Mohon tunggu...
Ian Kassa
Ian Kassa Mohon Tunggu... Freelancer - Merdeka dalam berpikir.

Percaya bahwa tak ada eksistensi tanpa perbedaan. Serta percaya pada proses, bukan pada mitos.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kenapa Menulis Itu Istimewa?

21 Oktober 2018   01:13 Diperbarui: 21 Oktober 2018   01:22 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Nada berbicaranya meledak-ledak, nampak riang dan asik. Itulah Pak Firmansyah Lafiri. Mantan  kepala redaksi Harian Amanah ini sengaja didatangkan oleh Ustadz Irfan untuk menjadi pemateri di forum Syabab Ngopi.

Jika sebelumnya Ustadz Sholeh mengulas manhaj Sistematika Wahyu, maka tadi malam Pak Firman memberikan wejangan mengenai keharusan menulis. Dalam interpretasi yang saya bangun, kehadiran Pak Firman menyiratkan kesan bahwa menulis itu istimewah. Kenapa?

Layaknya sabda Pramoedya Ananta Toer, "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

Mungkin quote Pram tersebut sudah sering kita lihat, baca atau pun dengar. Sayangnya, ungkapan bijak sarat makna seperti itu lebih sering tidak terserap sebagai objek renungan.

Oleh karena itu, sebagaimana yang dituturkan Pak Firman, "kemampuan menulis itu ada. Kita semua bisa menulis. Tetapi, yang kurang adalah motivasinya." Kurang lebih begitulah yang disampaikan Pak Firman.

Soal motivasi ini, izinkan saya untuk mengajak teman-teman berpikir dan merenung.

Sobat, tahukah kamu tentang sebuah buku dengan judul "The Milestones"? Buku ini merupakan salah satu karya dari seorang Sayyid Qutb. Secara kasat mata buku ini biasa-biasa saja, tapi pemikiran yang tertuang di dalamnya menghasilkan efek pengaruh yang luar biasa.

Gerakan-gerakan revivalisme Islam cukup banyak terpengaruh dari buku The Milestones. Beberapa yang bisa kita sebut di antaranya seperti Ihwanul Muslimin, Hizbut Tahrir hingga ke tingkat yang lebih ekstrim misalnya gerakan terorisme Al-Qaidah.

Artinya bahwa, tulisan, dalam bentuk apa pun itu, sejatinya ia merupakan proses kreatif. Tulisan adalah produk inteltualisme yang jika diramu dengan baik bisa memberikan pengaruh yang besar. Itulah kenapa menulis sangat istimewah.

Kita lihat contoh yang lain. Misalnya, novel tetralogi "Laskar Pelangi" milik Andrea Hirata. Novel ini telah diterjemahkan ke dalam 18 bahasa, film dibuat dan menjadi tontonan wajib di beberapa negara maju, serta pernah menjadi referensi kajian World Literature di beberapa universitas di Filipina.

Apa yang bisa kita pelajari dari seorang Andrea Hirata yang sukses dengan Tetralogi Laskar Pelanginya? Sama dengan The Milestone milik Sayyid Qutb, yakni pengaruh. Melalui tulisannya yang berbentuk novel, Andrea Hirata mempengaruhi dunia akan pentingnya pendidikan untuk masa depan anak-anak.

Menghasilkan tulisan yang baik dan sangat "renyah" dibaca memang tidaklah mudah. Butuh proses. Dalam proses itu akan ada kritik, saran, nasehat dan motivasi-demi motivasi. Hal yang seperti itu wajar-wajar saja. Yang tak wajar itu, ketika ada seseorang yang mengaku sebagai aktivis pergerakan, tetapi tidak suka membaca dan menulis.

Menulis itu istimewah karena kita sedang bekerja untuk keabadian. Menulis itu istimewah karena dengan tulisan kita akan menebarkan pengaruh.

Salam dari saya yang masih belajar. Tetap semangat, dan mari bersulang kopi.

*) Catatan: Tulisan ini merupakan bentuk refleksi dari hasil diskusi bersama Pak Firmansyah Lafiri. Pada tanggal, 20 Oktober 2018, Makassar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun