Mohon tunggu...
Mercy
Mercy Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu dua anak remaja, penggiat homeschooling, berlatarbelakang Sarjana Komunikasi, Sarjana Hukum dan wartawan

Pengalaman manis tapi pahit, ikutan Fit and Proper Test di DPR.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Saatnya Menantang Mas Menteri Nadiem Makarim

2 Juli 2020   06:30 Diperbarui: 2 Juli 2020   06:52 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dari WAG | dokpri

Singkatnya, Mas Menteri masih terbatas  wacana.  Jadi tidak heran jika Mas Menteri belum ada gregetnya menghadapi tantangan pendidikan di masa Covid-19. 

Sebutlah kacau balaunya kualitas penerapan Home Learning menjadi bukti  kalau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak siap. Semua ocehan tentang HOTS High Order Thinking Skills serasa angin sepoi-sepoi, tidak ada wujudnya.

Oke, kita bisa mencoba maklum, kalau pandemi covid-19 membuat penurunan kualitas dan kuantitas pendidikan formal Indonesia. Namun urusan PPDB Penerimaan Peserta Didik Baru seminggu  ini heboh di Jakarta, menjadi satu bukti lagi betapa bermasalahnya pendidikan. Bahwa keputusan Mas Menteri dan pelaksanaannya di tingkat  Dinas Pendidikan di DKI Jakarta menjadi problema tambahan dunia pendidikan (detik.com).

koleksi pribadi
koleksi pribadi
Para orangtua yang anak-anaknya tidak lolos seleksi PPDB SMP dan SMA Negeri di Jakarta pada 29 Juni 2020 lalu sampai menggeruduk Gedung Kemendikbud.  Sebelumnya,  ratusan orangtua sudah demo menyampaikan kekecewaannya kepada  Dinas Pendidikan DKI Jakarta. 

Selanjutnya mereka protes ke  Gubernur DKI Jakarta yang kebetulan bekas Mendikbud. Dan seperti sudah ditebak, Anies Baswedan tidak mampu menyelesaikan masalah warganya untuk mendapatkan pendidikan. Rumornya Anies Baswedan menasehati para orangtua, jika tidak dapat sekolah negeri,  jangan khawatir, masih banyak sekolah swasta untuk anak-anak Anda. Hmmmm, nasehat yang "tepat" tetapi malah  bikin marah orangtua pendemo.

Selanjutnya para orangtua mencari Mas Menteri untuk mendapat solusi, minimal mempertanyakan dan merevisi aturan seleksi siswa baru PPDB yang memprioritaskan siswa berumur tua daripada siswa berusia muda. Namun kemana ya Mas Menteri? Kok tidak mau menjumpai para orangtua siswa, yang sebenarnya adalah stakeholder pendidikan negeri ini.

Program Home learning ala Kemdikbud

Satu hal lagi yang sangat perlu dikritisi adalah program Home learning ala Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Walaupun tidak ada data yang terbuka, bisa kita hitung biaya untuk membayar  TVRI dan pembuat produksi berbagai acara Home learning Kemdikbud. yang sudah berjalan berhari-hari.

Jika biaya siaran dan produksi satu jam Rp100 juta,  bisa dihitung proyek ini sudah menelan milyaran bahkan puluhan milyar rupiah anggaran Kemdikbud. Sebenarnya tidak ada persoalan untuk dana, tetapi yang menjadi masalah adalah kualitas produksi  program Home Learning Kemdikbud tersebut.  

Pertanyaannya, apakah hasil siaran Home Learning yang dibayarin pajak rakyat lewat  APBN itu worth it?

Berapa sedikit  siswa dan guru sekolah formal dan pendidik lembaga nonformal (kesetaraan SD SMP dan SMA) yang  memanfaatkan program Home Learning buatan Kemdikbud?  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun