Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Imsak dan Hakikat Puasa Ramadhan

13 Maret 2024   02:29 Diperbarui: 13 Maret 2024   02:34 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Azis Maloko

Betapa pun makan sahur memiliki keutamaan dan teramat sangat ditekankan bagi seorang yang hendak puasa, tetap saja ada "batas akhirnya" juga. Artinya, ada batas akhir dari (makan) sahur, sehingga seorang tidak boleh  ke-asyik-kan  (makan) sahur sampai-sampai lupa akan batas akhir dari sahur. 

Seasyik apa pun makan sahurnya harus tetap ingat dan memperhatikan batas akhirnya. Karena, batas akhir ini merupakan starting awal bagi seseorang untuk puasa hingga waktu ifthar nantinya. Jika seseorang melanggar batas yang ditetapkan, apalagi tidak ada udzur syar'inya, dapat dipastikan puasanya batal pada awal-awal starting.

Logika demikian seolah-olah hal ini memberikan warning kepada banyak orang akan hukum segala yang ada bahwa segala yang berawal sudah pasti berakhir juga. Ada titik di mana orang mulai berawal/berangkat dan ada pula titik di mana orang akan berhenti. Kadang, titik berawal dan berakhirnya sesuatu dapat diketahui dan diatur sedemikian rupa. 

Kadang juga di luar dari jangkauan rasionalitas manusia, seperti peristiwa dan takdir kematian. Awal dan akhir dari (makan) sahur adalah sesuatu hal yang diketahui dan diatur dengan sedemikian. Tidak boleh cepat mengawali dan tidak boleh juga terlalu cepat mengakhirinya. Harus moderat di dalam (makan) sahur.

Selain itu, imsak juga menandakan sebuah kedisiplinan bagi seorang hamba. Seorang yang mengetahui waktu (makan) sahur akan membuatnya semakin disiplin mengatur waktu dan segala sesuatu terkait dengannya. Kedisiplinan ini sebagai bagian dari manajemen kontrol (makan) sahur,  agar supaya tidak kelabakan ketika tiba "batas akhirnya", meski tidak dinafikan ada udzur bagi orang yang tidak sengaja  (makan) sahur hingga tiba "batas akhirnya". Pada konteks ini dapat dikatakan bahwa di antara profile lulusan madrasah Ramadhan adalah orang-orang yang memiliki standar dan komitmen kedisiplinan yang benar-benar teruji.

Dalam perkembangannya, rupanya batas akhir makan sahur ini memunculkan beberapa persoalan pada sebagian kalangan. Persoalan demikian seringkali dijumpai ketika menjelang memasuki bulan puasa dan maupun ketika berada dalam bulan puasa itu sendiri. Inilah di antara karakter sebagian kecil umat Islam di akhir zaman, selalu saja tampil beda dalam hampir banyak hal dalam agama dan beragama. Seolah-olah tidak afdol dan asyik beragama kalau tanpa memproduksi pandangan nyeleneh. Bukan saja kalangan intelektual (muttabi' dan "mujtahid" tertentu), akan tetapi juga aktif dipertontonkan oleh kalangan muqallid dalam beragama.

 Persoalan-persoalan yang dimaksud antara lain terkait dengan waktu imsak dan apa saja yang diimsakkan (dalam berpuasa) semenjak azan subu hingga waktu berbuka. Perihal waktu imsak ada yang mengatakan bahwa waktu imsak itu tidak seperti sekarang ini, lima sampai sepuluh menit sebelum azan subu dan bukan pula waktu azan subu, tetapi tepatnya ketika "terbit fajar". 

Dengan kata lain, waktu imsak yang sebenarnya menurut orang-orang ini adalah "terbit fajar", bukan lima sampai sepuluh menit sebelum subu dan bukan juga waktu subu. Terbit fajar yang dimaksud adalah ketika semesta pagi sudah mulai kelihatan terang benderang, setidaknya ada cahaya matahari yang dimunculkan dari ufuk timur.

Implikasinya, orang-orang yang berpandangan semacam ini mau tidak mau tetap melanjutkan makan sahurnya dengan santai dan asyik meski dari masjid sudah terdengar suara imsak (biasanya ini terjadi di kampung-kampung dan sebagian kota yang cita rasanya masih "tradisionalis") dan azan subu. 

Karena, waktu demikian diandaikan bukan dan atau belum masuk kategori waktu imsak. Sehingga, mereka tetap asyik makan dan mengandaikan puasanya pun  tidak batal, baik sengaja maupun tidak.  Sebaliknya, ada pula yang mengandaikan suara imsak dari masjid adalah waktu berhenti makan minum hatta masih lama waktunya azan Subuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun