Mohon tunggu...
Anshor Kombor
Anshor Kombor Mohon Tunggu... Orang biasa yang terus belajar

Menulis menulis dan menulis hehehe...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

3 Hal Membingungkan dalam Gugatan Hasil Pilpres

20 Agustus 2014   04:25 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:05 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila menyimak pemberitaan tentang proses sidang gugatan hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi sampai hari ini, saya kerap dirundung khawatir, jangan-jangan akan membikin lebih cepat menua. Gara-gara sering mengernyitkan dahi hingga menyisakan semakin banyak kerutan lantaran habis pikir. Apa sebenarnya yang dipersoalkan terutama oleh kubu Pak Wo-Ta (Prabowo-Hatta)? Lebih-lebih, mengingat dalih yang selalu lantang diteriakkan tentang (baru dugaan) kecurangan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) oleh KPU selaku penyelenggara pemilu.

Persidangan itu mengesankan sejumlah hal yang membingungkan. Utamanya berbagai alasan yang diutarakan oleh pihak (kuasa hukum dan pendukung) pemohon semisal setiap diberitakan di televisi. Semakin mendekati hari pengambilan keputusan, fenomena yang mencuat kian bikin orang bingung. Sekurangnya saya menangkap tiga hal yang membuat bingung.

Prolog sengketa yang membingungkan. Tentu kita masih ingat ketika Pak Wo menyatakan sikap menolak pada detik-detik KPU mengumumkan rekapitulasi hasil Pilpres 22 Juli kemarin. Publik tentu langsung melongo dengan tindakan capres nomor satu itu. Belum lama berselang, penolakannya lantas seakan diralat sekenanya. Masyarakat pun semakin garuk-garuk kepala tak mengerti.

Dalih hukum kubu pemohon yang membingungkan. Selama pelan-pelan mengikuti sidang MK dan acara dialog setelahnya, para kuasa hukum Pak Wo terkesan acap memakai sudut pandang hukum (acara) pidana atas gugatannya ke MK. Memang, beberapa perkara dalam sengketa hasil pemilu, memungkinkan temuan pelanggaran yang bersifat pidana.

Tapi, bukan berarti kemudian demikian secara keseluruhan. Lebih-lebih tak sedikit kalangan yang kompeten menyatakan tidak gampang untuk membuktikan tudingan kecurangan TSM kepada KPU. Justru kebanyakan hal yang digugat sifatnya hanya administratif, teknis, kebijakan dan sebagainya.

Tudingan pelanggaran hukum atas pembongkaran kotak suara. Salah satu hal yang dipersoalkan oleh kubu Pak Wo, yakni ketika KPU membuka kotak suara yang disebut sebelum ada izin Mahkamah. Kesannya, surat suara tersebut diklaim salah satu bukti penting (milik pemohon saja) berdalih terhitung bukti yang menjadi sengketa. Jika begitu, apa bukti yang seharusnya dimiliki KPU selaku penyelenggara Pilpres yang mengharuskan adanya surat suara itu sendiri?

Saya pun jadi bertanya-tanya, ketika pihak Pak Wo begitu pula KPU dan Pak Wi-JK berkesempatan mengajukan sejumlah saksi ahli. Itu usai saya termasuk sampean menyaksikan kesaksian para saksi kubu capres nomor satu yang sebelumnya bukan hanya menggelikan, tapi juga telah membuat ruang MK yang selama ini dianggap "sakral" menjadi tak lebih panggung dagelan yang penuh kekonyolan. Misalnya, ketika saksi Novela bersaksi di ruang sidang.

Kalau peran saksi ahli seperti dalam persidangan sengketa hasil Pilpres kali ini, bukan malah kian menguatkan subjektifitas? Apa para saksi ahli bukan dihadirkan seizin Mahkamah guna dimintai pendapat mengenai perkara secara netral, sehingga menjadi lebih terang-benderang sebatas demi kebenaran dan keadilan yang hendak dicapai, tanpa berpihak pada pihak-pihak yang sedang berperkara apalagi mewakilinya? Barangkali karena itu pula, kesaksian saksi ahli sekaliber Om Yusril Ihza Mahendra sekadar bernada normatif.

Masalah-masalah itu sungguh kerap mengusik benak dalam beberapa hari terakhir. Lalu, terlepas siapa yang akan menang atau kalah atas keputusan MK terkait sengketa Pilpres nanti, bisakah gugatan PHPU yang kita cermati sejauh ini tersebut, dimaknai demi kepentingan rakyat (sebagaimana pula sering didengungkan jajaran penggugat) dan tambahan pendidikan berdemokrasi yang kian menggembirakan? Seperti apa pula akhir lakon tudingan kecurangan TSM yang membuat gatal kepala layaknya tengah kena alergi dan harus minum CTM? Bagaimana dengan sampean?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun