Setelah hati dan jiwa diisi dengan lantunan doa, tiba saatnya tuan rumah menjamu para undangan. Jamuan ini bukan sekadar mengisi perut, melainkan simbol keramahan dan rasa terima kasih keluarga kepada kami yang telah hadir mendoakan.Â
Menu yang disajikan sederhana namun penuh makna : nasi putih hangat, ditemani lauk ayam yang lezat, dan dihangatkan oleh teh manis. Semuanya terasa nikmat, bukan karena kemewahan, tetapi karena disajikan dalam suasana penuh berkah.Â
Sebagai penutup yang menyegarkan, ada iris-irisan semangka sebagai cuci mulut. Semangka merah nan segar ini seolah mewakili harapan akan masa depan yang cerah dan ketenangan.Â
Manyaratus ini, lebih dari sebuah tradisi, adalah perwujudan kasih sayang yang melintasi batas kehidupan dan kematian. Ini adalah pengingat kolektif bahwa kita semua adalah musafir di dunia.Â
Doa-doa yang kami panjatkan hari ini adalah bekal terbaik. Bukan harta benda, bukan pula jabatan, melainkan pahala dan ampunan yang kami kirimkan.Â
Harapan terbesar kami semua, para tetangga dan kerabat yang hadir, adalah agar Almarhum Ardiansyah bin Bahtiar mendapatkan kelapangan di alam barzah. Agar segala amal baiknya diterima, segala khilafnya diampuni, dan mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya.Â
Mengakhiri hari Jumat yang suci ini, saya pulang dengan hati yang lebih damai. Sepuluh meter perjalanan kembali terasa lebih sunyi, namun penuh dengan pemahaman baru.Â
Kematian adalah nasihat terbaik. Dan cinta, diwujudkan dalam doa, adalah warisan paling abadi yang bisa kita berikan. Semoga Almarhum Ardiansyah tenang dalam rahmat-Nya. Al-Fatihah. (ahu)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI