Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Penulis 1070 lebih artikel dan 55 buku, trainer menulis, dan mengisi berbagai seminar/ workshop menulis, pendidikan, dan peningkatan mutu guru, baik di daerah maupun nasional.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Strategi Efektif Menyusun Bahan Ajar Pendidikan Pancasila yang Relevan untuk Gen-Z

5 Oktober 2025   21:27 Diperbarui: 5 Oktober 2025   21:27 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

STRATEGI EFEKTIF MENYUSUN BAHAN AJAR PENDIDIKAN PANCASILA YANG RELEVAN UNTUK GEN-Z

Oleh Idris Apandi, Penulis Buku Kajian Pancasila Kontemporer

 

Pendahuluan: Tantangan Pancasila di Tengah Ledakan Digital

Pendidikan Pancasila kini berada di persimpangan zaman. Ketika nilai-nilai kebangsaan, gotong royong, dan keadilan sosial berhadapan langsung dengan budaya global yang serba cepat, instan, dan individualistik, muncul pertanyaan besar: bagaimana menanamkan nilai Pancasila di tengah generasi yang lahir dalam derasnya arus digital?

Generasi Z---yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012---adalah generasi yang tumbuh dengan gawai di tangan. Mereka belajar, bermain, berkomunikasi, dan membentuk identitas diri di ruang digital. Maka, penyusunan bahan ajar Pendidikan Pancasila bagi mereka tidak bisa lagi mengandalkan pendekatan konvensional yang menempatkan guru sebagai pusat pengetahuan dan siswa sebagai pendengar pasif.

Bahan ajar harus berubah: dari sekadar teks normatif menjadi media reflektif-interaktif yang berbicara dengan bahasa Gen Z. Buku teks tidak lagi sekadar kumpulan pasal, sila, atau definisi, tetapi menjadi ruang dialog antara nilai-nilai luhur bangsa dan realitas sosial digital yang mereka hadapi sehari-hari.

Karakteristik Generasi Z dan Implikasinya dalam Pendidikan Pancasila

Sebelum membahas strategi penyusunan bahan ajar, penting memahami siapa peserta didik kita. Generasi Z dikenal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Digital native -- mereka terbiasa dengan dunia maya sejak kecil; berpikir cepat, visual, dan interaktif.
  2. Kritis dan ingin tahu -- tidak mudah percaya begitu saja; mereka terbiasa memverifikasi informasi.
  3. Berorientasi pada aksi dan nilai personal -- mereka menghargai keautentikan, keadilan, dan partisipasi nyata.
  4. Cenderung multitasking dan mudah bosan -- pembelajaran yang monoton membuat mereka kehilangan fokus.
  5. Aktif di media sosial -- opini dan perilaku mereka banyak dibentuk oleh interaksi digital.

Implikasinya jelas: buku teks dan bahan ajar Pancasila tidak boleh lagi berbentuk hafalan sila atau penjelasan teoritis yang kering. Ia harus mampu "berbicara" dengan dunia anak muda---menghadirkan nilai-nilai Pancasila dalam konteks nyata, baik di ruang fisik maupun digital.

Paradigma Baru: Dari "Pengajaran Nilai" ke "Pengalaman Nilai"

Selama ini, Pendidikan Pancasila sering terjebak pada paradigma mengajarkan nilai secara verbal. Guru menjelaskan makna sila-sila, siswa mendengarkan, mencatat, lalu diuji melalui soal pilihan ganda. Hasilnya: nilai-nilai Pancasila berhenti di kepala, tidak sampai ke hati dan tindakan.

Generasi Z menuntut paradigma baru: belajar dengan mengalami. Mereka perlu diberi ruang untuk menemukan sendiri makna nilai-nilai Pancasila melalui aktivitas yang relevan dan menyenangkan. Itulah mengapa kurikulum nasional menawarkan pendekatan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning), berbasis masalah (Problem Based Learning), dan berbasis refleksi nilai.

Dalam konteks ini, bahan ajar bukan hanya teks yang dibaca, melainkan "peta perjalanan" yang memandu siswa menelusuri nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan nyata. Guru berperan sebagai fasilitator, bukan orator; sebagai pemandu refleksi, bukan sekadar penyampai informasi.

Strategi Penyusunan Bahan Ajar Pendidikan Pancasila untuk Gen Z

Menyusun bahan ajar atau buku teks Pendidikan Pancasila untuk Generasi Z memerlukan pendekatan sistematis yang berpijak pada tiga fondasi: karakter peserta didik, capaian pembelajaran kurikulum, dan konteks zaman digital. Berikut langkah-langkah strategisnya:

1. Analisis Capaian Pembelajaran dan 8 Dimensi Profil Lulusan

Langkah pertama adalah memahami arah Kurikulum Merdeka. Capaian Pembelajaran (CP) Pendidikan Pancasila menekankan pada penguatan karakter sesuai dengan 8 Dimensi Profil Lulusan yang telah ditetapkan oleh Kemendikdasmen:

  1. Keimanan dan Ketakwaan terhadap Tuhan YME:

Fokus pada pengembangan nilai-nilai spiritual, moral, dan etika.

Lulusan diharapkan memiliki keyakinan teguh, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama/spiritual dalam kehidupan sehari-hari, menjadi sumber etika dalam setiap tindakan.

  1. Kewargaan:
  • Fokus pada pembentukan rasa cinta tanah air dan tanggung jawab sosial.
  • Lulusan diharapkan menghargai keberagaman, menaati norma sosial, memiliki kepedulian terhadap lingkungan, dan berkomitmen untuk berkontribusi pada masyarakat.

  1. Penalaran Kritis:
  • Fokus pada kemampuan berpikir logis, analitis, dan reflektif.
  • Lulusan diharapkan mampu memahami, mengevaluasi, memilah informasi (anti-hoax), dan memprosesnya untuk menyelesaikan masalah secara efektif.
  1. Kreativitas:
  • Fokus pada kemampuan berpikir inovatif, fleksibel, dan orisinal.
  • Lulusan diharapkan mampu mengolah ide atau informasi untuk menciptakan solusi yang unik dan bermanfaat.

  1. Kolaborasi:
  • Fokus pada kemampuan bekerja sama secara efektif dalam tim (gotong royong).
  • Lulusan diharapkan mampu berbagi peran, tanggung jawab, dan mencapai tujuan bersama.

  1. Kemandirian:
  • Fokus pada tanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya sendiri.
  • Lulusan diharapkan mampu mengambil inisiatif, mengatasi hambatan, dan menyelesaikan tugas secara tepat tanpa ketergantungan berlebihan.

  1. Kesehatan:
  • Fokus pada kesejahteraan fisik dan mental (well-being).
  • Lulusan diharapkan memiliki fisik yang prima, bugar, dan mampu menjaga keseimbangan kesehatan fisik dan mental.

  1. Komunikasi:
  • Fokus pada kemampuan menyampaikan ide dan berinteraksi secara efektif.
  • Lulusan diharapkan menguasai keterampilan komunikasi, baik verbal maupun nonverbal, untuk berinteraksi dan beradaptasi dalam berbagai situasi.

Bahan ajar harus menuntun siswa untuk menginternalisasi 8 dimensi profil lulusan ini, bukan hanya melalui hafalan, tetapi lewat pengalaman belajar yang bermakna. Misalnya, siswa tidak sekadar menghafal sila ketiga, "Persatuan Indonesia," tetapi mengalami praktik kolaborasi lintas budaya melalui proyek sekolah atau media sosial.

2. Menentukan Tema Kontekstual dan Aktual

Generasi Z lebih mudah memahami nilai jika dikaitkan dengan isu yang mereka hadapi sehari-hari. Karena itu, tema-tema bahan ajar perlu kontekstual dan aktual.
Contoh tema yang relevan:

  • Pancasila dan Etika Digital (menghindari hoaks, ujaran kebencian, perundungan siber)
  • Gotong Royong di Era Media Sosial (kolaborasi dalam proyek sosial digital)
  • Keadilan Sosial di Tengah Ketimpangan Ekonomi Digital
  • Toleransi dan Kebhinekaan di Dunia Maya

Tema semacam ini memungkinkan nilai Pancasila hidup di dunia yang akrab bagi siswa: layar ponsel mereka.

3. Menyajikan Materi secara Visual dan Interaktif

Generasi Z cenderung visual. Mereka lebih tertarik pada gambar, infografik, video, dan komik edukatif daripada teks panjang. Karena itu, bahan ajar sebaiknya:

  • Menggunakan desain visual yang menarik dan modern.
  • Menyertakan QR code untuk mengakses video, podcast, atau simulasi digital.
  • Menyediakan ruang interaksi reflektif seperti "kolom pendapat," "tantangan nilai," atau "mini project."

Misalnya, saat mempelajari Sila Kedua tentang Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, siswa diarahkan menonton video pendek tentang empati di media sosial, kemudian menulis refleksi: "Bagaimana saya bisa menjadi manusia yang beradab di dunia digital?"

4. Integrasi Pendekatan Digital dan Kolaboratif

Bahan ajar modern perlu membuka peluang bagi siswa untuk belajar lintas platform. Guru dapat mengarahkan siswa membuat proyek digital, seperti:

  • Membuat video pendek tentang penerapan Pancasila di lingkungan sekolah.
  • Mendesain infografik tentang "Toleransi di Dunia Maya."
  • Membuat podcast reflektif tentang pentingnya keadilan sosial.

Aktivitas ini tidak hanya memperkuat pemahaman nilai, tetapi juga melatih literasi digital, komunikasi, dan kerja tim---kompetensi yang sangat dibutuhkan di era abad ke-21.

5. Membangun Pembelajaran Berbasis Refleksi dan Aksi

Nilai tidak dapat dipahami hanya dengan membaca; ia harus dihidupi. Karena itu, setiap bagian bahan ajar sebaiknya diakhiri dengan refleksi personal dan aksi nyata. Misalnya, setelah belajar tentang Gotong Royong, siswa diminta melakukan proyek mini seperti membantu kebersihan kelas, membuat kampanye digital "Anti Hoaks," atau berbagi cerita inspiratif di platform sekolah. Dengan demikian, pembelajaran nilai Pancasila menjadi pengalaman hidup, bukan sekadar teori moral.

6. Evaluasi Autentik dan Berbasis Proses

Penilaian dalam Pendidikan Pancasila tidak bisa berhenti pada tes pilihan ganda. Ia harus menilai pemahaman, sikap, dan aksi nyata. Bentuk penilaiannya dapat berupa:

  • Jurnal refleksi pribadi,
  • Proyek kolaboratif,
  • Presentasi digital, atau
  • Observasi sikap selama kegiatan.

Dengan demikian, evaluasi menjadi alat pembelajaran, bukan sekadar penghakiman.

Contoh Implementasi: Modul "Pancasila di Dunia Digital"

Sebagai ilustrasi, berikut contoh bagaimana strategi di atas diterapkan dalam modul pembelajaran.

Tujuan Pembelajaran

Siswa mampu:

  1. Menjelaskan makna nilai-nilai Pancasila dalam konteks digital.
  2. Mengidentifikasi perilaku tidak sesuai nilai Pancasila di media sosial.
  3. Membuat konten digital yang mencerminkan nilai Pancasila.

Aktivitas Pembelajaran

  • Pemantik: Guru menampilkan berita atau unggahan viral yang mengandung ujaran kebencian.
  • Diskusi kelompok: Siswa menganalisis nilai Pancasila mana yang dilanggar.
  • Refleksi pribadi: "Apa yang bisa saya lakukan agar lebih beretika di media sosial?"
  • Proyek kreatif: Siswa membuat video pendek "Sopan di Dunia Maya, Hebat di Dunia Nyata."

Penilaian

Guru menilai dari tiga aspek:

  1. Pemahaman nilai (apakah siswa memahami konteks nilai Pancasila)
  2. Keterampilan digital (kreativitas dan keaslian konten)
  3. Sikap (refleksi dan aksi nyata yang dilakukan siswa)

Dengan kegiatan seperti ini, siswa tidak hanya belajar tentang Pancasila, tetapi belajar menjadi insan Pancasila.

 

 

Mengapa Strategi Ini Penting: Dari Nilai ke Relevansi

Pendidikan Pancasila akan kehilangan daya hidupnya jika disampaikan secara dogmatis. Generasi Z tidak akan tertarik pada teks yang hanya berisi nasihat moral. Mereka ingin bukti nyata: bagaimana nilai Pancasila mampu menjawab masalah sosial dan digital masa kini.

Dengan pendekatan yang kontekstual, reflektif, dan digital, guru sebenarnya sedang menanamkan kembali semangat Pancasila ke dalam ekosistem baru---dunia maya. Saat siswa belajar menghargai perbedaan opini di media sosial, menolak hoaks, atau berbagi konten positif, sesungguhnya mereka sedang menghidupi nilai kemanusiaan, persatuan, dan keadilan sosial dalam bentuk baru.

Penutup: Pancasila sebagai Inspirasi Hidup Generasi Z

Menyusun bahan ajar Pendidikan Pancasila yang relevan bagi Generasi Z bukan sekadar soal memperbarui buku teks, tetapi juga soal menghidupkan kembali ruh Pancasila dalam konteks kekinian.

Pancasila harus tampil sebagai sumber inspirasi, bukan hanya bahan hafalan. Ia harus hadir dalam percakapan digital, proyek kolaboratif, dan tindakan sosial anak muda.

Di tangan para guru dan perancang bahan ajar yang kreatif, nilai-nilai Pancasila bisa kembali berdenyut---tidak lagi kaku di papan tulis, melainkan hidup di dunia maya dan nyata, di antara jari-jari generasi yang setiap hari menulis, menonton, dan membentuk masa depan Indonesia melalui layar mereka.

Sebab sejatinya, mendidik generasi Z bukan hanya tentang mengenalkan sila-sila, tetapi mengajak mereka mencintai nilai-nilai Pancasila sebagai gaya hidup dan arah berbangsa. Itulah tantangan sekaligus peluang besar bagi kita semua: menjadikan Pancasila tetap relevan di era digital, tanpa kehilangan makna dasarnya sebagai jati diri bangsa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun