu. Tempat yang kukunjungi adalah masjid besar yang berada di wilayah Tsim tsa Tsui. 

Masjid itu sangat megah dengan marbot seorang pria tua yang berasal dari suku India, pikirku. Terlihat dari kulit hitam dan wajahnya yang berjenggot tebal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun