Mohon tunggu...
Idna Nawfa
Idna Nawfa Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis, Pebisnis dan Sastrawan

"Gagal, Ulangi; Salah, Perbaiki; Berhenti, Mati".

Selanjutnya

Tutup

Money

Menggugat Konsep Keadilan ala Marx: "Menilik Konsep Keadilan Islam"

13 Agustus 2019   20:59 Diperbarui: 13 Agustus 2019   21:04 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin, telah kita bahas suatu konsep keadilan ala Marx. Dimana ini menjadi sumber atas lahirnya gerakan melawan kapitalisme. Mereka menolak semua konsep yang ditawarkan oleh sistem kapitalis melalui birahi keserakahannya. Sehingga semangat sosialisme tumbuh menjadi hantu di tataran bumi eropa dan sekitarnya dengan pemberontakan secara agresif. Dan yang perlu menjadi perhatian bagi kita adalah meskipun konsep keadilan ala Marx ini tampak sebagai keadilan yang "benar", tetapi pada realitasnya ada seonggok keganjilan yang melekat dalam satu konsepsi pemikirannya. Ada beberapa hal yang justru di dalamnya tersimpan antitesis yang pada akhirnya melawan konsep dari keadilan itu sendiri. 

 Dan ini menjadi penting, bahwa setiap pandangan yang ditarik oleh seseorang, kemudian dijadikan satu konsep "eksistensial" yang dapat menggerakkan semangat banyak orang, tidak sepenuhnya selalu sempurna. Sedikit banyaknya pasti akan meninggalkan "lubang" atau kecacatan akibat adanya proses persalinan pemikiran tersebut. Maka langkah bijak yang harus kita ambil dalam "menelanjangi" satu konsep, adalah dengan melucuti "pemikiran" tersebut sedikit demi sedikit sampai pada batas yang "vital" secara komprehensif. Hal ini tentu dalam rangka menjemput "kejujuran" yang berusaha disembunyikan oleh banyak orang yang terlanjur "Cinta Mati" pada pemikiran tersebut.

 Dan mari kita bahas konsep keadilan selanjutnya yang terdapat dalam sistem ekonomi Islam. Chek this out!

 ****

Konsep keadilan dalam paham Marxisme seperti yang kita ketahui adalah ringkasan melalui apa yang di sebut dengan "Sentralisasi Total". Ini artinya, kesempatan rakyat untuk berkreasi, berinovasi dan mengembangkan perekonomian agar lebih maju lagi telah dihambat dan dijegal. Sebab semua sarana produksi dan kebijakan telah di kendalikan, diatur serta disetir secara penuh oleh negara. Selain itu, dalam sistem ekonomi sosialis juga tidak menempatkan satu perbedaan antara buruh yang bekerja secara biasa dan buruh yang bekerja secara luar biasa (baca: gigih). Sehingga menimbulkan polemik dan justru menciderai konsep keadilan yang sesungguhnya.

Inilah yang saya maksud sebagai celah atau lubang. Dimana Marxisme membuat satu keyakinan bahwa Keadilan = Kesetaraan atau sama. Ia menafikan begitu saja nilai-nilai yang lain dan cenderung terjebak oleh euforia praktisnya dalam membedah konsep keadilan yang objektif. Padahal adil dalam arti sebenarnya adalah tentang kesesuaian, bukan tentang kesetaraan. Saya beri contoh misalkan ada seorang karyawan atau buruh A yang bekerja 10 jam/hari. Dan ada karyawan B berkerja selama 15 jam/hari. Kemudian pada awal bulan mereka digaji dengan nominal yang sama atau setara. So, apakah itu bisa kita sebut sebagai suatu keadilan? Atau antara anak SD kelas 2 dan anak SMA kelas 3 diberi uang jajan oleh ibunya masing-masing Rp.2000. Apakah itu adil? Tentu tidak. Justru hal tersebut adalah suatu kedzoliman. Sebab ada perbedaan "nilai" yang dimiliki oleh keduanya.

Oleh karena itu, dalam hal ini Islam sangat menekankan tentang  keseimbangan antara petumbuhan dan pemerataan serta kesetaraan yang sesuai dengan nilai yang dimiliki oleh masing-masing orang. Pertumbuhan bukan menjadi tujuan utama, kecuali dibarengi dengan pemerataan. Dalam konsep Islam, pertumbuhan dan pemerataan merupakan dua sisi dari sebuah entitas yang tak terpisahkan, karena itu keduanya tak boleh dipisahkan, dan memang tidak bisa dipisahkan seperti kamu, aku dan "kita" yang akan di singularitaskan oleh sang Maha Cinta.

 .......
Berdasarkan prinsip ini, maka paradigma atau konsep "Tricle Down Effect" dan "Sentralisasi Total" yang dikembangkan oleh kapitalisme dan sosialisme , telah bertentangan dengan konsep keadilan ekonomi menurut Islam.Selain itu, dalam perspektif ekonomi Islam, proporsi pemerataan yang betul-betul sama rata, sebagaimana dalam sosialisme, bukanlah sebuah keadilan yang adil, malah justru dipandang sebagai sebuah ketidakadilan. Sebab Islam sangat menghargai prestasi, etos kerja dan kemampuan seseorang dibanding orang yang malas atau bekerja secara biasa-biasa saja. Inilah yang saya maksud diatas sebagai sebuah perbedaan "nilai" atau ghiroh dalam kehidupan bermuamalah.

Konsep keadilan sosio-ekonomi yang diajarkan Islam menginginkan adanya pemerataan pendapatan secara proporsional. Dalam tataran ini, dapat pula dikatakan bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi yang dilandaskan pada kebersamaan. Karena itu tidak aneh, jika anggapan yang menyatakan bahwa prinsip keadilan sosio-ekonomi Islam mempunyai kemiripan dengan sistem sosialisme. Bahkan pernah ada pendapat yang menyatakan bahwa sistem sosialisme itu jika ditambahkan dan dimasukkan unsur-unsur Islam ke dalamnya,maka ia menjadi islami. Ini ngawur, karena sudah jelas berbeda. Mungkin orang yang mengatakan seperti itu telah terdiagnosa penyakit "Galawisme" yang akut. Sehingga pemikirannya menjadi bias dalam memandang sesuatu. Atau mungkin sedang terjebak oleh "Romantisme Masa Lalu".

Dengan demikian, pendapat dan pandangan yang menyatakan kemiripan antara sistem keadilan sosio Islam dengan sosialisme tidak sepenuhnya benar, malah lebih banyak kekeliruannya. Prinsip ekonomi sosialisme, yang menolak kepemilikan individu dan menginginkan pemerataan pendapatan, jelas berbeda dengan prinsip ekonomi Islam. Sosialisme sama sekali tidak mengakui hak milik individu. Sedangkan Islam, mengakuinya dengan berprinsip bahwa hak milik sebenarnya adalah Allah Swt.

Dari sini, maka bisa kita ambil satu ikhtisar bahwa reaksi Marxisme yang dipropagandakan telah dibungkus rapih secara politis revolusioner dalam paham komunis yang intinya mengajarkan bahwa seluruh unit ekonomi dikuasakan kepada negara yang selanjutnya akan didistribusikan kepada seluruh masyarakat secara merata meskipun tanpa ada kesempatan untuk rakyat berkreasi dan berinovasi didalam pemanfaatan sarana produksi tsb. Dan hal inilah yang menyebabkan timbulnya pemberontakan dan kekacauan dibanyak tempat karena satu konsepsi yang banyak di ejawantahkan secara mentah dan radikal oleh para pengikut paham Komunisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun