Mohon tunggu...
Hanifa Paramitha Siswanti
Hanifa Paramitha Siswanti Mohon Tunggu... STORYTELLER

Penikmat kopi pekat ----- @hpsiswanti ----- Podcast Celoteh Ambu

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Solusi Membatasi Gawai Anak dari Dunia yang Berisik

28 Agustus 2025   18:13 Diperbarui: 29 Agustus 2025   08:47 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya juga mengupayakan agar dirinya minim paparan dari video TikTok, YouTube Shorts, dan Reels. Dari berbagai sumber yang saya baca dan diskusikan, tayangan konten-konten pendek yang cepat dan bersifat adiktif berisiko merusak fokus dan konsentrasi. Otak yang terbiasa dengan rangsangan cepat pun dapat mengurangi kemampuan anak untuk menikmati proses yang panjang. Fenomena yang disebut brain rot ini pun sangat nyata pada saat ini. 

Puji syukur dengan adanya kebiasaan diskusi dan kesepakatan dalam keluarga, anak saya sangat paham mengenai alasan kami melarangnya. 

Saya tidak berjalan sendirian. Saya bekerja sama dengan suami serta kakek dan neneknya. Kami semua sepakat terhadap aturan yang kami buat karena kami ingin anak tumbuh dalam ekosistem yang terjaga. Meskipun memang kadang-kadang tidak mudah. 

Ada saja beberapa momen ketika orang tua saya berkomentar yang mengasihani karena anak saya dilarang main ini itu. Tetapi saya terus berdiskusi dan pelan-pelan pun mereka paham. Mereka bahkan sekarang ikut membantu menjaga rutinitas dan jadwal anak serta memastikan aktivitas menatap layar tidak melewati batas. 

Garda Depan Literasi Digital 

Setiap ibu wajib bertransformasi di era digital seperti sekarang. Peran ibu tidak cukup hanya mengasuh dan mendidik, tetapi juga harus mampu mengkurasi, memverifikasi, bahkan hingga menciptakan iklim digital yang sehat dalam rumah. Apalagi informasi saat ini muncul begitu deras, kencang, dan masif bak tsunami. 

Saya percaya bahwa perempuan memiliki keterampilan dalam membentuk budaya digital sejak dalam sistem sosial terkecil, yakni keluarga. Kemampuan manajerialnya sangat berlapis dari menjadi manajer aktivitas, manajer waktu, hingga manajer informasi.

 Mungkin tidak semua dari kita yang melek teknologi sampai tingkatan tertinggi. Tetapi hal itu jangan menjadi batasan karena kita tetap bisa belajar dan berjejaring. Kitalah yang menentukan arah, apakah kecanggihan teknologi akan memperkuat nilai-nilai keluarga atau justru malah merenggangkannya. 

Saya pribadi tentunya memilih untuk berdaya dan terus belajar agar mampu membimbing anak tumbuh dengan nilai-nilai sehat dalam dunia yang semakin berisik dan penuh kompleksitas saat ini. 

Antara Keraguan dengan Tekad Bertahan 

Tidak dipungkiri bahwa terkadang saya pun diliputi oleh berbagai keraguan dalam pikiran. Apakah anak saya akan merasa dikucilkan karena berbeda dari teman-temannya? Apakah dia akan sulit bersosialisasi karena tidak terpapar tren terbaru dari TikTok? Apakah dia akan memandang saya sebagai ibu yang terlalu mengekang? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun