Dan kita bisa berharap bahwa dengan campur tangan investor dari luar Jakarta maka film Indonesia pun tak melulu Jakarta/Jawasentris yang mulai dianggap membosankan oleh sebagian penonton.
Penonton film Indonesia juga butuh melihat film dari Bengkulu, dari Balikpapan, dari Mataram, dari Kendari atau dari Manokwari dengan cerita-cerita lokal mereka.
5. REGENERASI PEKERJA FILM TERJADI SECARA SEHAT
Melihat ledakan produksi film/serial/miniseri di Indonesia membuat kita semakin memahami pentingnya regenerasi pekerja di industri. Salah satu kendala yang sudah terjadi selama bertahun-tahun adalah kurangnya sekolah/lembaga pendidikan yang mengkhususkan diri pada penyiapan talenta-talenta pekerja film.
Karenanya perlu sebuah skema yang memberi lebih banyak kesempatan bagi generasi baru pekerja film. Bisa dimulai dari skema magang yang memang diarahkan sebagai "talent scouting" untuk melihat bibit-bibit baru yang bisa dibina dan diberdayakan.
6. PEMBINAAN KOMUNITAS PENONTON
Sebagian besar dari pelaku industri hanya sibuk memproduksi film tanpa memikirkan untuk melakukan pembinaan terhadap penontonnya. Dalam hal ini terutama untuk konsisten melakukan literasi atas film Indonesia berkualitas baik yang perlu didukung.
Kantong-kantong komunitas penonton film perlu diberdayakan dan dirawat karena mereka menjadi ujung tombak dari promosi film, utamanya film yang diproduksi bukan untuk tujuan komersial semata.Â
Jika kantong-kantong ini bisa dipelihara dan terus membesar, kita bisa berharap film-film jebolan festival juga bisa ditonton lebih dari 300 ribu penonton dan membuat investor lebih tertarik untuk memproduksi jenis film seperti ini.
7. KEBERPIHAKAN MEDIA KEPADA FILM INDONESIA