Mohon tunggu...
ibs
ibs Mohon Tunggu... Editor - ibs

Jika non-A maka A, maka A

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Pram yang Enggan Memaafkan Orde Baru

19 Agustus 2019   13:10 Diperbarui: 4 Mei 2021   13:18 3332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pramoedya Ananta Toer dituduh sebagai anggota PKI (Partai Komunis Indonesia). Benarkah? Sumber gambar Pinterest/Hilmi Musyaffa

"Gus Dur sendiri sowan kepada Soeharto. Itu mengecewakan. Rekonsiliasi bagaimana yang diinginkan? Kok, sepertinya gampang amat,” kata Pram saat diwawancarai Forum Keadilan (26/04/2000).

"Omong kosong saja rekonsiliasi. Lihat saja, pelarangan buku-buku saya. Memangnya negara bisa membuat naskah saya? Lantas, menaruh konsep rekonsiliasi dalam bentuk salaman begitu saja. Gampang amat!" katanya lagi.

Sastrawan Goenawan Mohamad (GM) pernah mencoba merayu Bung Pram–sapaan lain Pram–untuk memaafkan pemerintah.

Melalui tulisannya berjudul Surat Terbuka untuk Pramoedya Ananta Toer, GM mencoba menggambarkan bagaimana Nelson Mandela memaafkan rezim apartheid, rezim yang pernah memenjarakan Mandela puluhan tahun.

"(Nelson) Mandela bertahun-tahun di penjara, orang hitam Afrika Selatan bertahun-tahun ditindas, tapi kemudian ketika ia menang, ia membuktikan bahwa abad ke-20 tak sepenuhnya benar: manusia ternyata bisa untuk tak jadi penakluk. Ia menawarkan rekonsiliasi dengan bekas musuh. Ia tak membalikkan posisi dari si objek jadi sang subjek," tulis GM ketika itu.

Enam tahun kemudian setelah menerima surat dari GM, Pram menjawab dengan cara yang sama: Mengirim surat terbuka kepada GM dan ia beri judul Saya Bukan Nelson Mandela.

Di awal tulisan, penerima penghargaan Ramon Magsaysay Award 1995 ini dengan lantang dan tegas menjawab bahwa dirinya bukanlah seorang Nelson Mandela. Menurut Pram, GM keliru. Sebab, Indonesia bukan Afrika Selatan.

"Saya bukan Nelson Mandela. Dan Goenawan Mohamad keliru, Indonesia bukan Afrika Selatan. Dia berharap saya menerima permintaan maaf yang diungkapkan Presiden Abdurrahman Wahid (Tempo, 9 April 2000), seperti Mandela memaafkan rezim kulit putih yang telah menindas bangsanya, bahkan memenjarakannya. Saya sangat menghormati Mandela. Tapi saya bukan dia, dan tidak ingin menjadi dia.

Di Afrika Selatan penindasan dan diskriminasi dilakukan oleh kulit putih terhadap kulit hitam. Putih melawan hitam, seperti Belanda melawan Indonesia. Mudah.

Apa yang terjadi di Indonesia tidak sesederhana itu: kulit cokelat menindas kulit cokelat. Lebih dari itu, saya menganggap permintaan maaf Gus Dur dan idenya tentang rekonsiliasi cuma basa-basi. Dan gampang amat meminta maaf setelah semua yang terjadi itu. Saya tidak memerlukan basa-basi.

… Saya tidak mudah memaafkan orang karena sudah terlampau pahit menjadi orang Indonesia," tulisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun