Mohon tunggu...
Moch IchwanPersada
Moch IchwanPersada Mohon Tunggu... Seniman - Sutradara/Produser Film/Pernah Bekerja sebagai Dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Produser film sejak tahun 2011. Sudah memproduseri 9 film panjang termasuk nomine Film Dokumenter Terbaik FFI 2012, Cerita Dari Tapal Batas. Menjadi sutradara sejak 2019 dan sudah menyutradarai 5 serial/miniseri dan 5 film pendek. Mendirikan rumah kreatif Indonesia Sinema Persada dan bergiat melakukan regenerasi pekerja film dengan fokus saat ini pada penulisan skenario.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Pembunuh Berdarah Dingin Tanpa Darah di Tangannya

10 Januari 2023   16:59 Diperbarui: 10 Januari 2023   17:07 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembunuh Berdarah Dingin Tanpa Darah di Tangannya

Tahun 2022. Saya mencoba menyaksikan serial "Dahmer" di Netflix. Dan saya berhenti menontonnya hanya setelah 10 menit durasinya berlangsung.

Sejak meledaknya kisah-kisah yang menyoal pembunuh berdarah dingin, baik dalam format film, serial, miniseri hingga dokumenter, selalu ada ekspektasi dari pembuatnya untuk menyajikannya sesensasional mungkin. Maka semakin banyak darah semakin baik. Semakin berjibun adegan kekerasan semakin menarik. Dan semakin banyak adegan kontroversial semakin potensial menjadi viral.

Dan "Dahmer" memenuhi semua syarat yang dibutuhkan itu. Darah, kekerasan hingga adegan homoseksual meluap sepanjang episodenya. Alih-alih membuat bergidik, saya malah menjadi muak. Dan akhirnya menghentikan niat saya untuk sekedar menyelesaikan episode pertama.

Tapi saya tak sendiri merasakan hal itu. Tobias Lindholm pun mengalami hal serupa. Selalu ada ekspektasi untuk menyajikan kisah soal pembunuh berdarah dingin itu berdasar formula yang sudah terbangun dalam imajinasi penonton. Tapi bukankah jika semuanya sudah formulaik sudah tak menyajikan kejutan lagi?

Sebagai pembuat film, saya pun mungkin akan menempuh cara yang dilakukan Tobias. Bagaimana menyajikan kisah tentang pembunuh berdarah dingin sebersih mungkin tanpa darah? Dan pendekatan inilah yang digunakannya di "The Good Nurse" yang bisa disaksikan di Netflix. Sebuah crime-thriller tanpa darah, tanpa kekerasan, juga tanpa adegan-adegan kontroversial. Dan tanpa semua itu, Tobias bisa melakukannya dengan brilyan.

"The Good Nurse" bersumber dari buku berjudul sama, The Good Nurse: A True Story of Medicine, Madness and Murder yang ditulis Charles Graeber. Setelah penangkapannya pada bulan Desember 2003, media langsung menjuluki Charlie Cullen sebagai Angel of Death [Malaikat Pencabut Nyawa]. Charlie tampak sangat berbeda dari kebanyakan pembunuh berdarah dingin, ia tak tampak sebagai penjahat maupun sebagai monster berwujud manusia. Ia hadir sebagai anak yang berbakti, suami dan ayah yang penyayang, sahabat dan perawat yang disukai. Namun dalam bertahun-tahun menjalani karirnya sebagai perawat, apa yang membuatnya bisa membunuh sekitar 400 pasien begitu saja?


Di tangan Eddie Redmayne yang brilyan, Charlie memang tak ubahnya seperti orang biasa. Ia bertemu dengan Amy Loughren yang bekerja di rumah sakit yang sama dan lantas masuk ke dalam kehidupan Amy dengan begitu mudahnya karena alasan sederhana: ia tulus berteman dengan Amy dan kepribadiannya membuatnya juga disenangi kedua anak perempuan Amy. Ia menjalani hidupnya biasa saja, tak neko-neko, tak tampak seperti orang yang kesepian atau punya riwayat kesehatan mental akut. Charlie tampak dan bersikap seperti kita.

Amy pun tak menyadari itu. Hingga kematian demi kematian terjadi di sekelilingnya. Ia sama sekali tak pernah menyadari bahwa kematian-kematian itu punya korelasi satu sama lain. Ia sama sekali tak menyadari bahwa kematian-kematian itu tak wajar. Dan terutama ia sama sekali tak menyadari bahwa Charlie melakukan sesuatu yang tak wajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun