Mohon tunggu...
Rio Estetika
Rio Estetika Mohon Tunggu... Freelancer - Dengan menulis maka aku Ada

Freelancer, Teacher, Content Writer. Instagram @rioestetika

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Indonesia Cantik tapi Tak Menawan

17 November 2019   14:35 Diperbarui: 17 November 2019   15:33 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: merdeka.com

Kok bisa begitu? Ya ini menjadi pertanyaan. Banyak sebab dan faktor yang mempengaruhi. Kalau foktor-faktor itu saya paparkan sedetail-detailnya, nanti akan ada hati yang tersakiti mirip lagunya teteh Rossa itu. Saya paparkan subtantifnya saja. Pertama, politik pendidikan. Ini masalah sedari dulu, orang-orang yang mengurusi birokrasi pendidikan bukan orang yang berlatar belakang keahlian bidang pendidikan, atau orang yang mendesain kurikulum dipegang oleh yang tidak pernah mengajar sekalipun. Kan konyol, Sistem menjadi tidak ideal karena adanya deal-deal politik ala transaksional dan KKN. 

Kedua, idealisme guru. Manusia itu sulit untuk berubah, maka ketika guru yang merupakan manusia dituntut berubah menyesuaikan sistem yang baru tidak serta merta berubah. Apalagi perubahan yang dilakukan itu adalah hal yang fundamental. Misal. media pembelajaran yang asal mulanya board-spidol dituntut ke web-besed learning, maka semua itu menimbulkan shock and stress.

Guru mengalami tekanan, susah move on dan mencari kambing hitam atas ketidakcakapannya dengan sistem yang baru. Mereka bukannya tidak mau belajar, tetapi beban kebutuhan ekonomi yang harus terseok-seok dalam pemenuhannya. Bayangkan, gaji guru kecil,  biaya sekolah anak, istri belanja online terus, sumbangan nikahan, belum lagi pengawas galak, tuntutan pemerintah tinggi setinggi bintang di langit. Kan repot. Lah sekarang disuruh mengenal dan membuat pembelajaran digital, padahal menghidupkan laptop saja keluar keringat dingin.

Ketiga, wes embuhlah. Atau ya sudahlah, seperti yang sudah saya katakan kalo dilanjutkan akan ada hati yang tersakiti. Sebagai guru pun saya juga tersinggung. Tapi tak apalah ini sebagai auto kritik pribadi saya, cukup dua kritikan sudah membuat gerah banyak orang. Kalau dilanjutkan tiga, empat, atau bahkan lima. Bisa mbrebes mili air mata ini. Wes embuhlah, kritik tak sesedap ayam geprek. Pedasnya beda, yang satu pedas level gobyos yang mantap dimulut tapi nggak enak diperut, yang satu enak ditulisan nggak enak di hati seseorang. Hayo siapa?

Semoga berguna!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun