Mohon tunggu...
Hugo Indratno
Hugo Indratno Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk kebahagiaan

pemerhati pendidikan, budaya, dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politisasi Media: Pembodohan Nalar

13 November 2012   03:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:30 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari ini, saya membaca (dan juga mendengar) di media cetak dan non-cetak (baik internet maupun televisi juga radio), pertarungan di dunia politik makin tidak karuan. Saling menyerang - bahkan bisa dikatakan melecehkan - terjadi dengan amat intens-nya.

Begitu ramainya pemberitaan mengenai politisi A menjelek-jelekan politisi B dan sebaliknya, diblow up oleh media seakan-akan polemik yang diharapkan selaris kacang rebus. Hal yang saya kurang pahami sampai sekarang adalah bagaimana media mau menyaring statement yang saling menghujat. Apabila kita mau menarik diri sejenak untuk melihat dengan jernih, maka setiap hari selalu ada "perseteruan" baik itu ditengarai karena memang ada permasalahan maupun yang ditengarai merupakan pencitraan.

Politisasi media di sini bukan hanya menjadi makanan para politisi tapi juga pejabat pemerintahan yang ingin ada sisi-sisi pekerjaan mereka tercium dan terblow up oleh media. Ada kalanya dilihat dari kacamata transparasi publik, cukup membantu masyarakat mendapatkan transparasi, tetapi ada kalanya hanya menjadi satu "gimmick" yang menjemukan.

Isyu yang sedang ramai sekarang adalah persiapan untuk Pemilihan Presiden 2014 dan juga termasuk pemilu-nya. Sementara hal yang nyata terjadi adalah begitu beratnya muatan ketidakberesan baik di pemerintahan maupun di lembaga lain seperti DPR yang masyarakat lihat. Kemudian antara pemerintah dan DPR saling beradu kekuatan juga terlihat dengan jelas. Hebatnya, saling tuduh antar politisi dan pemerintah selalu diwarnai dengan saling menggertak antara "punya bukti" dan "pencitraan".

Tampak jelas media dipolitisir untuk menjadi corong saling menjatuhkan. Hal yang selalu luput dari pengamatan para politisi dan pejabat yang bermasalah (yang sering juga memanfaatkan media) adalah tingkat kejenuhan masyarakat. Boleh jadi di awal pendesainan pemberitaan, masyarakat bisa terbuai. Namun, begitu titik jenuh tercapai dan beberapa kebohongan terkuak, maka masyarakat akan membentuk media tersendiri yang bisa dikatakan sebagai "underground".

Tampaknya, selebritis politik di negara kita tidak belajar bahwa pembodohan nalar yang mereka lakukan tidaklah abadi. Mereka yang punya perencanaan matang pun akan terperosok karena harus terus mengingat pembodohan-pembodohan yang mereka lakukan sebelumnya. Saya yakin, beberapa media masih mempunyai hati nurani untuk mendidik masyarakat pada transparasi yang benar, bukan transparasi rekayasa.

Belajar dari sebelum reformasi 1998, ketika media yang berpihak pada kebenaran banyak yang diberangus, maka media "underground" - yang pada masa itu didominasi milis dan beberapa media kabar di internet - bisa jadi terulang kembali dalam bentuk yang baru tentunya. Berita-berita yang "hangat" dan oleh masyarakat dipercaya sebagai alternatif yang "lebih bisa dipercaya" akan diburu.

Semoga masyarakat semakin kritis dan tidak mudah untuk melihat mereka yang "tahu" trik-trik pembodohan nalar. Jangan kita mudah menelan apa yang dimainkan oleh politisi dan pejabat-pejabat pemerintahan yang menggunakan media sebagai kendaraan mereka. Pada akhirnya, hati nurani kita tahu mana politisi dan pejabata pemerintahan yang benar dan tulus.

salam,

H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun