Mohon tunggu...
iik hikmatilah
iik hikmatilah Mohon Tunggu... guru

masak

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Anak Usia Dini Masuk Pondok Pesantren, Sudah Perlukah?

3 Februari 2023   10:23 Diperbarui: 3 Februari 2023   10:26 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berapa Usia Ideal Anak Masuk Pondok Pesantren

Pada zaman sekarang ini, pergaulan anak-anak di Indonesia sangat memprihatinkan. Kemajuan dan kecanggihan teknologi selain memiliki sisi positif juga memiliki sisi negative seperti memicu terjadinya hal-hal penyimpangan yang di akibatkan penyalahgunaan teknologi khususnya media sosial. Seperti yang kita ketahui kasus anak dibawah umur yang hamil diluar nikah dengan teman sekolahnya, bullying yang berujung pada konten pornografi yang terjadi di Tasikmalaya tahun lalu, pelecehan seksual dan masih banyak lagi kasus yang memprihatinkan akibat penyalahgunaan teknologi.

Disinilah orang tua harus lebih memperhatikan perkembangan psikologi anak dan harus seperti apa penanganannya jika situasi seperti di atas sudah terjadi? Tentu semua orang tua menginginkan anaknya menjadi seseorang yang sesuai dengan harapan orang tua, oleh karena itu penting untuk menanamkan aqidah sedini mungkin supaya terhindar dari pengaruh negative dari gadget.

Disini saya akan membahas tentang Pendidikan anak usia dini di Pondok Pesantren, apakah sudah perlu? Dengan segala contoh pengaruh negative yang terjadi di masyarakat yang dituliskan di atas, perlu adanya tameng untuk meminimalisir bahkan menghilangkan kebiasaan bermain gadget/media sosial. Salah satu alternatif yang dipilih oleh orang tua adalah pondok pesantren yang di anggap aman dari pengaruh tersebut selain itu juga anak lebih banyak belajar tentang agama, seperti kitab dan Tahfizh Qur'an.

Bagi Sebagian orang tua memasukkan anak ke Pondok Pesantren adalah pilihan yang cukup berani dan terkesan "tega" apalagi untuk anak usia dini, karena berangapan anak sekecil itu masih membutuhkan kasih sayang, cinta dan bimbingan orang tuanya sendiri. Bukan tidak mungkin hal tersebut dapat membuat anak merasa tidak lagi di sayangi, di cintai, bahkan dibutuhkan kehadirannya dan yang paling dikhawatirkan adalah hubungan anak dengan orang tua akan jauh atau berjarak.

Banyak pula orang tua yang rela berjauhan dengan anaknya demi kebaikan agama dan akhlak  anaknya. Itu sangat tidak mudah, tapi harus "tega" karena sulit untuk konsisten dalam memberi Pendidikan secara langsung pada anak khususnya Pendidikan agama, jika di pesantren si anak langsung di ajar oleh Ustadz dan Ustadzahnya bahkan Kyainya. Hal itu menjadi salah satu keinginan dan tujuan masuk pesantren supaya dapat mengangkat derajat orang tuanya di sisi Allah SWT.

Dilansir dari ayobatang.com pada usia 12 tahun seorang anak dianggap hidup secara mandiri. Meski usia bukanlah salah satu patokan mendasar. Belajar di pesantren, anak harus belajar mandiri dan tentunya jauh dari orang tua dalam waktu yang lama pula. Lalu, sebenarnya usia berapa anak idealnya boleh masuk pondok?

Seperti yang sudah di jelaskan di atas, bahwa usia tidaklah menjadi patokan mendasar untuk menentukan kemandirian seorang anak. Ada anak usia 6 atau 7 tahun sudah bisa mandiri, mengerjakan dan menyiapkan segala kebutuhannya sendiri meski sesekali harus dibimbing, adapula yang sudah aqil baligh usia 12-15 tahun masih belum bisa mandiri bahkan segala sesuatunya harus di siapkan oleh orang tuanya.

Jadi menurut saya usia berapapun sebenarnya layak masuk pesantren, tergantung bagaimana kesiapan anak dan orang tua baik fisik dan psikis. Anak -anak yang masih bergantung pada orang tua tentang segala pilihan hidupnya, sebenarnya lebih mudah untuk diminta masuk ke pesantren, karena mereka masih belum tau mana yang baik dan buruk untuk dirinya sendiri. Nah, disinilah kesempatan orang tua untuk dapat menempatkan anak ke pesantren tentunya dengan segala kemungkinan yang akan di rasakan dan diterima oleh keduanya, baik si anak maupun orang tua. Tapi memang tidak ada jalan yang ditempuh melainkan dengan segala tantangannya.

Saya teringat dengan sebuah petuah dari Imam Syafi'i  R.A" jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan" . dari sinilah saya belajar bagaimana harus rela dan tega untuk sebuah hasil yang sangat di idamkan bagi semua orang tua. Anak-anak yang sholeh dan sholehah, Insha Allah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun