Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Cosmology Puasa Ramadhan: Pertautan Antar Etos Sosial dan Nalar Iman

21 Maret 2024   10:12 Diperbarui: 21 Maret 2024   10:27 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Azis Maloko

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang sangat dinanti-rindukan oleh umat Islam sejagat dunia. Bukan saja karena ia merupakan bagian dari rukun Islam, akan tetapi juga karena bulan Ramadhan sendiri memiliki keutamaan khusus bila dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya dalam perhitungan kalender hijriah. Bahkan bulan Ramadhan memiliki keutamaan khusus di mata umat Islam itu sendiri. Hal demikian terbilang lumrah saja oleh sebab bulan Ramadhan merupakan bulan yang mulia dan di dalamnya terdapat banyak kemuliaan. Di dalamnya banyak kebaikan tumbuh bermekaran bak di musim hujan. Sehingga, bulan ramadhan bisa diandaikan sebagai persemian dan tranformasi pelbagai kebaikan.

Keutamaan dan kemuliaan bulan Ramadhan bukan saja berdimensikan spiritualitas an sich, akan tetapi juga berdimensikan kehidupan sosiologis. Dengan kata lain, bulan Ramadhan tidak hanya melulu berbicara tentang kesalehan individual dengan Allah SWT. semata, akan tetapi juga tentang kesalehan sosial dengan sesama umat manusia. Bahkan kedua aspek kesalehan tersebut cukup nampak mewarnai semesta (bulan) Ramadhan. Laiknya dua sisi mata uang, keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Setidaknya hal demikian terpahami secara sepintas dari teks bahasa agama dan konteks beramadhan masyarakat muslim pada umumnya dan Indonesia secara khusus tentunya.

Etos Sosial Puasa

Jika mencermati keseluruhan bangunan ajaran (agama) Islam, maka akan ditemukan bahwa Islam _melalui berbagai ajarannya_ begitu menekankan aspek (kehidupan) sosial umat manusia. Secara garis besar, ajaran Islam terdiri dari tiga aspek, yaitu: 1) apsek akidah (ahkam al-i'tiqadiyah); 2) aspek syari'ah (ahkam asy-syar'iyah); dan 3) aspek akhlak (ahkam al-khuluqiyah). Ketika aspek ajaran Islam ini bersifat integrated, saling terkait antara satu dengan lainnya, tidak dapat dipisahkan antar satu dengan lainnya. Ketiganya menggambarkan ruang lingkup dan jangkauan ajaran Islam. Jika ketika bersenyawa dalam diri seorang muslim, maka akan terbentuk karakter sebagai seorang muslim kaffah.

Pada aspek syari'ah, ajaran Islam terbagi lagi dalam beberapa horizon, mulai dari aspek ibadah dan muamalah. Aspek ibadah berkaitan erat dengan hubungan kesalehan individual vertikal transendental antara seorang hamba dengan Tuhan-Nya. Sementara aspek muamalah berkaitan dengan hubungan kesalehan sosial horizontal antara seorang hamba dengan hamba lainnya. Pada aspek syari'ah (plus aspek akhlak) ini pula kita menemukan etos sosial ajaran Islam itu. Di situ pelbagai lalu lintas kehidupan sosial umat Islam (bahkan dengan umat beragama lain dan termasuk dengan lingkungan sekitar) diatur sedemikian rupa. Tidak hanya berdiri sendiri, etos sosial juga dikaitkan secara langsung dengan iman bahkan aktivitas ibadah mahdho.

Salah satu ajaran Islam yang berdimensikan kesalehan sosial adalah ibadah puasa (Ramadhan). Meskipun ibadah puasa lebih bersifat "private" antara seorang hamba dengan Allah SWT. Karena, syariat puasa merupakan domain ibadah mahdah, sebuah jenis ibadah yang berkaitan dengan kesalehan individual vertikal transendental seorang hamba dengan Tuhan-Nya. Namun, dalam prakteknya ibadah puasa dirayakan dan atau dimeriahkan dengan berbagai "amalan sosial". Bahkan terdapat diktum teks bahasa agama yang secara khusus menekankan pentingnya amalan sosial dalam merayakan dan melaksanakan puasa. Misalnya, anjuran agama untuk memberikan takjil (menu buka puasa) bagi orang-orang yang tengah puasa.

Tidak heran kemudian jika bulan puasa diandaikan sebagai bulan persemian dan transformasi pelbagai ragam kebaikan, khususnya yang bertalian dengan amalan sosial. Interaksi dan komunikasi antar personal maupun kelompok ditemukan di mana-mana. Gerakan donasi dan sedekah takjil besar-besaran dilakukan pada hampir setiap wilayah. Semua orang berlomba-lomba untuk membagi kebahagiaan kepada orang-orang yang berpuasa dan secara khusus fakir miskin dan dhuafa. Ajaibnya, bukan saja orang-orang yang selama ini terkenal dermawan yang ikut serta mengambil bagian dalam gerakan kebaikan, akan tetapi juga bagi mereka-mereka anti dan atau jarang terlibat dalam kepekaan dan kepedulian sosial sekalipun.

Selain itu, jika menyelami hakikat ibadah puasa akan nampak terlihat aspek-aspek sosiologis yang terkandung di dalamnya. Di mana puasa selalu diartikan dengan term imsak; menahan dan mengendalikan diri dari melakukan hal-hal yang dapat membatalkan ibadah puasa terhitung semenjak imsak (itu sendiri) hingga tiba waktunya ifthar (berbuka). Olehnya, imsak menjadi rukun penting lagi elementer dalam ibadah puasa. Semua orang yang berpuasa pasti akan melakukan dan merasakan imsak. Sia-sia rasanya ibadah puasa jika tidak ada imsak di dalamnya. Sebab, untuk apa niat dan makan sahur dalam setiap hari di bulan Ramadhan jika setelahnya tidak ada dan atau tidak bisa imsak.

Wujud imsak dalam puasa terbilang cukup banyak di antaranya adalah tidak makan dan minum (imsak perut) dan tidak berhubungan seks hatta dengan istri sekalipun, apalagi "seks haram" dengan pacar atau selingkuhan (imsak bawah perut or kemaluan). Untuk menyempurnakan kedua bentuk imsak tersebut dianjurkan pula untuk melakukan imsak fisik dan non fisik. Tentunya bersama dengan itu, harus dimaksimalkan aktivitas ibadah; shalat, membaca al-Qur'an, zikir, berdoa dan lainnya. Tidak elok rasanya jika imsak tidak disertai dengan ketekunan melaksanakan ibadah dan meminimalisir pelbagai larangan yang berpotensi mendegradasi kualitas puasa atau membatalkan puasa.

Dalam konteks demikian, orang-orang yang tengah berpuasa benar-benar merasakan "penderitaan" akan rasa lapar dan dahaga, hatta dari kalangan orang kaya sekalipun. Orang kaya akan merasakan sesuatu yang berbeda ketika menjalankan ibadah puasa. Setidaknya terkait kelazimannya dalam makan setiap hari yang diatur dengan sedemikian rupa, mulai dari menunya hingga timenya. Sehingga, meski waktunya terbilang relatif singkat, dari imsak hingga ifthar, kira-kira tiga belas jam lamanya setiap hari selama satu bulan penuh, namun puasa benar-benar memberikan edukasi sekaligus "kritik" sosial bagi setiap orang yang tengah berpuasa dan atau hanya sekedar mengamati, khususnya dari kalangan orang kaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun