Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Keranjang Mata-mata

24 Januari 2023   06:25 Diperbarui: 24 Januari 2023   13:08 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi banyak mata dalam keranjang, sumber: Gerd Altmann dari Pixabay

"Oh! Coba lihat itu," timpal malaikat satunya.

Sekarang tampak sepasang mata yang basah. Air mata menetes. Lapisan depan matanya berselaput tipis, berwarna putih agak membayang. Mata itu layu dan kuyu, sedikit menunjukkan keriput.

"Bersyukur, masih ada mata seperti ini. Ini pasti mata seorang ibu yang tak pernah lupa mendoakan anaknya. Lihatlah, mata ini terus berair, menangis memohon doa agar dosa-dosa anaknya diampuni. Ibu ini juga membiarkan matanya sampai tua kena katarak. Barangkali ia tak tega merepotkan anaknya. Para anak seharusnya menghargai mata-mata seperti ini."

Masih dalam keranjang yang sama, di sebelahnya ada sepasang mata penuh guratan-guratan merah menjalar. Guratan-guratan itu layaknya akar-akar pohon, merambat di seluruh bagian putih mata.

"Kalau yang ini -- sosok malaikat menunjuk mata itu -- patut dipertimbangkan untuk tidak mendapat pengadilan. Pemilik matanya tampak menggunakan matanya dengan baik. Ia suka belajar dan menimba ilmu dengan membaca sampai tak kenal waktu. Matanya terlalu lelah. Ingatan-ingatan dalam memorinya hanya soal ilmu dan bagaimana caranya berbagi ilmu itu."

Kianlah ke sini, kian terus saja malaikat-malaikat itu mendata satu demi satu arwah pasang mata dalam tumpukan mata-mata dari satu keranjang ke keranjang lain yang semakin berkurang. Satu demi satu diangkat dan dipindah ke tempat lain. Semua mendapat posisi layak sesuai riwayat hidup, tentang apa yang sudah diperbuat si pemilik mata. Apa yang dialami pasangan mata itu terjadi juga pada arwah utuh jenazahnya.

Sesaat sebelum sepasang mata terakhir diambil dari bagian bawah keranjang, arwah sepasang mata itu tiba-tiba melayang, terbang, melesat entah ke mana. Mata itu layaknya mata bayi yang baru lahir. Bening, bersih, tanpa noda. Kedua malaikat tampak heran. Betapa beruntung, mataku sempat menghindar.

Kata-kata guru spiritualku memanglah terbukti. Jikalah kau sudah menyucikan diri dari nafsu duniawi dan memilih bertapa mengasingkan diri, maka suatu ketika entah kapan, arwahmu bisa keluar dari ragamu. Tepat saat itu, dalam gua ini, aku berhasil mencapainya. Aku tak mengira, arwah mataku bisa berkumpul bersama arwah mata orang-orang yang sudah meninggal.

Aku bersyukur mendapat kesempatan menyaksikan peristiwa itu dengan mata telanjang. Lebih bersyukur lagi aku, lantaran bersama ini masih bisa kuceritakan padamu peristiwa itu tanpa melebih-lebihkan, walaupun aku masih punya rahasia yang sebetulnya tak sampai hati kuceritakan.

Ada bagusnya kau menjaga matamu baik-baik selama hidup di dunia, jikalau memang kau tak ingin merasakan rahasia itu, keadaan sesaat sebelum arwah mataku kembali ke ragaku: tombak dengan ujungnya yang begitu runcing dihunjamkan lesat oleh kedua malaikat tepat ke arah mata keranjang dan mata pembohong itu. Aku sempat melihat sebentar, apa yang terjadi sesudahnya.

...

Jakarta

24 Januari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun