Mohon tunggu...
Dhilal Ahmad
Dhilal Ahmad Mohon Tunggu... Buruh - Tidak Ada Keterangan

:)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Malaikat Menamparku

10 Juni 2019   22:19 Diperbarui: 11 Juni 2019   07:51 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo : by Zoroo (devianart.com)

"Bodoh.. Padahal mereka yang biasa dimesjid lah yang umumnya mengerti tata caranya, dan adakah yang sudi menggotong jenazahmu kelak? dan apakah teman - temanmu yang pemabuk yang jagoan itu akan mendoakan mu? Apa mereka akan ikut menyalatkanmu? Memandikan jenazahmu?" Makhluk itu memotong perkataan ku, lalu dia kembali menyuruhku melanjutkan.

"Ketika adzan berkumandang, aku tak pernah membaca doa setelahnya, bahkan aku seringkali kesal mendengarnya, kadang aku adalah sesungguhnya penjahat bagi para perempuan, ketika semua itu kulakukan aku tak pernah merenungi bagaimana jadinya jika orang tuaku mengetahuinya, aku tak takut dengan tuhan, aku membohongi diriku sendiri. Sembunyi - sembunyi membeli sebotol minuman dan meneguknya dengan bangga, setiap kali aku mabuk, aku merasa semua orang dapat aku ajak untuk berkelahi, dan ketika aku mabuk, aku rasa semua orang takut pada ku dan aku senang ketika melihat orang - orang seperti itu.

"Aku hanya berpuasa 4-5 kali setiap tahunnya, ketika malam takbir tiba, itulah puncak kemenangan bagi kemaksiatan, aku tak memperdulikan hukum tuhan, siksa kubur, siksa neraka dan aku tak malu pada Allah SWT yang telah memberiku hidup dan harta yang tak terhingga yang biasa ku perbelikan untuk membeli barang haram. Aku biasa berkumpul di pinggir jalan, berteriak, kadang kala aku berkelahi walau entah untuk apa, aku rasa itu sebuah kebanggaan tersendiri agar nantinya menjadi suatu afirmasi dari orang lain bahwa aku adalah jagoan, aku kuat, aku berani dan aku tukang mabuk, kadang aku mengotori tembok rumah milik orang. Yaallah ini gila.. aku benar - benar seperti itu, aku tak pernah merenungi kematianku kelak. "Tapi sebenarnya siapa kamu?" Tanyaku pada makhluk itu. "Apa kau ini malaikat? Apa aku akan benar - benar mati kali ini? ".

"Dan apa bedanya aku dengan binatang yang hanya memilih mengikuti kesenangan yang benar - benar tabu dengan mengesampingkan hukum - hukum agama, moral dan kesehatan". Ini gila, tapi sesungguhnya penyesalanku biasanya tak utuh, ini hanya selintas. Esok hari aku mungkin akan melakukan perbuatan bejat itu lagi.

Tunggu, mana makhluk tadi? Yaampun, dia kini lari ke arahku cepat sekali, bersama jubah hitamnya, wajahnya masih belum nampak jelas, dia menamparku sangat kencang, tiba - tiba gelap lagi, hanya tangan makhluk itu yang terlihat, dia menamparku lagi, mengangkat tongkatnya dan memukulkannya ke arah mata kananku. Sakit sekali, dengan keadaan yang tersiksa ini aku berpikir bahwa dia ini Izrail.

Dia menjambak rambutku dengan penuh amarah, aku harus segera menyebut nama Tuhanku, tapi tak bisa, lidahku seperti kelu. Sekujur tubuhku dingin, mungkin hanya tinggal leherku yang masih kurasa hangat, lalu setelah itu aku sedikit bisa membuka mulut, dan kini aku membukanya lebar, aku berteriak menyebut nama Tuhanku. "Ya Allah....." Aku berteriak, sangat keras, bersama tangisan yang juga deras, sebetulnya diriku tak seperti yang dalam mimpi itu, namun aku beberapa kali hampir saja terjerumus ke dalam lingkaran orang - orang semacam itu. Aku bangkit dari kasur tidurku dan kini aku benar - benar bangun dari kedua mimpi itu, Sesungguhnya ini bukan sekedar mimpi. Ini tamparan bagiku, mungkin boleh jadi Malaikat sedang menamparku lewat mimpi tadi. Entahlah..

Ini suatu peringatan bagiku yang masih saja bergelut dengan kefanaan. Padahal dibulan suci kemarin, Tuhan melimpahkan demikian banyak rahmat dan keberkahan. Ya Allah, aku harap mimpi tadi adalah tanda kasih dan sayang darimu. Aku menyesal, saat bulan suci sedang menjengukku , tak satupun hari aku pergunakan dengan sebaik mungkin.

Kedua tanganku ini memegang erat kepala yang sebelumnya kukira sudah lembek dan hancur disiksa gerombolan orang tadi, aku benar - benar tidak menyangka bahwa Allah masih memberikanku nyawa, memberiku nikmat hidup, memberi waktu untuk kedua orang tuaku, teman dan keindahan alam yang tak pernah ku rawat. Aku bersujud, memohon ampun.

Aku menggesek mata, duduk dan benar - benar tegang, jantungku berdebar kencang, dan sangat kencang, lagi - lagi air mataku lepas landas tak tertahan. Setidaknya, setelah ini, aku akan sadar dan teramat menyesal, sudah sekian lama Al-quran ku terbengkalai lusuh dan mendekam di dalam lemari kamar, sudah sekian banyak waktuku terbuang tanpa memikirkan bahwa masih teramat kecil amalan - amalan yang ku lakukan, dan sungguh, masih buram pahala yang ku genggam. Dan apa alasan tuhan untuk tidak menyiksa ku dalam kubur? atau dalam neraka-Nya?

Ya Allah, adakah aku masih jadi hambamu? Yallah, maafkan aku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun