Mohon tunggu...
Ichsan
Ichsan Mohon Tunggu... Guru - Belajar menulis

menulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pemantik Api

6 Juli 2018   20:34 Diperbarui: 6 Juli 2018   20:39 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Seorang lelaki dan meja kayu di teras rumah. Dua kursinya. Mencecap bibir cangkir kopi pagi. Mengeja baris-baris puisi. Membagi kartu-kartu remi. Bermain sendiri, mengalahkan diri sendiri.

Lelaki dan seekor burung kakatua. Menirukan salam selamat pagi. Mengulang-ulang hapalan kata yang itu-itu lagi. Seperti membaca secarik koran pembungkus martabak. Menekan dada. Mengutuk detik-detik sunyi.

Lelaki dan perempuan berdada hangat. Mengelapi peluh penat asin keringat. Membentangkan semestanya untuk meludahkan geramang di ujung hari. Menikmati seporsi sepi.

Lelaki berikutnya, aku. Terjebak malam beku deru angin. Kehilangan pemantik api.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun