Mohon tunggu...
Iftahiyatunnisa
Iftahiyatunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya suka tantangan, tapi tidak suka disuruh-suruh. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal dan Menghindari Bid'ah di Era Artificial Intelligence (AI) dalam Perspektif Akidah Aswaja An- Nahdliyah

29 Juni 2025   11:27 Diperbarui: 29 Juni 2025   11:27 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Segala sesuatu yang baru dalam agama yang tidak memiliki dasar dari Al-Qur'an, Sunnah, Ijma', maupun Qiyas."

Imam Asy-Syathibi dalam Al-I'tisham menyatakan:

"Bid'ah adalah suatu jalan dalam agama yang dibuat menyerupai syariat, padahal sebenarnya tidak berasal dari syariat, dan dimaksudkan untuk menambah dalam beribadah kepada Allah."

Imam Syafi'i membagi bid'ah menjadi dua, yaitu bid'ah hasanah (baik) dan bid'ah dhalalah (sesat). Pendapat ini juga dipegang oleh para ulama Aswaja, termasuk ulama-ulama besar NU, yang mengedepankan konteks, maksud, dan maslahat dalam menilai sebuah amalan keagamaan. Dasar hukum bid'ah secara tekstual sering merujuk pada hadis Nabi SAW yang berbunyi:

"Barangsiapa membuat perkara baru dalam urusan (agama) kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara itu tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim).

            Namun, para ulama Aswaja tidak serta-merta memahami hadis ini secara literal. Mereka melihat pentingnya pendekatan maqashid syariah (tujuan syariat) dan 'urf (kebiasaan lokal) dalam menilai suatu amalan. Oleh karena itu, tidak semua hal baru dalam agama otomatis dihukumi sebagai sesat, melainkan perlu dikaji lebih lanjut berdasarkan dalil, maslahat, dan konteks sosialnya (Studi et al., 2024).

Macam-Macam Bid'ah

  • Berdasarkan Pandangan Ulama Salaf (Klasik)
  • Beberapa ulama klasik cenderung menyebut semua hal baru dalam agama sebagai bid'ah dhalalah (yang sesat), merujuk pada hadis:
  • "Setiap bid'ah itu sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
  • Namun pemahaman ini tidak dimutlakkan oleh para ulama Aswaja.
  • Berdasarkan Pendapat Imam Syafi'i dan Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
  • Imam Syafi'i (w. 204 H) menyatakan: "Bid'ah ada dua: yang bertentangan dengan Al-Qur'an, Sunnah, atsar, dan ijma', maka itu bid'ah dhalalah. Tapi jika mengandung kebaikan yang tidak bertentangan dengan dalil-dalil tersebut, maka itu bid'ah hasanah (baik)."

Berdasarkan itu, para ulama seperti Imam Nawawi, Imam Ibn Hajar, dan ulama Aswaja Nahdlatul Ulama membagi bid'ah menjadi lima macam hukum taklifi, sama seperti hukum dalam fiqih:

  • Bid'ah Wajibah (Wajib) : Inovasi yang hukumnya wajib karena menjadi kebutuhan dalam pelaksanaan agama. Contohnya: Penyusunan ilmu Nahwu untuk memahami bahasa Arab dan Al-Qur'an; kodifikasi Al-Qur'an di masa Abu Bakar.
  • Bid'ah Mandubah (Sunnah) : Hal-hal baru yang disunnahkan dalam agama. Contoh: Menyusun kitab tafsir, membuat sekolah agama (madrasah), shalawat Nariyah.
  • Bid'ah Mubahah (Boleh) : Hal baru yang sifatnya netral, boleh dilakukan selama tidak bertentangan dengan syariat. Contoh: Penggunaan pengeras suara saat adzan, menulis mushaf dalam bentuk digital.
  • Bid'ah Makruhah (Makruh) : Hal baru yang tidak dianjurkan, tapi tidak sampai haram. Contoh: Berlebihan dalam menghias masjid hingga mengganggu kekhusyukan.
  • Bid'ah Muharramah (Haram) : Hal baru dalam agama yang bertentangan dengan prinsip dasar Islam, merusak aqidah dan ibadah. Contoh: Mengubah rukun ibadah, menambah rakaat shalat wajib, ritual keagamaan yang menyesatkan (Mokhtar et al., 2023).

Dalam hal ini, Imam Syafi'i membagi bid'ah menjadi dua, yaitu bid'ah hasanah (baik) dan bid'ah dhalalah (sesat). Pendapat ini juga dipegang oleh para ulama Aswaja, termasuk ulama-ulama besar NU, yang mengedepankan konteks, maksud, dan maslahat dalam menilai sebuah amalan keagamaan. Bid'ah secara umum dalam pandangan para ulama Ahlussunnah wal Jama'ah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

  • Bid'ah Hasanah ( )

Bid'ah hasanah adalah perkara baru dalam urusan agama yang tidak dilakukan Nabi SAW secara langsung, tetapi tidak bertentangan dengan Al-Qur'an, Sunnah, Ijma', dan Qiyas. Tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Allah, menjaga kemaslahatan umat, dan memperkuat syiar Islam (Nikmah Choirin, 2020).

Selain itu, bid'ah hasanah digunakan untuk menyesuaikan dalil Al Qur'an dan Hadis yang pada zaman Rasulullah disesuaikan dengan zaman saat ini yang sudah dengan teknologi yang sangat maju. Hal ini diperlukan untuk disesuaikan dengan kehidupan manusia yang terus berubah sesuai dengan dinamika sosial dan dinamika teknologi. Seperti adanya belanja online yang dulu hanya ada belanja ke pasar-pasar, kini belanja ada online. Maka, para ulama perlu adanya inovasi ataupun ijma' dan qiyas mengenai hukum berbelanja online supaya dapat menimbulkan akad baik tanpa sikap yang buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun