Mohon tunggu...
Huldi Amal
Huldi Amal Mohon Tunggu... -

kerap menulis tapi tak terlalu rutin. kadang puisi dan sesekali menulis hal yang tak penting.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tamparan Sang Raja Hakim

4 Oktober 2013   01:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:01 1
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

wartawan bertanya pada sang raja hakim itu perihal kata-katanya tempo hari. "koruptor itu pantas dipotong jarinya. biar jadi efek jera". itu kata-katanya sendiri soal korupsi dan efek jera pada pelaku korupsi. ketika itu publik memujanya. banyak yang menggantungkan keadilan konstitusi pada palu di tangannya.
begitulah dulu. ketika ia bicara soal korupsi dan efek jera, publik bersetuju, bersorak, dan bertepuktangan menyambut ide radikalnya. kini, semuanya berubah 2 X 360 derajat. pakaian kebesarannya telah sobek. palu yang dipegangnya patah. sang raja hakim jatuh ke titik nadir. menjadi tersangka korupsi, mungkin tak pernah melintas di benaknya. lalu, apakah dirinya ingat soal kata-katanya sendiri tentang hukum potong jari pada pelaku korupsi? lupakah dia?
jawabannya jelas. sang raja hakim itu sama sekali tidak lupa. Begitu lah, ketika ia keluar dari sarang para pemburu korupsi. Dengan pakaian "kebesaran" baru: tahanan KPK. segerombolan wartawan mencegatnya. Dari mulut seorang wartawan, mencuat pertanyaan itu. "Bagaimana dengan hukum potong jari? Jawaban sang raja hakim jelas menggambarkan ia tak lupa dengan kata-kata yang pernah diucapkannya sendiri. hanya saja ia tak memberi jawaban dengan kata-kata. ia yang kini terpojok di sudut sempit, nyaris tak bergerak, spontan memberi jawaban berupa tamparan kepada si wartawan. Ah, ia semakin lupa. tangannya itu pernah memukulkan palu keadilan. adakah beda rasanya ketika ayunan tangannya mendarat ke wajah wartawan? sepertinya, makin pantas jari tangannya itu dipotong. untuk mengingatkan dirinya, bahwa tamparannya, juga adalah keruntuhan kewibawaan sebuah lembaga yang diamanatkan oleh, sekaligus penjaga gerbang bernama konstitusi.
Apa yang lebih miris dari seorang raja hakim tertangkap tangan menerima suap? Ini seperti seorang penganjur agama tetapi kedapatan berbuat maksiat. orang pasti terhenyak. Berada pada sikap terbelah, antara percaya dan tidak. tapi, bukankah manusia adalah mahluk dengan segala kemungkinan bisa terjadi.
entah kutukan apa yang tengah menanti negeri ini di depan sana. seseorang yang pernah berapi-api membicarakan efek jera korupsi kini seolah dipaksa harus menelan ludah sendiri. terjerumus ke praktik nista ini ternyata tak susah. cukup sedikit celah. tinggal dicongkel pelan, sedikit demi sedikit, lalu Rp 3 miliar itu bisa masuk dengan lancar.
sekarang, akan kemana kita menggantungkan palu konstitusi. masihkah kita percaya di dalam Mahkamah ini tak ada lagi mental serupa? Episode cerita sang raja hakim memang baru bagian awal. anggap saja ia nantinya tak terbukti, atau nantinya bisa membuktikan tak korupsi. anggap saja begitu. tapi, pertanyaan kemudian, bagaimana kita menghilangkan celah agar para hakim konstitusi lainnya tak lagi "masuk angin"? andai saja kisah ini ada di buku dongeng, kita tinggal menutup saja buku itu. tak perlu lagi harus tahu ending cerita si raja hakim. Toh hanya dongeng. tapi, ini bukan dongeng. bahkan, ini lebih dari sekadar cerita. ini narasi besar tentang nasib dan perjalanan sebuah bangsa. karena ini perjalanan, kita memang harus melangkah sembari berusaha menepis ketidakpercayaan dan keraguan yang semakin menggelayut. di ujung cerita, mari membayangkan, negeri ini telah lulus dari ujian ketidakadilan, ketidakbecusan, dan kenistaan anak-anak yang pernah dikandungnya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun