Mohon tunggu...
iin cinta kirana
iin cinta kirana Mohon Tunggu... mahasiswa

olahraga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bukan hanya PKI yang terlibat di balik peristiwa G30S 65

8 Oktober 2025   08:24 Diperbarui: 8 Oktober 2025   08:22 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan organisasi politik yang memadukan gerakan buruh nasional dengan ideologi Marxisme-Leninisme. Partai ini resmi berdiri pada 23 Mei 1920, setelah sebelumnya pada tahun 1914 di Semarang telah ada organisasi bernama Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV), yang terdiri atas kaum revolusioner Indonesia dan Belanda dengan tujuan menyebarkan paham Marxis di kalangan pekerja serta masyarakat. ISDV kemudian berkembang menjadi PKI pada 23 Mei 1920. Setelah jatuhnya Letnan Jenderal Soeharto pada tahun 1998, berbagai kajian ilmiah menunjukkan bahwa peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak sepenuhnya dapat disalahkan kepada PKI. Peristiwa tersebut juga dipengaruhi oleh dinamika internal militer, kepentingan politik antara Presiden Soekarno dan Letnan Jenderal Soeharto, serta kemungkinan adanya campur tangan asing.
Menurut Antonie Dake, peristiwa G30S/1965 tidak bisa dimaknai sebagai tindakan sepihak oleh PKI. Berdasarkan kesaksian ajudan dan sejumlah saksi lain, diketahui bahwa Presiden Soekarno telah mengetahui rencana penculikan beberapa jenderal dan bahkan memberi perintah kepada Letnan Kolonel Untung untuk melaksanakannya. Dake berpendapat bahwa G30S merupakan hasil konflik internal di tubuh Angkatan Darat, ambisi politik Soekarno, serta rencana yang kurang matang. Ia juga menyebut keterlibatan pihak asing seperti Roosevelt dan CIA, serta tokoh dalam negeri seperti Letnan Jenderal Soeharto yang memiliki kepentingan politik masing-masing. Di sisi lain, Suar Suroso dalam karyanya Akar dan Dalang menafsirkan peristiwa G30S sebagai bagian dari konspirasi global, bukan murni rencana PKI. Ia menjelaskan bahwa lembaga-lembaga internasional seperti CIA, NSC, dan RAND Corporation, bersama jaringan Barat lainnya, berupaya menyingkirkan Soekarno serta melemahkan pengaruh komunisme di Indonesia. Tokoh-tokoh domestik seperti Soeharto, Yoga Sugama, dan Ali Murtopo juga memanfaatkan keadaan tersebut. Keuntungan terbesar diperoleh Soeharto yang berhasil mengambil alih kendali militer di Jakarta, menggulingkan Soekarno, dan menjadikan PKI sebagai kambing hitam. Kondisi ini membuka jalan bagi lahirnya rezim Orde Baru.
Dalam buku Akar dan Dalang, Suar Suroso juga menegaskan bahwa kepentingan Amerika Serikat dalam menekan perkembangan komunisme di Asia Tenggara menjadikan CIA sebagai aktor utama di balik peristiwa G30S. Lembaga tersebut memberikan bantuan finansial dan logistik kepada militer Indonesia, menyebarkan daftar anggota PKI yang menjadi target penangkapan atau eksekusi, serta menyediakan data intelijen tentang kekuatan PKI. CIA juga terlibat dalam propaganda internasional yang menuduh PKI sebagai dalang kudeta, sehingga memberikan alasan bagi tindakan militer di bawah pimpinan Soeharto untuk menumpas PKI dan memperlemah posisi Soekarno.
Dalam jurnal Gerakan 30 September dalam Perspektif Filsafat Sejarah Marxis, dijelaskan bahwa G30S tidak semata-mata merupakan hasil rencana PKI. Keterlibatan Angkatan Darat dan militer sangat besar dalam peristiwa itu. Militer memanfaatkan momentum tersebut untuk menyingkirkan pengaruh Soekarno sekaligus menghancurkan PKI. Setelah kejadian, Soeharto dan Angkatan Darat berhasil menguasai situasi, menciptakan kesan di masyarakat bahwa PKI merupakan dalang utama. Padahal, militer justru menggunakan peristiwa itu sebagai langkah strategis dalam mengambil alih kekuasaan secara bertahap dari tangan Soekarno. Dengan demikian, ABRI menjadi kekuatan dominan di era Orde Baru dan mengakhiri pemberontakan.
John Roosa dalam karyanya Dalih Pembunuhan Massal juga menyatakan bahwa G30S tidak dapat dianggap sebagai rencana tunggal PKI. Ia menemukan bahwa konflik internal di tubuh Angkatan Darat, keterlibatan sejumlah perwira, serta pengaruh eksternal turut memperburuk keadaan. Intrik politik, perebutan kekuasaan di kalangan militer, dan tekanan dari luar negeri saling berinteraksi hingga memicu peristiwa tersebut. Soeharto kemudian memanfaatkan situasi ini untuk menumbangkan pemerintahan Soekarno.
Dari berbagai pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa PKI bukan satu-satunya pihak yang harus bertanggung jawab atas peristiwa Gerakan 30 September 1965. Walaupun sering disebut sebagai aktor utama, sesungguhnya terdapat banyak faktor lain yang turut berperan, seperti konflik politik di sekitar Soekarno, persaingan dalam tubuh militer, dan campur tangan asing. Menurut penulis, peristiwa G30S 1965 merupakan kejadian kompleks yang sarat kepentingan, sehingga tidak bijak bila hanya dilihat dari satu perspektif. Dengan memahami keterlibatan berbagai pihak, kita dapat menilai sejarah dengan cara yang lebih objektif dan seimbang. Generasi masa kini sepatutnya mengambil pelajaran dari masa lalu untuk memperkuat persatuan bangsa dan tidak terjebak dalam narasi tunggal yang menyalahkan satu pihak.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun