Ume adalah ladang padi tegalan. Tanah ume memang diperuntukan berladang bagi penduduk Belitong. Tanah adat ini diizin oleh penguasa negeri atau wilayah dengan aturan tradisi yang sudah berlaku, dan semua tanah tanah di daratan Belitong secara adat dilindungi dan diawasi oleh Dukon Kampong. Karena itu setiap penduduk yang ingin berladang atau berume di wilayah milik penguasa mana pun mestilah betare pada dukun dengan aturan (adat) yang berlaku. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tanah ume akan menjadi ume lagi atau berubah fungsinya tergantung kondisi yang diinginkan oleh penggarapknya. Tak sedikit ume yang kemudian menjadi kelekak atau malah menjadi pemukiman, kemudian pemukiman itu menjadi berubah sebutan dari "Kampong Ume". Â
Ada juga di kemudian waktu dari bekas ume menjadi pemukiman bernama "Kampong Raje". Kampong Raje awalnya adalah bekas ume yang dimukimi oleh salah satu keluarga Raja Belitong  turunan ke 5 yaitu dari Depati Cakraningrat Ki Agus Abudin dan para laskarnya. Itu berawal ketika dalam perang tanding (begaris tana) Ki Agus Abudin dikalahkan oleh adiknya Ki Agus Usman. Ki Agus Abudin mesti diasingkan ke Palembang dan keluarga dan pengikut yang ditinggalkan menempati tanah bekas ume tersebut. Generasi sekarang tak mengenal Sejarah Kampong Raje maka sudah jarang disebut oleh khalayak, pusat letaknya adalah masjid Ar Mabrur Tanjungpandan, Kabupaten Belitung.
       T a n a h  A d a t  K u b o k
Kubok artinya tempat berdiam; ngubok artinya berdiam, bekubok artinya tinggal berdiam tidak berpindah pindah. Tanah adat Kubok biasanya bermula dari sebuah ume atau ladang yang diusahakan hanya oleh satu keluarga saja. Biasanya pemimpin keluarga tersebut adalah seorang yang memiliki ilmu atau seorang pandai, maka selain menjadi pemimpin dia juga yang menjadi "dukon Kampongnya". Itu sebabnya nama kubok atau tempat pemukiman tersebut dinamai dengan nama pemimpin kubok itu, misalnya Kubok Kik Mahar, Kubok Kik Rejab, Kobok Kik Duwan, dan berbagai kubok lainnya. Â
Munculnya kubok kubok ini bermula dari seorang pandai atau berilmu yang tak mau terusik atau mengusik orang lain maka dia mencari tempat tinggal sendiri beserta keluarganya. Perlu diketahui bahwa tiap orang orang sakti atau orang orang pandai atau dukun dukun sakti di Belitong, dalam keilmuannya ia memiliki aliran tersediri, misalnya aliran setera guru dan aliran malaikat. Meski berbeda dua lairan itu tak pernah berseteru.
Tanah adat Kubok memiliki aturan tidak boleh didiami oleh orang yang bukan dari keluarga si pembuat kubok. Namun lambat laun kubok menjadi meluas dan setiap kubok selalu terhubung dengan kubok lainnya hingga kemudian menjadi perkampungan dengan segala aturan adat yang berlaku.
 Ketika kubok menjadi kampong maka aliran  kesaktian  atau ajaran dari para leluhur atau pendiri kubok itu tetaplah dipertahankan oleh dukon kampong meski ada beberapa aliran. Maka Ketika adanya ritual adat selamatan kampong atau maras taon (selamatan atau pesta raya usai panen padi) kedua aliran dukon kampong yang berbeda itu saling bergiliran melakukan acara ritualnya guna untuk keselamatan penduduk di satu kampong itu.
      Â
T a n a h  A d at  P a r o n g
Parong adalah seorang kepala keluarga yang menguasai wilayah sungai tempat penyeberangan. Sungai besar di Pulau Belitong antara lain yang pernah ada parongnya seperti Sungai Kubu, Sungai Lenggang, Sungai Cerucok, Sungai lintang, Sungai Manggar dan lain sebagainya.
Parong berasal dari kata "ngarong" atau pengarong, atau pengarung (bahasa lokal Belitong pada huruf  vocal U dibaca O) Parong adalah seorang yang bertugas pengarongkan orang yang melintas sungai, orang orang bisa diarungkan dengan rakit, perahu atau alat penyeberangan lainnya. Di kemudian waktu Ketika titian kayu penyeberangan dibuat maka tugas Parong hanya mengawasi para penyeberang atau pelintas sungai.