Mohon tunggu...
Hosea Richard
Hosea Richard Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Semoga melalui artikel yang saya tulis, dapat menjadi pencerahan dan menambah wawasan teman-teman. Selamat membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belajar Kritis dari Budaya Konsumerisme

29 Maret 2021   00:07 Diperbarui: 29 Maret 2021   00:10 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: tarugan.net via id.pinterest.com

Bagaimana era postmodernisme membentuk pola hidup manusia?

Kehidupan manusia dari masa ke masa akan selalu mengalami perubahan. Bahkan, hampir setiap harinya, muncul hal baru yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan.

Perubahan situasi dan kondisi yang ada membuat kita harus bisa melakukan adaptasi. Maka, tentunya hal ini akan berpengaruh juga pada kebudayaan yang kita hidupi.

Ketika bercermin pada masa kini, sebenarnya kehidupan masyarakat telah masuk ke dalam sebuah era, di mana eksklusivitas budaya menjadi abu-abu untuk diidentifikasi.

Kebudayaan yang ada di sekitar kita menjadi tidak terbatas lagi dalam aspek ruang dan waktu. Hampir setiap orang bisa memiliki akses dan kesempatan untuk menghidupi hal tersebut.

Fenomena seperti ini kemudian memunculkan istilah pascamodernisme atau postmodernisme yang terkenal di kalangan masyarakat sebagai suatu era yang baru. Lantas apa maksudnya?

Mengenal Istilah Postmodernisme


Postmodernisme merupakan sebuah masa atau periode yang mensubversi uniformitas, homogenitas, dan totalisasi dengan memberikan intensitas terhadap perbedaan, multikulturalisme, pluralisme, bahkan relativisme (Buchari, 2013).

Era pascamodernisme menyebabkan pola kehidupan manusia mengalami evolusi. Sebelumnya, di era modern terdapat standar formal yang dijaga dan usaha untuk mempertahankan sebuah kebudayaan luhur dari masa lalu agar tidak jatuh menjadi konsumsi massa.

Akan tetapi, kehadiran pascamodernisme justru mendukung terbentuknya kebudayaan massa dan menghancurkan batasan yang ada. Dengan kata lain, kebudayaan di masa kini sudah tidak dapat dikategorikan lagi dalam sebuah tingkatan.

Salah satu implikasi yang dapat membuat kita semakin memahami era postmodernisme adalah budaya dominan. Hal tersebut dapat diamati dari perubahan perilaku masyarakat yang semakin mengutamakan gaya hidup tren dan populer.

Terlebih lagi, keberadaan industri elit dan kontrolnya yang semakin meluas di kancah media, akan melebarkan pengaruhnya pada kebiasaan masyarakat setiap hari. Maka, hal ini yang memunculkan istilah budaya konsumerisme.

Misalnya budaya pada makanan dan minuman, kita menemukan kebiasaan masyarakat untuk mengonsumsi makanan cepat saji dan juga minuman bersoda. Kebudayaan tersebut sudah mendominasi bahkan rasanya kita pernah menjadi bagian di dalamnya.

Peningkatan kegiatan konsumsi yang telah menjadi budaya dianggap sebagai hal yang wajar di masyarakat. Seolah-olah kita menerima kebiasaan ini secara sadar maupun tidak sadar.

Akan tetapi, tidak sedikit pula masyarakat yang anti terhadap budaya konsumerisme. Rasa ketidaksetujuan yang ada kemudian diutarakan dalam bentuk sindiran secara verbal maupun nonverbal dan ditujukan pada publik atau yang biasa disebut sebagai culture jamming.

Culture Jamming Sebagai Kritik

Gerakan culture jamming bisa dikatakan sebagai gerakan sekelompok orang yang tidak sejalan dengan budaya dominan. Dalam arti lain, aksi ini berusaha untuk menghalangi budaya konsumtivisme sebagai akibat dari adanya kapitalisme dan juga globalisasi.

Kelompok anti konsumerisme merasakan adanya kejanggalan atau keanehan dibalik budaya yang diciptakan oleh sebuah industri korporat. Dengan begitu, mereka mencoba membuat ulang kembali pesan-pesan yang sebelumnya diciptakan oleh kelompok dominan dengan bumbu sindiran.

Source: blowatlife.blogspot.com
Source: blowatlife.blogspot.com
Setelah melihat gambar di atas, apakah anda menangkap sesuatu? Apakah anda memahami pesan yang terkandung di dalamnya?

Melalui gambar tersebut, kita bisa membuat kesimpulan bahwa terdapat sindiran yang ditujukan pada industri minuman bersoda. Mereka menggunakan logo minuman tersebut, kemudian membentuk sosok manusia bertubuh gendut.

Di sisi lain, terdapat pula kalimat dari pembuat gambar tersebut yang menjelaskan bahwa setiap kali dia melihat logo minuman tersebut, dia selalu melihat orang yang mengalami obesitas.

Tentu melalui gambar yang dipublikasikan akan mengarah pada persepsi masyarakat, bahwa kebiasaan mengonsumsi minuman bersoda sangatlah buruk dan bisa menyebabkan penyakit seperti obesitas.

Gerakan seperti ini menjadi tanda kalau apa yang disebarluaskan pada masyarakat belum tentu memiliki kepentingan publik. Bisa jadi budaya konsumerisme yang terbentuk saat ini, bahkan dengan bantuan media merupakan hasil dari keinginan pihak tertentu.

Setidaknya penjelasan di atas membuat kita semakin memahami latar belakang dari munculnya pesan sindiran seseorang terhadap kultur konsumtivisme, termasuk di media sosial.

Semoga dengan adanya artikel ini, kita bisa semakin kritis dan mampu memaknai sebuah pesan publik yang ditayangkan oleh pihak tertentu secara bijak.

DAFTAR PUSTAKA

Buchari, A. (2013). Postmodernisme Dan Ideologi Budaya Nasional. Jurnal Ilmiah, 7(1), 1-12.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun