Salah satu tangan pada gadis yang dipanggilnya Minah itu menggenggam sebuah sapu. Tangan lainnya memegang ujung pengki.
"Ayo, nyapu sana!"
"Yang bersih!"
Dengan langkah masih setengah sadar -- barangkali masih tersisa mimpi-mimpi indah semalam pada benak Lili, Lili berjalan menuju teras. Setelah itu, ruang tamu. Kemudian, ruang tengah, kamar kakaknya, kamar ibu, kamar dirinya, dan terakhir dapur.
Rute bersih-bersih yang selalu dijalaninya setiap pagi. Selalu pula diawasi mata Minah yang sesekali terbelalak karena kesal dengan sikap Lili yang malas-malasan. Minah tidak ingin adiknya begitu. Siapa lelaki yang mau melamar gadis pemalas? Mereka berdua sudah cukup umur untuk dipinang. Tahun ini, KTP Lili terbit.
"Kamu nanti kalau berumah tangga, jangan seperti itu. Siapa laki yang mau sama kamu?" kembali Minah berkhotbah. Ia berkacak pinggang, tepat di depan Lili, yang masih setengah hati mengayunkan tangan menggerakkan sapu. Badan Lili sedikit membungkuk.
Lili memang ogah-ogahan menyapu. Itu seharusnya bisa dikerjakan Marni, pembantu paruh waktu yang setiap pukul sepuluh pagi datang ke rumah.
Sudah tentu, pembantu itu yang pantas bersih-bersih rumah. Tetapi, di mata Minah lain. Marni yang bekerja hanya tiga jam sehari lebih cocok menghabiskan waktunya membantu ibu memasak kue, untuk dijual ke warung-warung kelontong terdekat. Minah tidak ingin ibunya kecapekan pada usianya yang sudah uzur. Minah pun tidak ingin, adiknya bermalas-malasan seperti bos besar saja.
Oleh sebab itu, dibuatlah sebuah cerita yang direka-reka Minah. Minah pun tahu dan kebetulan sangat pas, seputar selera lelaki yang disukai adiknya itu.
"Itu lihat, masih ada debu. Kalau nyapu yang bersih! Kamu tidak mau kan, nanti suamimu berewokan?" ucap Minah selepas membungkukkan badan dan mengusapkan telunjuk pada lantai putih itu. Sidik jarinya mendadak hilang, tertutup lapisan debu cokelat yang menebal.
Lili lekas menghiraukan perkataan Minah. Ia membesarkan mata, mengamati benar setiap ubin yang terinjak kakinya. Ia mengangkat telapak kaki. Benar saja, seperti Minah, telapak kakinya mendadak cokelat, tertempel lapisan debu.