Mohon tunggu...
Mh Firdaus
Mh Firdaus Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Penulis dan Traveller amatir. klick: www.nyambi-traveller.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kapal-Kapal di Sungai Sempit Indramayu

16 Desember 2022   09:56 Diperbarui: 16 Desember 2022   10:29 1313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sungai-sungai di Indramayu yang bermuara ke laut, mampu menampung ratusan kapal (dok. pribadi)

Daerah sepanjang pantai utara dikenal “pantura”, terkenal udara panasnya. Itu yang kurasakan siang 22 Oktober 2022, kala menyusuri kab. Indramayu, Jawa Barat, salah satu daerah pantura. Bagai berdiri di panggang bara, keringat mengucur di kening dan kulitku.

Hanya karena janji supir ojol yang hendak menunjukkan lokasi unik, mendorongku menyusuri kota siang itu. Sang supir membawaku ke lokasi “undercover Indramayu”, yaitu pelabuhan bayangan dimana puluhan bahkan ratusan kapal bersandar. Pelabuhan itu berada di sungai kecil namun mampu menampung kapal dalam jumlah besar. Muara sungai-sungai berakhir di laut pantura yang luas.

Balada Kapal-Kapal Bersandar di Sungai Sempit

Kab. Indramayu merupakan daerah dengan garis pantai terpanjang di pulau Jawa. Stok ikan laut tak pernah surut, meski ekonomi nasional lesu saat pandemi COFID-19 menghujam negri. Dermaga mini di sepanjang sungai sempit menghubung ke laut, ramai dengan tranksaksi hasil laut antara nelayan dan pembeli. Di tengah bau amis, saya menyaksikan bagaimana denyut dermaga mini berdetak kencang. Kosumen hasil laut segar – pemiliki restaurant dan masyarakat umum – menawar dan menimbang ikan dari nelayan yang baru mendarat.   

Topografi Indramayu mendorong sebagian penduduk menjadi nelayan. Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) kab. Indramayu mencatat 6.074 buah kapal milik nelayan Indramayu (data 2020). Lebih jauh, Diskanla Jawa Barat menyatakan bahwa produksi ikan di tahun 2021 mencapai 526.000 ton. Di tingkat provinsi, produksi perikanan Indramayu menyumbang 34 persen, yang berarti sebagai penyumbang perikanan terbesar seprovinsi (Republika Jabar, 2/8/2022).

Nelayan Indramayu seperti memiliki kearifan lokal yang mengatur lalu lintas kapal (dok. pribadi)
Nelayan Indramayu seperti memiliki kearifan lokal yang mengatur lalu lintas kapal (dok. pribadi)

Sejarah keahlian nelayan Indramayu melegenda ke seantero negri. Kala laut Natuna sepi nelayan karena dipersengketakan negara tetangga Indonesia, Mentri Kelautan dan Perikanan mengajak nelayan Indramayu mencari ikan hingga ke Natuna. Sayangnya hingga kini, Indramayu belum memiliki pelabuhan besar yang menampung hilir-mudik kapal nelayan.

Ratusan kapal – baik besar dan kecil -- berjejer di sungai-sungai kecil bermuara ke laut. Salah satunya, aliran sungai yang menuju ke pantai “Karangsong”. Ia miniatur pelabuhan (tidak resmi) di sungai sempit bersambung ke pantai utara Jawa. Banyak sungai kecil serupa menjadi tempat bersandar kapal nelayan selepas berlayar dari laut Jawa.

Di kanal pencarian google, Karangsong dikenal sebagai obyek wisata pantai dan hutan mangrove yang menyelimuti areal pantai. Namun jalan menuju kesana diapit sungai berukuran empat meter, yang membelah kampung nelayan menghubung laut Jawa. Sungai kecil itu menjadi tempat bersandarnya puluhan, bahkan ratusan kapal nelayan dengan berbagai ukuran.

Terik siang diiringi angin laut pantura, tak menutupi keterkejutanku dengan pemandangan sepanjang sungai yang saya susuri. Dari atas mobil – kebetulan duduk disamping supir --, saya menyaksikan berbagai ukuran kapal bersandar di sepanjang bibir sungai. Sementara kiri dan kanan sungai adalah jalan raya untuk sarana berlalu lalang kendaraan.

Saya lupa berapa kilo panjang bibir sungai yang menampung sandaran kapal nelayan. Di salah satu sudut, berdiri kapal kayu besar dalam proses pengerjaan para pengrajin. Tali pengikat menahan goncangan angin yang menerpanya tertancap ke tanah di beberapa sudut.

Semakin saya dalam menelusuri sungai tersebut, makin ramai deretan kapal berjejer di bibir sungai. “Dari mana kapal-kapal ini bersandar ? Bagaimana para nelayan mengokerpasikan kapal tersebut? Bagaimana mungkin sungai sekecil itu mengatur lalu-lalang kapal yang hendak menuju laut ?”, pikirku sepanjang perjalanan.

Sungai mirip garasi dan bengkel besar guna memperbaiki kapal rusak (dok. pribadi)
Sungai mirip garasi dan bengkel besar guna memperbaiki kapal rusak (dok. pribadi)

Yang mengagetkanku, berdiri jembatan tegak penghubung antara jalan di sebalah kiri sungai dengan seberangnya. Postur jembatanya pendek dan lebarnya hanya muat untuk lewat satu mobil dan motor serta sepeda. Otomatis kapal-kapal nelayan yang bersandar ke dalam sungai tidak mungkin berlabuh karena terhalang jembatan. Itu tebakan pikiran kosongku.

Saya penasaran dengan jembatan tersebut. Bagaimana mungkin kapal nelayan dari laut masuk jauh ke dalam sungai untuk bersandar, sementara jembatan menghadangnya. Kala mobil gocarku mendekat, dan saya turun merapat ke jembatan bercat merah, ternyata ada rantai baja menempel di ujung jembatan. Jembatan terbelah dua dan rantai baja menyatukannya. Sehingga bila kapal hendak berlayar dan bersandar ke dalam sungai, Jembatan membelah diri melaui rantai baja yang ditarik petugas.

Perjalanku berlanjut menuju pantai Karangsong. Terlihat keluarga nelayan sibuk mempersiapkan peralatan kerjanya siang itu. Di pojok kapal kayu, para awak kapal dengan telanjang dada, merangkai jaring-jaring untuk menangkap hasil laut. Badannya tegap dan berotot dengan tatapan penuh tantangan. Siklus hidupnya – menurutku – terbatas sungai, pelabuhan, dan laut lepas.

Terik panas terus meranggas. Kepalaku rada pening karena sinar matahasi siang. Kami bergegas pergi meninggalkan Karangsong menuju ke sungai lain yang juga menjadi sandaran kapal. Dalam perjalanan itulah, kami melewati luasnya lahan kilang minyak pertamina (Perusahaan Minyak Nasional) di Indramayu. Supir mobil berujar bahwa areal minyak dan gas Pertamina di sini merupakan lahan terluas se Asia Tenggara. Kini, kegelisahanku sedikit terjawab, kenapa pelabuhan besar belum terbangun disana. Kemungkinan, pelabuhan besar akan “mengusik” keberadaan” asset strategis nasional…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun