Ketika kita berbicara sejauh mana efektivitas hukum maka kita pertama-tama harus  dapat  mengukur  sejauh  mana  aturan  hukum  itu  ditaati  atau  tidak ditaati. jika suatu aturan hukum ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya maka akan dikatakan aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif.[5]
Achmad Ali juga berpendapat bahwa ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas hukum, maka kali pertama yang harus diukur adalah "sejauh mana aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati". Selanjutnya ia juga mengemukakan bahwa pada umumnya faktor yang banyak mempengaruhi efektivitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan optimal pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam menjelaskan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam menegakkan perundang-undangan tersebut.[6]
Menurut Ahmad Ali ancaman paksaan pun merupakan unsur yang mutlak ada agar suatu kaidah dapat dikategorikan sebagai hukum, maka tentu saja unsur paksaan ini pun erat kaitannya dengan efektif atau tidaknya suatu ketentuan atau aturan hukum. Jika suatu aturan hukum tidak efektif, dimungkinkan karena ancaman paksaannya yang kurang berat, mungkin juga karena ancaman paksaan itu tidak terkomunikasi secara memadai pada warga masyarakat[7]
Sedangkan pendapat dari Romli Atmasasmita adalah bahwa faktor-faktor yang menghambat efektivitas penegakan hukum tidak hanya terletak pada sikap mental aparatur penegak hukum (hakim, jaksa, polisi dan penasihat hukum) akan tetapi juga terletak pada faktor sosialisasi hukum yang sering diabaikan.[8]