“Tulang nikah sama bule ya?” tanya seorang anak perempuan.
Ia menggeleng. “Tidak. Aku mencintainya. Tapi itu lahir di saat yang tidak tepat.”
Anak perempuan itu kebingungan.
Siangnya, Ia menyibukkan diri. Rasanya harus ada 30 jam dalam sehari agar cukup. Ia menanam sayur. Memberi makan kucing liar. Mengajar menulis siapa saja yang mau datang. Ia tak banyak bicara, menulis lebih sedikit, tapi tersenyum lebih sering dan banyak bekerja.
Suatu sore hujan, seorang pemuda datang membawa buku pertamanya.
“Tulang, ini mengubah cara saya melihat kehidupan.”
Barman tak tahu harus jawab apa. Ia menuang Kopi Ombur, lalu berkata, “Ceritakan kisahmu.”
---
Ia wafat dengan tenang, dalam tidur, di usia 75. Tak ada upacara besar, ia tidak pernah ikut ke adat. Ia memilih tidak menikah. Hanya tembok kuburan dan salib sederhana di tepi danau, di bawah pohon tempat ia biasa membaca.
Di tembok kuburannya tertulis kutipan dari buku pertamanya: “Aku menyeberangi samudera, tanpa peta, hanya membawa bunyi Huta Hatubuan di dadaku.”
Dan itu sudah.