Mohon tunggu...
ignacio himawan
ignacio himawan Mohon Tunggu... Ilmuwan - ilmu terapan untuk keseharian

Sekedar berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Menilik Profil Penerbangan JT-610

2 November 2018   06:41 Diperbarui: 3 November 2018   05:02 1545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kali ada musibah yang melibatkan jatuhnya sebuah pesawat terbang, selalu muncul pertanyaan mengapa?

Jawaban akhir tentu saja harus menunggu pemeriksaan Flight Data Recorder (FDR) yang akan memberikan laporan lengkap apa yang terjadi dengan sistem pesawat terbang selama penerbangan terakhir yang berlansung sekitar 12 menit. Namun Flightradar24 telah merilis rekaman profil penerbangan yang layak untuk disimak.

Situs Flightradar24 menyatakan bahwa data yang mereka rilis berasal dari teknologi ADS-B (Automatic Dependent Surveillance-Broadcast).

ADS-B merupakan data yang terdiri dari gabungan rekaman satelit dan sistem navigasi pesawat terbang ini dikirim ke statiun pengamat di darat yang seringakli merupakan bagian dari sistem resmi pengendalian lalu lintas udara. Karena data ini bergantung pada sistem navigasi peswat terbang -- yang mungkin dinyatakan malfungsi berdasarkan analisis FDR -- maka tulisan ini harus dibaca dengan sejumput garam.

Untuk memberikan konteks maka perbandingan antara penerbangan naas JT610 tanggal 29 Oktober dan 26 September yang dikutip oleh situs berita CNN dan BBC layak untuk dilihat terlebih dahulu. 

Untuk mudahnya saya mengutip gambar profil ketingian yang dimuat oleh situs CNN. Yang patut disimak adalah penerbangan tanggal 29 Oktober tampak normal di menit pertama. Setelah itu, penerbangan tersebut tampak sulit untuk meraih ketingian normal sehingga pada menit ke-10 yang hanya mencapai ketinggian 5.000 kaki daripada 1.500 kaki untuk profil normal.

sumber : situs berita CNN (Flightradar24)
sumber : situs berita CNN (Flightradar24)
Mesin jet pesawat terbang dirancang untuk memberikan tenaga besar sejak lepas landas (menit 0). Tenaga ini terus bertambah selama fase pendakian untuk memberikan energi guna mengatasi gravitasi hingga ke titik puncak pendakian (Top of Climb -- TC) yang merupakan titik awal penjelajahan. Untuk JT610, TC normal berada di atas 20.000 kaki.

Fase ini menentukan seberapa besar mesin pesawt terbang harus dirancang. Indikasinya, karena suatu alasan JT610 tanggal 29 Oktober tidak mendapatkan tenaga dorong cukup untuk menjalani profil penerbangan yang normal.

sumber : situs berita CNN (Flightradar24)
sumber : situs berita CNN (Flightradar24)
Dalam situsnya, Flightradar24 memperlihatkan plot kelajuan horizontalpesawat terbang menurut pengamat di darat (ground speed), kelajuan vertikal dan ketingian terbang selama 11 menit penerbangan. 

Dalam plot tersebut ground speed tampak tidak berubah, namun harus diingat kalau skala plot tidak cukup besar untuk menangkap variasi kecepatan ini.

Namun plot tersebut menunjukan dengan jelas variasi ketinggian dan kelajuan vertikal. 

Antara menit pertama dan kedua, pesawat terbang menunjukan peningkatan kecepatan vertikal, namun mengarah kebawah, yang disusul oleh penurunan ketinggian lalu penambahan kecepatan yang diikuti dengan kembalinya ketinggian. 

Ini bukanlah profil normal karena manuver untuk menukikkan pesawat demi menambah kecepatan sehingga memperoleh cukup energi kinetik lebih biasa dipakai untuk mengontrol pesawat terbang ketika menghadapi fenomena kehilangan gaya angkat (stall).

Sejak saat itu, plot kelajuan vertikal dan ketinggian menunjukan perulangan manuver tukik untuk mendapatkan energi kinetik yang menimbulkan beberapa pertanyaan.

Pertama, mengapa awak pesawat tidak segera melaporkan intensi untuk kembali mendarat ketika pesawat terbang tampak tidak beropersai secara normal? Apabila pesawat terbang membawa bahan bakar jumlah besar memang pesawt tersebut harus terbang ke laut Jawa terlebih dahulu untuk membuang bahan bakar sehingga dapat mendarat dengan aman.

Namun apabila ini adalah intensinya maka seharusnya ada komunikasi menara kontrol. Analis VCR -- kalau ditemukan -- akan sangat penting.

Kedua, apakah sistem komputer pesawat terbang tidak bekerja normal Dalam insiden AF447 yang mengalami staall dan jatuh di samudra Atlantik, komputer mendapat data kecepatan yang terlalu tinggi sehingga secara otomatis berusaha untuk menaikan hidung agar menambah daya angkat.

Namun ketika hidung pesawat bertambah tinggi gaya hambat juga bertambah tinggi sehingga kelajuan pesawat menurun yang mengakibatkan stall. Inikah yang menjelaskan manuver tukikan ? 

Boeing tentu saja tertarik dengan kemungkinan ini karena Boeing 737-8 Max adalah pesawat rancangan terakhir mereka dan pesawat naas ini hanya menjalani sekitar 800 jam terbang, mungkin sekitar 200-300 siklus penerbangan. 

Kemungkinan ini tentu saja menghantui banyak pihak menginat pesawat yang sama melaporkan masalah pembacaan kelajuan dalam penerbangan sbelumnya sebagai flight JT43.

Masalah ini pula yang membuat kiat untuk berhati-hati dalam membaca data yang dirilis oleh Flightradar24 karena ganguan terhadap sistem pesawat terbang, termasuk navigasi, mungkin berlangsung saat itu.

Ketiga, mungkinkah faktor luar yang terjadi di menit kedua penerbangan menimbulkan ganguan serius, misalnya segerombolan burung terhisap oleh mesin sehingga tenaga yang dimiliki pesawat berkurang sangat banyak.

Keempat, mungkinkah kalau penerbangan JT610 mengalami permasalahan muatan -- terlalu berat atau memiliki lokasi titik berat yang salah. Terus terang pemberitaan ke kemungkinan ini nyaris tidak ada.

satu menit terakhir (Flightradar24)
satu menit terakhir (Flightradar24)
Data ADS-B milik Flightradar24 menunjukkan perubahan drastis dalam 10-15 detik terakhir. Tampaknya hal ini menyebabkan pilot tidak sempat untuk mengirim panggilan meminta pertolongan. 

Dalam 15 detik terkahir, pesawat kembali menukik yang tampaknya memberikan energi kinetik yang memungkinan pesawat untuk mendaki secara ekstrem.

Pendakian ini hanya berlangsung sesaat sehingga tidak menunjukkan kenaikan ketingian yang berarti, namun tampaknya berakhir dengan stall yang sangat serius (deep stall) . 

Data ADS-B berakhir dengan pesawat terbang ke arah bumi dengan kecepatan 30.000 kaki per menit.

Dengan kecepatan setinggi ini (sekitar 160 meter per detik atau 40% kecepatan suara -- mach 0.4) pesawat terbang layaknya jatuh seperti batu yang berakhir dengan benturan kecepatan tinggi.

Hal ini tampaknya didukung dengan foto-foto dan pemberitaan yang melaporkan kepingan-kepingan kecil yang relatif terkumpul di satu tempat.

Analisis FDR akan memberikan penjelasan yang lebih pasti. Untuk saat ini kita hanya dapat berdoa bagi para korban dan keluarganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun