Mohon tunggu...
Yuhesti Mora
Yuhesti Mora Mohon Tunggu... Dosen - Pecinta Science dan Fiksi. Fans berat Haruki Murakami...

Menulis karena ingin menulis. Hanya sesederhana itu kok.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Diceritakan Angin tentang Kota yang Hancur

4 Januari 2019   10:39 Diperbarui: 5 Januari 2019   01:38 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diceritakan angin: 

Jam di kamarnya terus berdetik, jantungnya terus berdetak. Malam makin larut, orang-orang mulai menyelimuti dirinya masing-masing. Namun ia masih di beranda itu, sendirian dan berhitung: 1, 2, 3, 4 ... berkali-kali. Cahaya merah itu masih berkedip-kedip dari kejauhan.

Angin berembus menyibak poninya yang sudah panjang melewati mata namun ia tak peduli, ia bersandar di balkon sambil memerhatikan cahaya merah yang berkedip-kedip dari kejauhan. Saat itu sudah pukul sepuluh malam.

Ia merasa tetes air mengalir dari pelupuk matanya, yang kemudian menjelma sungai. Wajah seseorang muncul dalam pikirannya kala itu. Ia ingat masa-masa ketika pertama kali kau mengetuk pintu. 

Ketika kau belajar menari. Ketika kau membaca puisi keras-keras. Ketika kau merengek ini itu. Dan seterusnya sampai ketika terakhir kalinya ia melihatmu dari dekat. Ia peluk kau ketika kalian sama berduka.

Kesedihan itu juga akan berlalu, Sayang. Ada yang bilang ia seperti sungai. Kita tidak akan menemukan air yang sama ketika kaki kita mencelup di sana. Air itu hanya singgah sedetik dan tinggal sebagai kenangan---yang suatu hari pun akan hilang.

Kenangan yang baru akan mengusir yang lama. Tak ubahnya fail dalam komputer. Fail baru akan muncul dalam recent file. Ketika datang satu yang baru, satu yang lama akan hilang, begitulah seterusnya.

Pada suatu malam, kota yang kalian tinggali  hancur oleh gempa bumi. Banyak yang mengatakan bahwa ini adalah kutukan, sebab di kota kalian tidak pernah terjadi gempa dengan kekuatan yang sehebat itu. Kota kalian tidak berada pada zona pertemuan lempeng dan tidak pula dekat dengan gunung berapi. Andaipun terasa getaran, sebabnya adalah gempa yang terjadi di kota lain yang berkilo-kilometer jauhnya.

Para wartawan dari TV ramai meliput; orang-orang berompi datang membawa dus-dus makanan instan dan mendirikan tenda-tenda. Tiba-tiba saja kota kalian menjadi terlalu ramai, terlalu diperhatikan dan terlalu menyedihkan.

Wajahmu yang terekam dalam ingatannya, bolak balik di pikiran seperti ombak. Ketabahan dan kekuatannya ternyata hanyalah benteng-benteng yang ia bangun dari pasir. Luluh lantak dengan mudahnya.

Bagaimanapun kau harus mengingatku lagi kelak ketika melihat rembulan, hujan, senja, mendengarkan lagu atau menemukan album foto lama secara tidak sengaja. Seperti beberapa fail yang akan muncul di recent files. Dan barangkali kau akan mulai menangis tatkala mengingatku kembali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun