Mohon tunggu...
ian sancin
ian sancin Mohon Tunggu... Seniman

Penulis Novel Sejarah Yin Galema.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menggalorkan Kota Karang dan Kota Tanah Cerucok

9 Juni 2025   12:50 Diperbarui: 9 Juni 2025   22:42 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kota Karang  Tanjong Aik Simba. didirikan Kiahi Agus Usman, selanjutnya; Kiahi Agus Hatam, Kapten de la Motte, Tjengkaw (foto Yanto)

Ketika pembangunan bakal istana baru pada tahap penggalian bandar-bandar tanah di pinggiran sungai sebagai pondasi benteng yang bakal ditata dengan batu karang, terjadilah peristiwa tragis yaitu tewasnya sang Ramonda (ayah) dari Ki Agus Hatam.

Tewasnya Kiahi Agus Usman terjadi di tahun 1785, pada pertempuran laut Kalamoa (Pulau Kalimuak di muara Sungai Cerucok). Pertempuran tersebut antara pasukan yang dipimpin Depati Kiahi Agus Usman dengan pasukan yang dipimpin Syaid Ali dari Siak. Jasad Kiahi Agus Usman diberitakan hilang di laut saat mengejar pasukan musuh hingga ke laut Sambas.

Setelah dirasakan cukup upaya pencarian jasad Kiahi Agus Usman dinyatakan mangkat hilang di laut maka Ki Agus Hatam bertakhta menjadi Depati Cakraningrat VII. Dan Kota Karang di Aik Lembong yang sedang dibangun buat istananya itu ditinggalkannya. Ia mesti bertakhta di Kota Karang Tanjung Simba Gunong Kenupuk.

Untuk tambang timah yang dikerjakan oleh orang Lingga ditutup. Setelah sekian lama Kiahi Agus Hatam memerintah, beliau membuka kembali tambang namun tak lagi dikerjaka oleh orang Lingga tapi oleh orang orang China didatangkan dari Singapura itu, beliau juga memperistri seorang China beranama Nilamsu, alias Ansue Nila (dikenal sebagai Bunda Suri dengan gelar Dayang Kuning)

Nantinya, di masa pemerintahan Cakraningrat VIII Depati Kiahi Agus Rahad (anak dari Kiahi Agus Hatam) maka untuk penghormatan terhadap Kiahi Agus Hatam alias sang Ramonda maka ketika beliau wafat dimakamkan di tempat rencana pembuatan istananya itu. Tempat pemakaman itu dijenangkan oleh Kiahi Agus Rahad. Di kemudian waktu lokasi pemakaman tersebut disebut Kota Tanah (Kute Tana) kota yang belum terbangun utuh masih berupa galian tanah. Juga di kemudian waktu ketika Dayang Kuning (salah seorang istri Ki Agus Hatam, beliau juga dimakamkan di situ, dikenal penduduk sebagai nisan makam yang tak menyentuh tanah karena beliau seorang mukhalaf juga memiliki ilmu kabatinan).

Kota Karang di Tanjung Siemba gunong Kenupuk dibawah pemerintahan Kiahi Agus Hatam berkibar. Di masa beliau wilayah Hindia Belanda jatuh ke tangan Inggris. Hanya saja Inggris tak berani masuk ke Kota Karang karean sang raja banyak memiliki pasukan dari para lanun atau bajak laut. Kapal kapal milik Eropa sering dirampok dikandaskan bahkan ditenggelamkan. Pada masa ini juga hubungkan Kiahi Agus Hatam dengan Raden Keling (penguasa Toboali) sangat baik. Raden Keling dari keluarga Sultan Badaruddin Palembang, beliau terkenal sebagai pembuat Meriam, dan bahan besinya sebagian berasal dari pasokan Kiahi Agus Hatam.

Ketika perlawan Raden Keling terhadap Inggris di Toboali, seorang inspektur tambang bernama Brown dibunuhnya hingga beliau dikejar hingga  menghindar ke Belitung dan sementara itu Kiahi Agus Hatam pun "menguras" isi dan awak kapal Abercrombie milik Inggris yang dirompak para bajak laut.

Dari dua peristiwa itu Inggris memiliki alasan untuk menyerang ke Kota Karang Belitong. Tapi tak semudah yang diinginkan oleh Inggris hingga inggris kemudian menggunakan pasukan yang dipimpin oleh Raja Akil yang oleh orang Belitong dikenal dengan sebutan Tengku Akil yang berasal dari Siak.

Raja Akil bebearapa kali menyerang tapi dapat dipatahkan oleh pasukan Kiahi Agus Hatam hingga kemudian Raja Akil mesti membuat pusat pertahanan penyerangan dari daratan, dan pertahanan itu ada di Sijok (utara Belitong). Siasat penyerangan dari daratan dilakukan ketika kepastian jalannya masuk ke Kota Karang didapatkan.

Tahun 1815 Kota Karang, di subuh buta, dibumihanguskan oleh Raja Akil. Sisa pasukan kecil dari Panglima Luso dan Raden Keling dapat menyelamatkan anak anak Kiahi Hatam. Perlawanan tak terhenti sampai di situ. Karena Panglima Luso mesti merebut kepala Kiahi Agus Hatam yang di tangan Raja Akil (bukti keberhasilan Raja Akil untuk Inggris) usaha perebutan itu dibantu pasukan dari Belantu dan Badau. Perlawan terjadi hingga Tengku Akil dan pasukannya hengkang dari Belitung.

Pada masa pemerintahan Kiahi Agus Rahad alias Cakraningrat VIII, Kota Karang yang sudah dibumihanguskan itu tak lagi ditempati oleh sang Raja. Kiahi Agus Rahad lebih memilih bertakhta di Tanjong Gunong, wilayah yang ada di muara Sungai Cerucok yang berdampingan dengan Kampong Ume atau Kampong Raje yang sudah ada sejak 1755 itu. Pemilihan tempat itu sebenarnya menyalahi adat (aturan tradisi) sebab seorang keluarga yang lebih muda tak boleh membuat tempat tinggal di depan orang tua atai keluarga tua. Namun pilihan keamanan lebih jadi pertimbangan. Mjusuh yang datang dari laut akan lebih mudah dipantau. Karena itu pilihan Tanjong Gonung yang memang memiliki bukit cukup tinggi itu menjadi pilihan terbaik (hutan bukit itu juga yang melindungi dirinya dari kejaran pasukan Raja Akil)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun