Mohon tunggu...
IDRIS APANDI
IDRIS APANDI Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat bacaan dan tulisan

Pemelajar sepanjang hayat.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Catatan Perjalanan Wisata Sejarah ke Karawang

19 Mei 2017   18:49 Diperbarui: 19 Mei 2017   18:55 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis sedang berada di Candi Blandongan Karawang. (Foto: Dok. Pribadi)

Ketika sedang asik-asiknya melihat, saya dipanggil oleh seorang pria menggunakan bertopi dan berkameja lengan panjang. Namanya Idris. Dia mengaku sebagai penjaga monumen tersebut yang juga sebagai cucu pejuang kemerdekaan yang berasal dari Rengasdengklok. Lalu kami pun ngobrol-ngobrol tentang sejarah asal-usul monumen Kebulatan Tekad.

Pak Idris menyampaikan bahwa monumen tersebut dulunya adalah markas tentara PETA yang pernah disinggahi oleh rombongan pemuda yang membawa Bung Karno dari Jakarta tanggal 16 Agustus 1945. Dia mengatakan bahwa pohon cemara yang tumbuh di tempat itu adalah aksi sejarah, sudah ada pada saat Bung Karno beserta rombongan datang ke tempat tersebut. Tahun 1950 tempat tersebut dijadikan sebagai monumen dengan menghabiskan dana sebesar Rp 17.845 rupiah sebagai simbol 17-8-1945. Dengan bersemangat Pak Idris menjelaskan tentang pentingnya menghargai nilai-nilai perjuangan para pahlawan.

Pengunjung yang berkunjung ke monumen Kebulatan Tekad tidak dipungut biaya, tapi suka memberi alakadarnya untuk biaya pemeliharaan monumen karena terbatasnya dana pemeliharaan dari pemerintah. Hal ini tentunya perlu diperhatikan oleh Pemda Karawang karena monumen tersebut adalah aset milik pemerintah daerah Karawang.

Di Monumen kebulatan tekad tidak ada informasi tertulis yang Saya dapatkan temukan selain penjelasan dari penjelasan dari Pak Idris sang penjaga monumen, padahal alangkah baiknya jika disediakan semacam leaflet atau brosur yang bisa dibaca pengunjung. Jadi mereka tidak sekedar melihat-lihat dan selfie-selfie saja, tetapi juga mendapatkan tambahan ilmu dan informasi.

Selesai mengunjungi monumen Kebulatan Tekad, Saya melanjutkan kunjungan ke Rumah Sejarah Rengasdengklok, yaitu sebuah rumah milik Djiauw Kie Siong yang pernah digunakan untuk beristirahat tokoh proklamasi Ir.  Soekarno dan Drs.  Moh. Hatta yang dibawa oleh sekelompok pemuda, seperti Wikana, Darwis, Chairul Saleh, Sukarni, dan beberapa pemuda lainnya. Soekarno dan Hatta diamankan oleh para pemuda untuk menghindari ancaman Jepang dan mendesak agar dua tokoh tersebut segera memproklamasikan kemerdekaan RI pada tanggal 16 Agustus 1945.

Saya pun diterima dengan baik oleh Bu Yanto. Dia adalah istri dari salah satu anak dari Djiauw Kie Siong. Dengan senang hati Beliau menjelaskan tentang proses datangnya rombongan pemuda yang membawa Soekarno dan Hatta ke rumah mertuanya tersebut. Awalnya rumah Djiauw Kie Siong berada di pinggir sungai Citarum, tetapi karena takut terkena banjir dan tergerus aliran sungai Citarum, maka tahun 1958 rumahnya dipindahkan dari pinggir sungai Citarum ke lahan yang jaraknya sekitar 500 meter dari lokasi semula. Saat ini rumah sejarah tersebut berlokasi di Kp. Tugu Kelurahan Kec. Rengasdengklok Kab. Karawang.

Pada bagian teras rumah ada kursi kayu dan bale tempat istirahat. Ada yang masih asli, tapi juga ada yang perabotan yang bukan aslinya. Bagian-bagian rumah dan perabotan seperti dinding dari papan, meja, cermin, ranjang, dan ubin merupakan barang-barang yang masih asli, sedangkan bagian yang lainnya telah direnovasi dengan tetap memelihara bentuk aslinya. Ada juga bagian-bagian rumah tertentu, khususnya kamar tempat istirahat Bung Hatta ketika Saya berkunjung sedang direnovasi karena diserang rayap. Dinding rumah bercat cokelat dan variasi cat hijau dan putih pada bagian kusen pintu dan jendela. Sedangkan dinding kamar bercat putih.

Ketika masuk ke rumah tersebut, maka akan langsung terlihat foto almarhum Djiauw Kie Siong, Foto Soekarno, Moh. Hatta, Pangdam Siliwangi Ibrahim Adjie, piagam, dan foto-foto keluarga Bung Karno dan pejabat orde baru yang pernah berkunjung yang menempel pada dinding. Kamar tempat istirahat Bung Karno juga masih diposisikan seperti aslinya. Di dalamnya ada lemari, satu buah meja, dan satu kursi sederhana.

Dibagian dalam,  sebelum kanan dan kiri pintu masuk ada kursi dan lemari-lemari yang berisi foto keluarga bung Karno, pejabat termasuk presiden Joko Widodo, tokoh, dan artis yang pernah berkunjung ke rumah tersebut. Selain itu, pada dinding rumah menempel piagam dan kenang-kenangan yang diberikan oleh pengunjung.

Bu Yanto mengatakan bahwa rumah ini bertatus milik keluarga, dan banyak dikunjungi oleh siswa, mahasiswa, dan masyarakat umum. Pada saat berkunjung pun, ada sekelompok remaja dan siswa yang berkunjung, tetapi sayang hanya selfie-selfie saja, tidak bertanya atau menggali informasi lebih dalam tentang rumah sejarah tersebut.

Sayang sekali, datang ke tempat wisata sejarah hanya untuk digunakan selfie-selfie, padahal sebagai generasi penerus bangsa harus tahu sejarah bangsanya sendiri. Dan menurut Saya, untuk membantu memberikan informasi, sebaiknya Balai Pelestarian Cagar Budaya Serang sebagai yang mengelola cagar budaya tersebut menyediakan leaflet dan petugas khusus yang memberikan penjelasan kepada pengunjung. Jangan hanya mengandalkan kepada Bu Yanto, yang kebetulan juga menempati rumah tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun