Mohon tunggu...
Muhammad Syamsuddin
Muhammad Syamsuddin Mohon Tunggu... -

Sedang belajar membaca ide dan menuliskannya.\r\n|| \r\nSumber gambar: http://en.wikipedia.org/wiki/Shams_Tabrizi

Selanjutnya

Tutup

Catatan

[Seri Islam #15]: Menyiasati Kenikmatan Hidup

7 Juli 2014   20:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:08 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyiasati kenikmatan hidup

Secara naluriah sewajarnya seseorang akan berusaha mengatasi masalah kehidupan yang dihadapinya. Contohnya masalah keuangan, kesehatan, pekerjaan dsb. Masalah tersebut sangat menyita waktu, pikiran, emosi, dana dan energinya sehingga membuat hidupnya terasa tidak nyaman.

Bila masalah tersebut kelak sudah bisa teratasi baru ia bisa mulai merasa nyaman. Ia dengan lega bisa menikmati perjalanan hidupnya. Namun bila tahap ini sudah bisa dicapai maka sebetulnya ada lagi tugas berikutnya yang harus ia lakukan: ia harus mensyukuri karunia yang telah diperoleh dari Allah. Kalau itu tidak dilakukannya maka ia mempunyai potensi bisa jatuh ke dalam kesulitan hidup yang lebih dalam.

Kenikmatan hidup memang boleh saja dikejar. Seberapa jauh? Sejauh kita bisa mensyukurinya. Lebih dari itu akan berbahaya; malah bisa lebih berbahaya dari pada dosa.

Pada tahap inilah nabi Muhammad saw berwanti-wanti terhadap kenikmatan hidup yang telah dicapai seseorang. Ternyata nabi sangat mengkhawatirkan seseorang yang telah mencapai tahap bisa menikmati hidupnya. Nabi mengkhawatirkan ia kurang bersyukur. Kenikmatan hidup yang kita capai bisa menjadi sumber malapetaka manakala kenikmatan tersebut kurang disyukuri. Bahkan kenikmatan hidup lebih dikhawatirkan oleh nabi dari pada dosa. Inilah hadis yang menyatakan hal itu:

~  "Kenikmatan lebih aku khawatirkan atas kalian dari pada dosa, karena kenikmatan yang tidak disyukuri merupakan petaka menghancurkan" [Payande (2011), halaman 501, Hadis #2195].

Ekspresi rasa syukur yang seperti apa yang seharusnya kita ungkapkan? Rasa syukur yang ditandai dengan aktifitas sehari-hari yang memperlihatkan komponen pengagungan kepada Allah sampai akhir hayatnya.

~  "Jika Rasulullah Saw shalat, beliau berdiri (lama sekali) sampai kedua kaki beliau bengkak. Aisyah ra. bertanya: Wahai Rasulullah, kenapa engkau berbuat seperti ini padahal dosamu yang terdahulu dan yang akan datang telah diampuni? Beliau menjawab: Wahai Aisyah, apakah aku tidak boleh menjadi seorang hamba yang bersyukur?" (HR. Muslim)

Hadis ini memperlihatkan bahwa cara nabi Muhammad saw mengekspresikan rasa syukurnya sepadan dengan apa yang telah diajarkan oleh Al-Qur'an; keseharian kehidupan beliau memperlihatkan upaya pengangungan kepada Allah terus menerus sampai akhir hayatnya.

~ "..... dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (Al-Baqarah: 185)

Inilah ekspresi rasa syukur yang dicontohkan nabi. Janganlah diidentikan ekspresi rasa syukur yang seperti ini dengan acara syukuran yang hanya terjadi secara eksidental (sesekali) saja. Bukti rasa syukur seseorang tidak tercermin pada acara syukuran yang diselenggarakannya melainkan pada perilakunya sehari-hari yang senantiasa merujuk pada upaya pengangungan kepad Allah swt. Wallahu'alam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun