Agama seringkali digunakan sebagai percikan api yang membakar semangat juang para pelaku radikalisme, dengan berlandaskan pemahaman tentang jihat maka orang-orang yang mudah terpengaruh dengan iming-iming buah dari jihar tersebut.  Dengan meyakini bahwa agama yang kita peluk merupakan kebenaran yang absolut, bukan berarti kita sendiri sebagai pemilik kebenaran. Kita sebagai manusia yang layaknya tidak luput dari dosa maka tidak sepentasnya kita merampas hak Absolut-Nya. Karna kita hanya memiliki kebenaran yang relatif terhadap ciptaannya. Pemimpin agama harus mebawarkan tema-tema moral dan konsolidasi spiritual agar terciptanya sebuah perubahan dan menekan terjadinya radikalisme.
Sederhananya untuk menangkal radikalime maka perlu adanya rasa ikut memiliki atau "handarbeni" dalam tiap-tiap individu, hal ini perlu dilakukan karna penyadaran tentang pentingnya keberagaman merupakan hal yang urgen bagi generasi saat ini dan  generasi yang akan datang. Kini kita Perlu menghidupkan kembali peran kritis terhadap Agama. Seperti dalam sosiologi, agama bukan saja berfungsi sebagai legitimasi, tetapi juga berfungsi kontrol secara kritis. Oleh karna itu pemimpin agama harus mebawakan tema-tema moral dan konsolidasi spiritual agar terciptanya sebuah perubahan dan mencegah masuknya paham-paham radikal.