Iftahiyatunnisa
Program Studi Administrasi Publik, Fakultas Sosial, Ekonomi dan Humaniora
Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto
Kehidupan yang telah ada di era disrupsi ini telah membawa perubahan besar dalam seluruh aspek kehidupan manusia yang termasuk dalam ranah keagamaan. Dalam hal ini umat islam dihadirkan dengan keberagaman perspektif dan perubahan pola pikir mengenai kebiasaan, tradisi bahkan mengomentari adanya teks hadis. Sehingga sulit untuk menentukan kebenaran jika dibarengi juga dengan sifat egosentris oleh seseorang. Ulama terdahulu telah menyadari bahwa dalam beberapa kasus, terdapat hadis-hadis Nabi yang tampak bertentangan satu sama lain. Bahkan para sahabat Nabi pun memahami hal ini. Sebagai contoh, meskipun Nabi Muhammad pernah melarang penulisan hadis, terdapat sahabat yang tetap menuliskan hadis yang mereka dengar langsung dari beliau, dan Nabi tidak menegur tindakan tersebut. Hal ini menunjukkan adanya toleransi antar sesama untuk meminimalisir perpecahan, mencerminkan adab yang baik dalam toleransi yang ilmiah (Maula Khilda Minhatul et al., 2023).
Metodologi perspektif hadis pada zaman Nabi tidaklah sesulit sekarang , karena pada zaman Nabi sebagian besar mengetahui asbab al-wurud (sebab disabdakannya hadis oleh Nabi) akan tetapi setelah berlalunya generasi, sebagian hadis-hadis Nabi mulai nampak sulit dipahami (musykil), karena kata-kata dalam redaksi itu sulit dipahami lantaran asing atau juga karena sulit dipahami ketika berada dalam konteks tertentu (gharib) maupun karena dipandang bertentangan satu dengan yang lainnya (mukhtalif) (Maula Khilda Minhatul et al., 2023).
Pertentangan pemahaman di kalangan umat Islam ini dalam realitas sosial dan sejarah kekhalifahan Islam yang berlangsung setelah wafatnya Rasulullah SAW. Saat Baginda Nabi meninggal, terjadi pertentangan antar kelompok yang hendak mencari penerus kepemimpinan dengan kelompok yang ingin menguburkan nabi yang nantinya terbelah menjadi kelompok Syiah dan Ahlussunah Wal-jamaah (Kajian Al-Quran et al., n.d.)
Konsep yang saat ini menjadi pertentangan bahkan di era disrupsi adalah konsep "Bid'ah" yang memunculkan perselisihan jika bid'ah ekstrim (ta'ashub) dalam masyarakat sehingga dikhawatirkan akan lebih dalam meningkatkan konflik dan menimbulkan gerakan rasisme. Dalam konteks ini, penting untuk mengkaji ulang konsep bid'ah dalam perspektif akidah Ahlussunnah wal Jama'ah an-Nahdliyah (Aswaja NU) yang memiliki prinsip moderasi, toleransi, dan pemahaman yang kontekstual terhadap syariat. Pandangan Aswaja menawarkan pendekatan yang tidak tekstual kaku, namun mendalam secara metodologis dan relevan terhadap tantangan zaman, termasuk dalam menyikapi realitas keagamaan yang semakin kompleks akibat penetrasi teknologi AI. Maka, memahami dan menghindari bid'ah secara tepat di era modern adalah upaya penting untuk menjaga harmoni dalam kehidupan beragama dan berbangsa. Hal ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh AI dalam menghindari maupun dalam menyikapi AI yang hampir menyamai semua informasi berdasarkan dasar hukum Al-Qur'an dan Hadis maupun informasi tanpa dasar keduanya. Hal ini akan merujuk pada sorotan Bid'ah.
Pengertian Bid'ah
Secara etimologis, kata bid'ah berasal dari bahasa Arab () yang berarti mengada-adakan sesuatu yang tidak ada contoh sebelumnya. Kata ini juga berkaitan dengan kata ibda' () yang berarti menciptakan sesuatu tanpa meniru sebelumnya. Dalam Al-Qur'an, kata ini digunakan misalnya dalam QS. Al-Baqarah ayat 117:
"Badi'u as-samawati wal-ard" (Dialah Allah, Pencipta langit dan bumi tanpa contoh sebelumnya).
Sementara itu, dalam konteks istilah syariat (terminologi keagamaan), bid'ah diartikan sebagai suatu perilaku atau praktik keagamaan yang tidak memiliki landasan atau tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW maupun para sahabat beliau (Nikmah Choirin, 2020). Artinya, jika suatu amalan tidak ditemukan dalam tradisi ibadah Nabi dan sahabat, maka berpotensi dikategorikan sebagai bid'ah. Namun, penting untuk digarisbawahi bahwa tidak semua hal baru langsung dianggap menyimpang atau sesat. Bid'ah diartikan juga sebagai: