Sudah malam. Nyamuk-nyamuk yang seharian besembunyi di balik baju yang lama kugantung mulai berterbangan. Obat nyamuk sudah dinyalakan untuk mengusir dan membunuh mereka. Sudah waktunya diriku untuk berbaring di atas kasur, setelah seharian di waktu luang sibuk memikirkan negara yang tidak pernah sibuk mengurusi diriku.
Mau bagaimana lagi, isi lini masa Twitter hari ini cuma tentang pelemahan KPK, RUU KUHP, RUU PKS dan lain-lain, dan sebagainya, dan kawan-kawan.Â
Selain yang ramai-ramai tersebut, katanya undang-undang tentang sumber daya air yang sempat dibatalkan MK disahkan kembali. Padahal setahu saya, antara pembatalan UU itu ke pengesahan kembali hari ini konstitusi tidak berubah. Lah, kok, putusan MK bisa berubah?
Tapi, yah, mau bagaimana lagi. Saya cuma seorang pedagang online kecil. Marah-marah di Twitter pun tidak ada yang dengar. Tapi gara-gara tidak ada yang dengar, ya sudah saya goblok-goblok-in aja semuanya. Tapi kalau sampai RUU KUHP disahkan juga, twit-twit saya yang "goblok-goblok" itu ya saya hapus juga. Saya juga gak mau dipenjara.
Sibuk mikirin negara, diri sendiri gak keurus. Ya udah saya cuma mau berkhayal aja tentang negara ini, soalnya khayalan saya tentang diri sendiri juga sudah banyak.
Andaikan saja parlemen kita itu rajin. Setiap rapat komisi selalu hadir, rapat paripurna tidak lagi diisi penunggu kursi kosong. Jumlah pengisi daftar hadir sesuai dengan jumlah kepala anggota yang hadir, bahkan mungkin lebih karena belum sempat tanda tangan sebab terlambat datang (lebih baik terlambat dari pada tidak hadir bukan? Hehehe).
Andaikan saja parlemen kita itu kritis. Setiap ada permasalahan yang dibahas bersama pemerintah atau sesama mereka, tidak pernah hanya asal setuju biar rapat selesai. Setiap rapat dan pertemuan selalu diisi dengan debat dan adu argumen sehingga kebijakan yang diambil bisa tepat sasaran dan sesuai aspirasi masyarakat.Â
Padahal, rata-rata anggota parlemen kita itu pendidikannya tinggi, loh. Apa jangan-jangan ijazahnya beli? (Ups)
Andaikan saja parlemen kita itu ideologis. Posisi pemerintah pasti akan lebih seimbang. Saat pemerintah dan mayoritas parlemen dari satu sisi, kubu oposisi akan terus mengajukan gagasan tandingan. Adu argumen dan debat tentang kebijakan menjadi lebih bermutu dengan gagasan-gagasan yang tidak berorientasi kepentingan politik jangka pendek, tapi berdasar ideologi yang dipegang partainya.
Andaikan saja parlemen kita itu demokratis. Segala kebijakan yang keluar pasti akan selalu berpihak pada rakyat. Mau bagaimana lagi. Nama mereka kan Dewan Perwakilan Rakyat.Â
Seandainya dinamai begitu, harusnya mewakili rakyat, dong. Kalau mewakili kepentingan, ganti saja namanya jadi Dewan Perwakilan Kepentingan Politik (DPKP). Loh, kok jadi malah mirip nama dinas yah.