Menurut Rene Dutrochet (1987), sel merupakan kesatuan pertumbuhan di mana setiap makhluk hidup dapat dikatakan bertumbuh apabila ada pertambahan volume tubuh yang disebabkan oleh pertambahan volume atau jumlah sel. Jauh lebih lampau, Robert Hooke (1665) sudah menggunakan kata "sel" sebagai satuan terkecil dari rongga di mana rongga-rongga dibatasi oleh dinding tebal dan jika dilihat secara keseluruhan strukturnya mirip sarang lebah.Â
Masih ada lagi hasil temuan para peneliti lain tentang sel dan kurang lebih mereka sepakat bahwa tubuh manusia sebagai makhluk hidup tersusun dari sel-sel yang juga hidup. Pada sisi lain, kepercayaan orang-orang meyakini bahwa setiap yang hidup memiliki arwah, tidak terkecuali sel-sel itu.Â
Pernahkah ada yang bertanya, mengapa kejahatan semakin menjadi akhir-akhir ini? Perkosaan tidak terbatas pada wanita cantik. Nenek-nenek yang hampir bau tanah pun balita yang masih merah-merahnya tak lepas sebagai objek tindak kejahatan. Belum lagi terhitung perlakuan rudapaksa terhadap sesama jenis. Dari mana semua itu berasal?
Ada yang menduga -- sebagaimana cinta -- matalah kuncinya. Dari mata turun ke hati, seseorang bisa merasakan indahnya jatuh cinta. Dari segala apa yang dipandang mata, agaknya timbul ingatan yang tersalur ke memori otak lantas memicu nafsu yang sulit dikekang.
Sel-sel yang membentuk kornea, iris, pupil, lensa mata, sklera, koroid, retina, bintik kuning, saraf optik, bintik buta -- pada akhirnya dalam kesatuan bola mata -- memanglah hidup dan terbukti mampu merekam pandang serta berimbas menciptakan ingatan, entah itu baik, entah itu buruk, di mana keduanya merupakan dasar awal yang menggoda manusia untuk berbuat atau tak berbuat sesuatu.
Lantaran telah diterima bersama bahwa setiap sel yang membentuk makhluk hidup jugalah hidup dan menjadi keyakinan pada umumnya soal setiap yang hidup punya arwah, sidang para malaikat memutuskan untuk hanya mengambil arwah bola mata dari setiap jenazah manusia. Dari mata itulah dapat terlihat ingatan dan apa saja perilaku yang telah diperbuatnya. Tentu, itulah yang menjadi dasar menentukan keadilan.
Oh iya, sebelum lanjut, kedua sosok yang kulihat lebih jelas dibanding sosok-sosok lain kusebut malaikat lantaran tampaknya hampir sama bentuknya dengan cerita orang-orang: bersinar putih mengilat pun bersayap. Mereka punya dua tangan. Tangan kiri setiap malaikat memegang tombak.
Di depanku, berjejer kotak-kotak layaknya keranjang-keranjang di atas meja panjang berisi tumpukan arwah mata-mata yang bergerak-gerak, entah dari mana dipungut. Kupastikan itu tak hanya berasal dari jasad penduduk satu benua, lantaran banyak mata dengan iris yang berlainan warna. Ada yang biru, hijau, merah, hazel, amber, pun abu-abu. Tak terkecuali cokelat. Itu mataku.
Arwah mata yang satu tidak tertukar pasang dengan mata yang lain. Mereka yang sudah ditentukan hadir sepasang sejak lahir akan tetap sepasang hingga pada akhir. Bola mata kiri dan bola mata kanan saling berdekatan.
"Kita mulai dari mana?" tanya sesosok malaikat tepat di depan sebuah keranjang.