Lamunan Kuncoro terhenti ketika sopir mengatakan mereka sudah sampai di mess. Ia menghela nafas dengan berat. Mengucapkan terima kasih dan bergegas memasuki mess.
Sesampainya di kamar, Kuncoro membuka tas kerja. Mengeluarkan buku agenda kegiatannya.
Perlahan ia buka sayatan di pinggiran sampul kulit agenda tersebut. Menarik lembar foto hitam putih berukuran 3x4 itu.
Foto lama Mentari.
Kuncoro memandanginya pilu.
Memandangi  kasih terpendamnya dengan sendu.
"Mengapa sekarang, Mentari? Mengapa setelah aku berhasil menjalani hidup baru yang bahagia, kini kau muncul lagi?" ucap Kuncoro lirih.
Lebih dari seperempat abad, foto Mentari selalu dibawa kemanapun. Hanya itulah jejak kenangan atas dirinya.
Tak pernah ada yang tahu, termasuk istri dan anak-anak Kuncoro. Mereka hanya menganggap sekadar sampul buku agenda kegiatan. Tak ada yang mengamati bahwa ada sayatan kecil yang direkatkan dengan lem  di bagian dalam sebelah kanan.
Tak ada pula curiga mengapa bertahun-tahun Kuncoro selalu gunakan sampul yang sama meskipun isinya telah berganti sekian kali. Istrinya hanya tahu itu sampul lama Kuncoro sejak menjadi mahasiswa.
Padahal itu adalah sampul pemberian Mentari.