Sebagai orang yang pernah gagal menikah dan nangis sambil meratapi hati yang patah, saya bukan anti inovasi dakwah.
Kreativitas dalam menyampaikan pesan agama tetap penting, apalagi di era generasi colokan yang cepat bosan.
Alih-alih fokus pada viral marketing KUA, mungkin lebih bijak kalau energi itu dipakai untuk memperkuat isi bimbingan pranikah: konseling psikologi, literasi finansial, teknik komunikasi, dan kesiapan mental menghadapi perubahan peran setelah ijab sah.
Karena hafalan “berpasangan, janji kokoh,” nggak banyak membantu saat realitas rumah tangga datang membawa tagihan, tekanan, dan campur tangan mertua yang muncul tanpa aba-aba.
Kompasianer Enny Ratnawati A bilang, Tepuk Sakinah bisa relevan, bisa nggak. Saya sepakat, meski dalam hidup, nggak semua yang serentak itu kompak.
Ada kalanya yang paling sakinah justru datang saat kita berhenti menepuk dan mulai mendengar.
Jadi, buat Kompasianer yang sudah terlanjur hafal liriknya, ingat gerakannya, santai aja.
Sambil tetap ingat, rumah tangga bukan hanya soal hafalan, tapi juga tentang dua orang yang masih mau tepuk jidat bareng tanpa saling menyalahkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI