Mohon tunggu...
Dana Jyota
Dana Jyota Mohon Tunggu... Penulis - Tokoh Masyarakat

"Belajar tentang pikiran dan ilmu pengetahuan"

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Konsep Ketuhanan dalam Agama Hindu Menurut Upadesa

14 Maret 2023   12:11 Diperbarui: 14 Maret 2023   12:09 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

           Siapa sebenarnya Ida Shang Hyang Widhi Wasa itu? 

Menurut upadesa pada percakapan Rsi Dharmakirti Dengan Sang Suyasa dijelaskan bahwa Sang Hyang Widhi ialah Yang Maha Kuasa sebagai Pencipta, Pemelihara, Pemralina segala yang ada di alam semesta ini. Sang Hyang Widhi adalah Maha Esa. Sebagai dikatakan dalam pustaka suci Weda: "ekam ewa adwitiyam brahman' yang artinya: "Hanya satu (ekam ewa) tidak ada duanya (adwitiyam) Hyang Widhi (Brahman) itu".

"eko nryaa na dwitiyo 'sti kacit" 

Artinya: "Hanya ada satu Tuhan sama sekali tidak ada duanya".

Dalam ajaran agama hindu tuhan hanya satu tetapi memiliki banyak nama. Itu karena sifat-sifat Sang Hyang Widhi yang maha-mulia, maha- kuasa, maha-pengasih, dan tak-terbatas sehingga kekuatan manusia untuk menggambarkan Sang Hyang Widhi sangat terbatas adanya. Para mahari hanya mampu memberi sebutan dengan banyak nama menurut fungsinya. Dan yang paling utama ialah Tri Sakti, yaitu: Brahma, Wisu, iwa. Brahma ialah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya sebagai pencipta dalam bahasa Sansekerta disebut "utpatti". Wisnu adalah sebutan Sang Hyang Widhi, dalam fungsinya sebagai pelindung, pemelihara dengan segala kasih sayangnya. Pelindung dalam bahasa Sansekerta disebut "sthiti". Siwa ialah sebutan Sang Hyang Widhi dalam fungsinya melebur (pralina) dunia serta isinya dan mengembalikan dalam peredarannya ke asal. Dalam bahasa kawi diistilahkan dengan "sangkan paran" (kembali ke asal).

              

Sang Suyasa pernah bertanya kepada Rsi Dharmakirti. "Gurunda, Apakah Sang Hyang Widhi itu sama dengan Dewa atau Bhattara?"

Ri Dharmakirti pun menjawab : Tidak anakku, Sang Hyang Widhi tidak sama dengan dewa atau bhattara. Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Sang Hyang Widhi yang memberi kekuatan suci guna kesempurnaan hidup mahluk. Dewa itu bukannya Sang Hyang Widhi Wasa, ia hanya merupakan sinar-nya. Kata dewa berasal dari bahasa Sansekerta: Diw, yang artinya sinar (kata ini pulalah yang menjadi kata day dan divine dalam bahasa Inggris. Menjadi kata dag, dalam bahasa Belanda, tag dalam bahasa Jerman, red.). Jadi dewa berarti "bersinar". Sedangkan bhattara yaitu prabhawa (manifestasi) dari kekuatan Sang Hyang Widhi untuk memberi perlindungan terhadap ciptaannya. Kata bhattara berasal dari kata Sansekerta "bhatr" yang berarti pelindung. Antara kata dewa dan bhattara seiring pemakaiannya diartikan sama saja. Umpamanya: Dewa Wisnu disebut juga bhattara Wisnu karena beliau melindungi mahluk. Demikian juga raja-raja besar yang sudah wafat atau para leluhur, kita beri gelar bhattara juga karena beliau itu melindungi kita.

Upanisad menyatakan bahwa Sang Hyang Widhi adalah: "telinga dari semua telinga, pikiran dari segala pikiran; ucapan dari segala ucapan, napas dari segala napas, mata dari segala mata" (Kena 1,2).

Bhagawadgit (VII. 10-11; X. 20) menyebutkan: "Wahai Partha, Ketahuilah bahwa Aku adalah bibit abadi dari segala yang hidup. Aku adalah kecerdasan dari segala yang cerdas, dan keperwiraan dari segala yang kuat". "Aku adalah jiwa yang bersemayam di hati setiap mahluk. Aku adalah awal, pertengahan dan akhir dari segala yang ada". Dan Sang Hyang Widhi ada di mana-mana dan juga di dalam hati setiap mahluk, di dalam maupun di luar dunia tetapi tidak dipengaruhi oleh dunia (wyapi-wyapaka nirwikra), sebagai halnya teratai dalam air tetapi tidak basah olehnya. Wyapi wyapaka artinya selalu dan di mana- mana ada. Nirwikara artinya tidak dipengaruhi, tak berubah.

Adakah orang suci yang dapat melihat Sang Hyang Widhi?

Karena sifat dan kemampuan manusia yang serba terbatas, sedangkan Sang Hyang Widhi adalah Maha sempurna, dan tak terbatas, kita tak mampu melihatnya. Kita tak dapat melihat Sang Hyang Widhi bukan berarti Sang Hyang Widhi tidak ada. Sebagai halnya bintang. Di siang hari kita tidak melihat bintang, tidak berarti bintang itu tidak ada atau hanya ada pada waktu malam saja. Karena mata kita tidak mampu menembus sinar-sinar matahari, itulah sebabnya kita tidak bisa melihat bintang. Tetapi sebenarnya bintang itu tetap ada walaupun pada siang hari. Demikian pula, karena kita tidak mampu menembus kegelapan jiwa kita, kita tidak bisa melihat Hyang Widhi tetapi Hyang Widhi itu tetap ada. Dan barang siapa yang benar-benar dapat melaksanakan kehidupan yang Suci sesuai dengan petunjuk-petunjuk agama dan menurut ajaran-ajaran dalam pustaka suci, akan dapat melihat Sang Hyang Widhi. Sebagai umpamanya, kita baru dapat melihat bayangan-bayangan kita di cermin dengan terang setelah cermin itu bersih. Demikian juga bayangan Hyang Widhi akan jelas terpantul di hati dan jiwa kita sesudah hati kita bersih. Nah tadi Guru mengatakan bahwa kita mungkin akan melihat Sang Hyang Widhi itu.

Anakku, di dalam Weda disebutkan, bahwa Sang Hyang Widhi tidak berbentuk (nirupam), tidak bertangan maupun berkaki (nirkaram nirpdam), tidak berpancaindra (nirindriyam), tetapi beliau dapat mengetahui segala yang ada pada mahluk. Lagi pula Hyang Widhi tak pernah lahir dan tak pernah tua, tak pernah berkurang, juga tidak bertambah. Tegasnya Sang Hyang Widhi tidak berbentuk tetapi karena kemaha-muliaannya dapat mengambil wujud sesuai dengan keadaan untuk menegakkan dharma dan perwujudan ini dinamai Awatara.

Bagaimana Sang Hyang Widhi menciptakan, alam semesta ini?

Sang Hyang Widhi menciptakan alam semesta ini dari diri-Nya sendiri. Sebelum diciptakannya alam ini tidak ada apa-apa. Sebelum alam diciptakan hanya Hyang Widhi yang ada, Maha Esa dan tidak ada duanya). Ciptaan Hyang Widhi merupakan pancaran kemahakuasaan-Nya yang terpancar melalui tapa. Dengan tapa inilah Hyang Widhi menciptakan semesta alam sehingga bagi kita jelaslah bahwa penciptaan alam semesta ini ialah melalui suatu usaha yang memerlukan pemusatan tenaga, yang dinamai tapa tadi. Melalui tapa Hyang Widhi terjadilah dua kekuatan asal yaitu kekuatan kejiwaan dan kekuatan kebendaan yang dinamai purua dan prakti (pradhana). Kedua kekuatan ini bertemu sehingga terciptalah alam semesta ini. Tetapi terjadinya ciptaan itu tidaklah sekaligus, melainkan tahap demi tahap (evolusi, red) dari yang halus kepada yang kasar. Mula pertama timbullah citta (alam pikiran) yang sudah mulai dipengaruhi oleh triguna yaitu sattwa, rajah, dan tamah. Kemudian timbullah buddhi (naluri-pengenal). Sesudah itu timbul mana (akal dan perasaan). Lalu timbul ahankra (rasa keakuan). Setelah ini timbul dasa-indriya (sepuluh sumber indria) yang terbagi dua yaitu: Paca- buddhi-indriya dan paca-karma-indriya.

Paca-buddhi-indriya ialah rota-indriya (rangsang pendengar), twak-indriya (rangsang perasa) caku-indriya (rangsang pelihat), jihwa- indriya (rangsang pengecap), ghra-indriya (rangsang pencium). Adanya paca-karma-indriya, terdiri dari wk-indriya (penggerak mulut), pni-indriya (penggerak tangan), pda-indriya (penggerak kaki), payu- indriya (penggerak pelepasan); upastha-indriya (penggerak kemaluaan).

Setelah indria-indria ini timbullah paca-tanmtra (lima benih dari zat alam) yaitu: Sabda-tanmtra (benih suara), spara-tanmatra (benih rasa sentuhan), rupa-tanmatra (benih penglihatan), rasa-tanmtra (benih rasa), dan gandha-tanmatra (benih penciuman). Dari paca-tanmtra yang hanya merupakan benih zat alam terjadilah unsur-unsur benda materi yang nyata. Unsur-unsur benda nyata ini dinamai paca maha bhta (lima unsur zat alam) yaitu ka (ether), bayu (gas), teja (sinar cahaya), apa (zat cair), prthiwi (zat padat). Kelima macam unsur zat alam ini berbentuk parama anu yaitu atom-atom. Paca maha-bhta inilah yang mengolah diri (berevolusi), sehingga terjadilah alam semesta ini yang terdiri dari brahmanda-brahmanda sebagai matahari, bulan, bintang-bintang dan planet-planet termasuk bumi kita ini. Semuanya ini terdiri dari tujuh lapisan dunia (sphere) yaitu: Bhur-loka, bhuwah-loka, swah-loka, mah-loka jana-loka, tapa-loka, dan satya-loka. Adanya perbedaan satu dunia (loka) dengan yang lainnya ini ditentukan oleh unsur mana dari paca-maha- bhta yang terbanyak menguasainya. Umpamanya bhur-loka yaitu bumi tempat kita hidup ini terjadi dari campuran kelima unsur zat alam tadi tetapi yang terbanyak ialah unsur pthiwi (zat padat) dan apa (zat cair). Zat padat dan zat-zat cairlah yang paling banyak di dunia kita ini yang dinamai Bhh-loka atau Manua-loka. Adapun Bhuwah-loka yang juga dinamai Pitra-loka atau dunia roh banyak dikuasai oleh unsur apah (zat cair) dan teja (sinar). Sedangkan Swah-loka atau disebut juga swarga (surga) atau Dewa-loka (dunia para dewa) dikuasai oleh unsur teja (sinar) dan bayu (hawa).

Swah-loka (dunia Swah) atau swarga (surga) ini disebut juga dengan Dewa-loka (dunia para dewa) karena segala yang ada di alam ini adalah bersinar, berkat pengaruh unsur teja (sinar). Arti kata "dewa" sebagai yang telah guru terangkan ialah "sinar cahaya".

Ketiga dunia ini yaitu: Bhr, bhuwah dan swa-loka dikenal juga dengan nama triloka (tiga dunia) yang terkenal dalam pj Gayatri (trisandhya).

Bagaimana sampai terjadinya manusia atau mahluk hidup ini?

Sari-sari dari paca-mahabhuta menjadi sadrasa (enam rasa) yaitu manis, pahit asam, asin, pedas, dan sepat. Unsur-unsur ini dicampur dengan unsur-unsur lain yaitu citta, buddhi, ahankara, daendriya, paca tanmtra, dan paca mahabhuta, sehingga menghasilkan dua unsur benih kehidupan mahluk yaitu wanita (mani wanita atau ovum) dan sukla (mani laki atau sperma). Pertemuan antara wanita dan sukla ini sama dengan pertemuan antara purua dan pradhana di atas sehingga timbullah atau lahirlah manusia, mahluk hidup yang mempunyai segala unsur alam tersebut.

Citta, buddhi dan ahankra membentuk watak budi seseorang. Daendriya membentuk indriyanya. Paca tanmatra dan paca mahbhta membentuk badan manusia/mahluk. Jika paca mahabhuta di alam besar (macrocosmos) antara lain membentuk triloka yaitu: Bhih-loka, bhuwah- loka, dan swa-loka maka di alam kecil atau tubuh mahluk (microcosmos).  terbentuklah tri-sarira (tiga lapis badan) yaitu: Sthula-sarira (badan kasar), sksma-sarira (badan halus) dan karaa-sarira (badan penyebab). Kedua alam ini yaitu bhuwana agung dan bhuwana alit, alam semesta dan alam tubuh mahluk (macro dan micro cosmos) mempunyai sifat-sifat keadaan yang bersamaan. Segala yang kental, padat dan keras pada alam maupun pada tubuh mahluk disebabkan oleh pthiwi (zat padat). Segala yang cair di dunia maupun di badan disebabkan oleh unsur apah (zat cair). Segala yang bercahaya, panas, di bhuwana agung maupun di bhuwana alit disebabkan, oleh unsur teja (cahaya). Angin, hawa, dan gas pada alam serta nafas pada mahluk, disebabkan oleh unsur bayu (gas). Adapun kekosongan (vacuum) yang ada pada alam maupun mahluk disebabkan oleh unsur ka (ether). Demikianlah pandangan agama hindu terhadap tuhan, alam semesta dan mahluk isinya.

Siapakah manusia pertama yang diciptakan oleh Hyang Widhi Wasa?

Sebelum menciptakan manusia, Hyang Widhi telah menciptakan terlebih dahulu, sesuai dengan jalannya dari yang halus ke kasar yaitu menciptakan mahluk sebagai para dewa, gandharwa, pilaca, raksasa dan sebagainya; dan mahluk berbadan kasar sebagai binatang, manusia dan lain-lainnya. Manusia pertama disebut dengan nama manu atau lengkapnya swayambhu-manu. kalau dilihat artinya: Swayam-bhu berarti "yang menjadikan diri sendiri" (swayam = diri sendiri; -bhu menjadi) serta manu berarti "ia yang mempunyai pikiran" (manah pikiran). Jadi kata "swayam bhu manu" berarti "mahluk berpikir yang menjadikan dirinya sendiri" yaitu "manusia pertama".

Kata "manu" ini sekarang menjadi kata "manusia". Kita semua adalah keturunan manu dan dengan mengetahui arti kata manu yaitu "mahluk berpikir". Maka kita sebagai manusia, hendaknya mem- pergunakan pikiran itu dalam sinar-sinar suci Hyang Widhi, untuk meningkatkan hidup kita dan hidup mahluk lainnya.

DAFTAR PUSTAKA :

Drs. Ida Bagus Oka Punia Atmaja, Tjok Rai Sudharta, M.A. Upadesa tentang ajaran-ajaran Agama Hindu. 2001. Surabaya, Paramita, 2005, p. 4.

Gede Pudja, MA, SH. Pengantar Agama Hindu lll VEDA. 1998. Surabaya Jl.A Yani No.119, Paramita, 1998.

Prof. Dr. I. B. Mantra. BAGHAWADGITA. 2007

Freed B. Eiseman, JR. Bali Sekala & Niskala Volume 1 Essays On Religion, Ritual, and Art. 1st ed., Jakarta 10510, Eric M. Oey, 1990.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun