Mohon tunggu...
Henri S. Sasmita
Henri S. Sasmita Mohon Tunggu... Lainnya - Pengajar

Enthusiasm in education | Pandu Digital | Enthusiastic about law, art, culture, society, and technology | henry@office.seamolec.org

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mainnya Kurang Jauh, Temui Banyak Orang agar "Berempati dan Bersimpati"

23 Juni 2018   10:15 Diperbarui: 23 Juni 2018   10:57 845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari Jumat kemarin saya mengajak dua anak saya, anak pertama berusia tujuh dan yang kedua empat tahun kesebuah mall untuk  membeli diecast mobil sebagai sebagai imbalan bahwa anak saya berpuasa selama sebulan. Meskipun sebelumnya saya tidak menjanjikan dan anak sayapun tidak meminta untuk dibelikan karena sebelumnya saya sudah katakan bahwa puasa itu adalah kewajiban.

Setelah membeli diecast mobil saya mengajak anak-anak saya makan disebuah food court yang tergolong murah, kenapa bisa dibilang murah karena golongan ekonomi seperti saya ini mampu makan disana.

Ada kejadian yang membuat anak-anak termasuk saya memperhatikan pembicaraan antara pembeli dengan pramusaji. Pembeli saya katakan pembeli seperti saya ini karena hanya sekali atau dua kali membeli makanan disana jadi tidak dapat dikategorikan pelanggan karena tidak terus menerus membeli makanan ditempat yang sama dan lebih cocok dikatakan calon pelanggan.

Anak saya kaget sampai dengan membalikkan badan memperhatikan pembicaraan tersebut karena suara mulut yang dihasilkan oleh si pembeli tersebut sangat keras dan dengan menunjukan gesture terkesan merendahkan pada pramusaji tersebut sambil menanyakan pesananya tidak sesuai dengan yang dipesan.

Pramusaji tesebut dengan tetap tersenyum dan terlihat ramah menunjukan daftar pesanan yang  pembeli tersebut pesan dan sudah sesuai dengan pesanannya, tetapi pembeli tersebut tidak mau makan pesanan nya tersebut karena tidak sesuai yang dipesannya menurut pengakuan pembeli tersebut bahwa dia memberikan catatan khusus pada pesanannya tersebut. Akhirnya pramusaji tersebut akan mengganti pesanannya dengan yang sesuai dengan yang diinginkan pembeli tersebut.

Saya tidak peduli dan tidak memperhatikan apa yang dipesan dan apa yang dikeluhkan oleh pembeli tersebut, yang saya perhatikan cara pembeli tersebut berkomunikasi dengan orang lain ditempat umum karena komunikasi pembeli tersebut akhirnya melibatkan banyak orang. Menyampaikan sebuah pesan tidak hanya pada pramusaji saja tetapi orang yang ada disekitarnya, dengan mengeluarkan suara keras saja pembeli tesebut ingin memperlihatkan bahwa dia adalah pembeli dan merasa raja memiliki citra diri serta ingin memperlihatkan kesebagian orang bahwa dia mempunyai otoritas terhadap pramusaji tersebut.

Sambil menyantap makanan yang sudah disajikan saya memperhatikan prilaku pembeli tersebut bagaimana dia bersikap dan berkomunikasi dengan rekan-reakannya. Dalam prilaku komunikasi satu meja dengan rekan-rekannya tersebut kebanyakan pembeli dan rekan-rekannya tersebut banyak menggunakan telepon pintarnya smartphone untuk melakukan video call dan melakukan selfy daripada memanfaatkan sebuah momen untuk bercengkrama satu sama lain secara normal. Bersolek dimuka umum tanpa ada rasa malu bahkan rasa risih dan sebelum makanan disantap seperti sebuah keharusan untuk diambil gambar nya terlebih dahulu dan melakukan selfy together.                     

Sekaliber pangeran  Harry pun mengatakan 'Selfies are bad, break out of the habit'   dalam berita yang saya kutip  dari Hindustan Times  "Britain's Prince Harry joked with  an enthusiastic crowd in Canberra,  Australia on Monday, telling a young fan that "selfies are bad".  He drew laughs when he urged the teen to break the habit of taking selfies and  just take a normal photograph.  The prince is on a four-week attachment to the Australian army  that will take him to the east, west and north coasts of the vast nation".

Cobalah mengikutsertakan suatu perasaan kedekatan tertentu terhadap seseorang sehingga segala sesuatu yang terjadi pada seseorang akan ikut mempengaruhi orang lain dan memiliki kemampuan untuk melihat suatu situasi dari sisi oranglain. Hal ini tidak harus menyetujui atau bahkan kita sama sekali tidak setuju tetapi tetap memahaminya dari cara pandang atau sudut pandang orang lain.     

Istilah anak muda sekarang adalah "Mainnya Kurang Jauh dan Kurang Malam"  bertemu banyak orang beda ras, suku dan agama agar kita dapat bersimpati  dan berempati bukan menghasilkan budaya apati, biar isi kepala tidak hanya itu-itu saja, karena hidup ini indah dan panjang sayang hanya untuk dihabisin disatu tempat saja. Perbanyak nonton Stand Up Comedy untuk belajar menertawakan dirisendiri serta belajar open minded.

Saya berikan pesan anekdot yang saya kutip dari buku "Mati Ketawa Cara Rusia" dengan pengantar Abdurahman Wahid untuk  pembeli-pembeli seperti diatas . "Seorang lelaki menyantap semangkuk sup seharga 30 kopek di sebuah restoran. Tiba-tiba, ia menyendok sebatang sekrup. Dengan berang ia memanggil koki kepala. "Coba katakan, apa ini?' katanya, seraya menunjukkan hasil temuannya. "Sekrup, tentu saja," jawab sang koki. "Mengapa sekrup ini ada di dalam sup saya, ha?" "Dengan 30 kopek. Anda tentu tidak bisa mengharapkan sebuah traktor di dalam sup Anda."  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun