Rumah mereka yang tidak terlalu luas dengan teras sempit itu berada tepat di depan jalan. Pastilah, debu-debu dan asap knalpot dari motor dan mobil yang melintas setiap hari membuat lantai teras rumah begitu kotor.
Minah sangat paham, apa yang dimimpikan adiknya. Suatu kali Lili pernah bercerita bahwa ia tidak suka dengan lelaki berewokan. Katanya, tampak kotor sekali. Apalagi nanti, ketika sedang berciuman setelah menikah. Betapa risi kulit Lili yang mulus itu bersentuhan dengan rambut-rambut kasar suaminya, entah siapa.
Lili tidak mau ada sedikit pun rambut baik di bawah hidung, dekat dagu, atau sekitar pipi. Baginya, rambut cukuplah di kepala. Impian Lili selanjutnya, ia ingin punya suami berkulit wajah putih dan bersih, seperti pacar Minah.
Perlahan, Lili mulai memercayai cerita rekaan Minah sebagai sebuah kebenaran, selepas ia mendapati pacar Minah datang pertama kali ke rumah. Dari dalam rumah, ia melihat Minah berlari cepat menuju pintu pagar. Minah membuka pagar, lantas berbicara entah apa ke pacarnya. Masih di atas motor, pacarnya membuka helm. Minah tiba-tiba mengeluarkan potongan kaca kecil dari saku celana.
"Lihat! Kamu kok gak bersih cukur berewoknya? Lihat tuh, masih ada sehelai rambut di situ," kata Minah sambil menampakkan sudut dagu pacarnya ke depan kaca. Pacarnya tertawa. Ia memang terburu-buru dari rumah. Ia tidak sempat memeriksa lagi hasil cukuran berewoknya sebelum berangkat menjemput Minah.
Lili hanya melihat mereka dari tampak belakang. Lili benar-benar tidak tahu, apa yang sedang mereka lakukan. Pacar Minah mengeluarkan alat cukur jenggot -- yang selalu sedia dibawanya setiap mendatangi rumah Minah -- lantas menyapukannya ke helaian rambut itu.Â
Dengan cepat, rambut itu rontok, dan wajah pacar Minah dengan rahang kotak dan tegas itu kembali bersih. Benar-benar bersih, tanpa sehelai rambut pun di kulit putih wajahnya.
Itu yang diharapkan Lili. Dadanya selalu berdegup kencang ketika pacar Minah masuk ke dalam rumah. Belum sempat berkata, mata Lili lebih dulu melongo ke arah ketampanan wajahnya. Ingin sekali pipinya bersentuhan dengan pipi putih pacar Minah. Tetapi, apa daya, itu pacar kakaknya.
"Kamu kalau nyapu harus bersih. Jangan ada debu-debu ketinggalan," ujar Minah melihat Lili yang sedikit melamun. Tangan Lili pelan mengayunkan sapu. Lili memang suka melamun, membayangkan, pasti pacarnya nanti akan sebening wajah pacar Minah.
Ia menjadi yakin, bahwa karena kebiasaan Minah menyapu lantai dengan bersih, Minah berhasil mendapatkan pacar yang tanpa sedikit pun berewok di wajahnya.Â
Dahulu, memang bagian Minah menyapu rumah. Tetapi, semenjak ayah mereka meninggal, Minah lebih fokus membantu ibu menjual kue. Pekerjaan rumah tangga seperti menyapu diserahkan kepada Lili.