Mohon tunggu...
Y. Edward Horas S.
Y. Edward Horas S. Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Cerpen Sastra Grup (cerpensastragrup.com)

Nomine Terbaik Fiksi (Penghargaan Kompasiana 2021). Peraih Artikel Terfavorit (Kompetisi Aparatur Menulis 2020). Pernah menulis opini di KompasTV. Kontributor tulisan dalam buku Pelangi Budaya dan Insan Nusantara. Pendiri Sayembara Menulis Cerpen IG (@cerpen_sastra), Pendiri Perkumpulan Pencinta Cerpen di Kompasiana (@pulpenkompasiana), Pendiri Komunitas Kompasianer Jakarta (@kopaja71), Pendiri Lomba Membaca Cerpen di IG (@lombabacacerpen), Pendiri Cerita Indonesia di Kompasiana (@indosiana_), Pendiri Tip Menulis Cerpen (@tipmenuliscerpen), Pendiri Pemuja Kebijaksanaan (@petikanbijak), dan Pendiri Tempat Candaan Remeh-temeh (@kelakarbapak). Enam buku antologi cerpennya: Rahimku Masih Kosong (terbaru) (Guepedia, 2021), Juang (YPTD, 2020), Kucing Kakak (Guepedia, 2021), Tiga Rahasia pada Suatu Malam Menjelang Pernikahan (Guepedia, 2021), Dua Jempol Kaki di Bawah Gorden (Guepedia, 2021), dan Pelajaran Malam Pertama (Guepedia, 2021). Satu buku antologi puisi: Coretan Sajak Si Pengarang pada Suatu Masa (Guepedia, 2021). Dua buku tip: Praktik Mudah Menulis Cerpen (Guepedia, 2021) dan Praktik Mudah Menulis Cerpen (Bagian 2) (Guepedia, 2021).

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Memahami Keunikan Cerpen-cerpen Budaya

18 Oktober 2021   18:59 Diperbarui: 19 Oktober 2021   16:42 1218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya percaya, dalam menulis cerpen bertema budaya, tidaklah mudah. Tidak sekadar mengandalkan imajinasi dan karangan di kepala. Pengarang harus melakukan riset untuk memastikan segala hal yang ditulis tidak menyalahi aturan serta menggambarkan benar peristiwa budaya itu.

Semisal, membaca literatur terkait atau berkunjung langsung ke lokasi tempat budaya diselenggarakan. Melakukan wawancara dengan masyarakat suku, tentu lebih baik. Mengamati kebiasaan sehari-hari mereka di lapangan dan menggali konflik yang biasa terjadi sehubungan dengan pelaksanaan budaya.

Ketika orang dari suku tersebut membaca cerpennya, diharap tidak ada keberatan bahkan emosi karena merasa tidak seperti itu budayanya. Jika mereka dengan mudah teringat kembali kisah yang pernah dialami sebagai anggota suku, cerpen budaya berhasil dituliskan.

Tertolong karena pengalaman

Adalah lebih mudah menuliskan cerpen budaya ketika pengarangnya merupakan anggota suku itu sendiri. Bisa pula, lahir di lokasi sekitar suku tinggal. 

Faisal Oddang asli Sulawesi Selatan, sehingga ia lebih mudah menceritakan kebiasaan suku Toraja. Muna Masyari orang Pamekasan, Pulau Madura, tentu, ia lebih fasih mengungkap cerita seputar Madura.

Pengarang tertolong dengan pengalaman pribadinya, tinggal mengulas dan mengenang kebiasaan yang pernah dialami. Barangkali menjadi sebuah kebanggaan, berhasil mengangkat cerita budaya daerah sendiri ke kancah nasional.

Satu cerpen budaya saya

Saya tidak sekadar membaca cerpen budaya mereka, tetapi juga berupaya menulisnya. Ini bersumber dari pengalaman saya waktu kecil di Kabupaten Jepara, daerah kelahiran R.A. Kartini.

Ada kebiasaan unik dan selalu dilakukan setiap tahun untuk mengenang kepahlawanan Beliau, yaitu pawai Kartinian. Semua anak sekolah dari berbagai jenjang berkumpul, menggunakan pakaian adat, lantas melakukan pawai keliling kota, dari titik tertentu sampai titik tertentu, seharian.

Sila baca: Pawai Kartinian Anakku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun