Mohon tunggu...
Ida S
Ida S Mohon Tunggu... Administrasi - Joyful

Youtube: https://www.youtube.com/channel/UC_VcRcUxjRCthjILM9AmNAA/ my blog: https://agrace2011.blogspot.com/ https://mywishes09.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Percakapan Manusia dan Pohon Abadi

11 Juli 2019   22:28 Diperbarui: 12 Juli 2019   11:27 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wanita itu menatap pohon yang ada di depannya. Wajah wanita itu pucat dan matanya sendu. wanita itu menangis kencang dalam hatinya tapi ditahannya air matanya dengan nenggigit bibirnya.

"Pohon ajaib, andai aku punya kekuatan untuk dapat berdiri kokoh seperti pohonmu." Ucap wanita itu dalam hati.

Dia bisa mendengar seruan hati wanita yang ada dihadapannya.

Dari banyak manusia yang mengunjunginya, barulah wanita ini yang mengajaknya berdialog.

Banyak pengunjungnya yang mengunjunginya untuk berfoto selfie dengannya,  karena dia merupakan salah satu pohon tertua di dunia. 

Banyak pengunjung yang penasaran dengan bentuk dan rupa salah satu pohon tertua di dunia dengan melihatnya dan menyentuhnya secara langsung.

"Aku tidak secara instan untuk dapat tumbuh menjadi kokoh.'  Kataku melalui tiupan angin kencang yang menggoyangkan daun-daunku.

"Aku tahu butuh proses untuk dapat menjadi kokoh." Jawab wanita itu seakan dia mendengar ujarku tadi.

Akupun mengangguk tanda setuju dengan jawabannya.

Dan lagi-lagi, sepertinya wanita itu dapat melihat anggukanku.

Ia berujar kembali: "Tapi jika proses-proses itu berujung kepada kegagalan-kegagalan membuatku menjadi rapuh." Setitik air mata menetes jatuh dari matanya.

Aku hanya diam dan membiarkan wanita itu mengeluarkan uneg-uneg hatinya.

" Andaikan aku bisa abadi seperti pohonmu, mungkin aku punya banyak waktu untuk memperbaiki keadaan. Tapi aku manusia yang memiliki waktu terbatas. Aku manusia yang menuju layu."Wanita itu hening sejenak dalam hatinya.

"Kau begitu lama hidup di bumi, apakah kau merasa kesepian?  Ah, kau hanya sebuah pohon, pastilah kau tidak akan mengerti arti kesepian."  Kata wanita itu menjawab sendiri pertanyaannya.

"Aku tahu!" Seruku kencang.

"Sepi itu adalah ketika banyak orang menginginkanmu tapi tidak seorangpun yang cukup tangguh untuk memilikimu.

Sepi itu adalah ketika kau mengalami kegagalan-kegagalan tapi tidak ada seorangpun di sampingmu yang mendukungmu. 

Sepi itu ketika kau ingin berbagi cerita bahagia dan sedihmu tapi tidak seorangpun yang mendengarmu." Wanita itu menjelaskan panjang lebar tanpa menghiraukan jawabanku.

Aku diam sejenak bingung untuk menanggapi penjelasan wanita itu.

Akhirnya kuputuskan untuk bercerita tentang diriku.

"Maukah kau mendengar cerita tentang diriku?" Aku menatap wanita itu lekat.

Wanita itu diam dan hanya menatapku seakan dia setuju akan usulanku.

Akupun memulai cerita tentang diriku.

Sebagai sebuah pohon tua yang hidup kurang lebih seribu tahun di bumi, banyak peristiwa yang aku saksikan di bumi, bisa dikatakan aku menjadi saksi bisu untuk setiap eristiwa yang terjadi di bumi.

Tapi aku tidak tertarik untuk menceritakan peristiwa sejarah yang terjadi di bumi.  Aku hendak bercerita tentang diriku dan manusia.

Tak terhitung ribuan manusia atau bahkan mungkin jutaan manusia yang pernah aku lihat sepanjang hidup.  Ada manusia-manusia serakah yang membabat habis habitatku. Manusia- manusia serakah itu tidak lagi memikirkan bagaimana kelangsungan hidup habitatku. 

Kini habitatku hampir punah karena keserakahan-keserakahan manusia-manusia tersebut.  Hanya tinggal sedikit teman-temannku yang bisa bertahan hidup yang keberadaannya masih di hutan-hutan dan sebagian lagi ada di Taman Nasional sepertiku.

Habitatku memang nenghasilkan kayu yang awet dan kuat  seperti besi, dan  juga pohonku memiliki banyak manfaat dan sangat diminati masyarakat, sehingga kayu yang kami hasilkan  memiliki nilai jual yang tinggi.  

Sementara sulitnya pembudidayaan dan pertumbuhan pohon kami juga sangat lambat dan diperlukan kawasan khusus untuk penanaman pohon yang tumbuh dan lambatnya pertumbuhan  ditunjukkan dengan rata-rata pertumbuhan diameter pohon. Pertumbuhan itu rata-rata hanya 0,058 sentimeter (cm) per tahun.  Alasan-alasan itulah membuat manusia malas untuk membudidayakan pohon jenis kami. 

Manusia memang cenderung tidak sabar untuk menunggu dan cenderung ingin serba instan atau juga karena mereka tidak punya cukup waktu untuk melihat proses pertumbuhan kami yang lambat, 

Ya, memang bisa dimaklumi karena usia manusia terbatas tidak seperti kami yang abadi.

Manusia mungkin berharap menjadi abadi, tetap sehat dan berdiri kokoh dan tetap awet muda,  Bahkan untuk tetap terlihat muda dan bugar, klinik-klinik kecantikan menjamur dan menawarkan produk-produk untuk awet muda dan cantik.

Tapi tahukah kau menjadi abadi itu tidak seindah yang kalian manusia bayangkan.

Menjadi abadi itu berarti kesepian, ketika seangkatanmu sudah tiada dan habitatmu hampir punah, tapi kau masih tetap hidup.

Abadi itu banyak menyaksikan dan merasakan kegembiraan sekaligus kesedihan. Kesedihan ketika kau harus kehilangan keluarga dan teman-temanmu.

Aku masih ingat rasa sakit ketika kehilangan keluargaku dan teman-temanku. Karena penebang-penebang liar menebang keluargaku dan habitatku.  Aku bersedih sangat lama. 

Tapi ketika aku sedih ada burung-burung yang senantiasa hingga dipohonku selalu menghiburku. Tapi burung-burung itupun mati oleh para pemburu liar.

Jadi soal kesepian, aku lebih dulu mengetahui dan melewatinya.

Hidup dalam keabadian sudah menjadi kodrat habitat pohon jenisku. Aku harus menikmati kodratku. Jadi aku harus memilih apakah kebadianku menjadi sebuah kutukan atau berkat.

Dan aku memilih  diriku bermanfaat bagi manusia karena itulah  kodratku dan tujuanku sebagai sebuah pohon.

Bahkan ketika aku tiada pohonku tetap bermanfaat dan abadi dalam bentuk baru.

Wanita itu seperti terhanyut mendengar ceritaku.

"Tetaplah semangat temanku, sekalipun waktumu seakan terbatas tapi kau diciptakan untuk suatu tujuan mulia."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun