Ada lagi soal:
jangan duduk di depan pintu, nanti susah dapat jodoh.
Anda pernah tahu, bukan? Terutama kaum perempuan. Bagaimana cerita, jodoh bisa ada sangkut-paut dengan duduk di dekat pintu? Barangkali kalau menghalangi orang masuk keluar rumah, iya.
Kalau di rumah sendirian, duduk ya bebas-bebas saja. Mau di mana pun tidak masalah. Apalagi pagar dikunci. Siapa yang mau lihat kita duduk? Tetapi, sebagian kita sebagai anak mendengar dan percaya.
Mitos sebagai muatan cerpen
Itulah, mitos-mitos di masyarakat. Masih banyak lagi sebetulnya. Dikembangkan menjadi sebuah cerpen lebih baik. Mengapa? Karena untuk merekam, bahwa mitos itu pernah ada, pernah dipercaya, dan lekat dengan masyarakat.
Membantu pula melestarikan budaya -- dalam hal ini mitos -- tidak sekadar dari omongan ke omongan. Riskan dilupakan kalau tidak tertulis. Tidak menjadi jaminan pula, bahwa dunia yang semakin maju dan modern tidak mengikis keberadaan mitos.
Jika sudah dituliskan apalagi dibukukan, tentu bisa jadi kenang-kenangan abadi kepada generasi-generasi selanjutnya. Saya berusaha untuk itu.
Ada tiga mitos yang sudah saya rangkai berbentuk cerpen. Pertama, soal kepercayaan -- di desa saya -- bahwa kalau ada yang meninggal, tidak berapa lama, akan ada yang meninggal pula, menyusulnya.
Kedua, seputar pembuangan gigi-gigi tanggal. Adalah cerita dari orangtua -- barangkali juga orangtua Anda -- bahwa gigi bawah harus dibuang ke atas, begitu sebaliknya, agar tumbuh sempurna. Yang bawah tumbuh ke atas, yang atas tumbuh ke bawah.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!